Dahulu, ada sebuah kisah yang tersembunyi dalam ingatan para tetua, terkubur bersama mereka yang telah meninggalkan dunia ini, baik karena usia yang menua atau penyakit yang tak terhindarkan. Kisah ini adalah warisan yang hampir terlupakan, tergerus oleh waktu dan perubahan zaman. Dulu, cerita ini sering kali digunakan oleh orang tua untuk meninabobokan anak-anak mereka sebelum tidur, namun seiring berjalannya waktu, kisah tersebut perlahan-lahan terabaikan.
Kisah ini berkisah tentang seorang pria yang hidup dalam kemiskinan yang mendalam. Dia adalah seorang buruh, bekerja keras di ladang milik seorang tuan tanah yang kaya raya. Setiap sore, setelah seharian bekerja, dia pergi ke sungai untuk memancing, berharap bisa membawa pulang ikan untuk mengisi perut keluarganya yang kelaparan.Â
Pada malam hari, ketika kelelahan merenggut kesadarannya, pikirannya terus dipenuhi oleh satu pertanyaan yang menghantuinya: bagaimana caranya bisa menjadi kaya? Bagaimana caranya keluar dari jerat kemiskinan yang seolah tidak ada ujungnya?
Suatu hari, ketika ia sedang mencari dedaunan di hutan untuk meramu obat bagi istrinya yang sakit parah, dia menemukan sebuah gua yang tersembunyi di jantung hutan. Hujan gerimis turun dengan lembut, memaksanya mencari perlindungan di mulut gua yang gelap dan mencekam itu. Meski hatinya diliputi rasa takut, rasa penasaran yang tak terbendung membuatnya tidak segera pergi. Suara-suara aneh yang berbisik dari kegelapan gua membuatnya semakin tergoda untuk mendekati tempat itu.
Cerita berkembang dengan berbagai versi, namun ada satu hal yang selalu menjadi inti dari kisah tersebut: pria itu dikatakan telah membuat perjanjian dengan iblis. Sejak saat itu, hidupnya berubah drastis. Dia tiba-tiba memiliki ladang yang luas, penuh dengan tanaman yang subur dan hasil panen yang melimpah.Â
Hewan ternaknya bertambah banyak, dan ia mempekerjakan banyak orang untuk bekerja di tanahnya. Kekayaan yang datang dengan cepat membuatnya semakin serakah; dia menikah lagi dan lagi, hingga akhirnya memiliki sepuluh istri.
Konon, iblis tersebut berjanji bahwa pria itu tidak akan pernah merasakan kelaparan atau kekurangan. Bahkan, kekayaannya begitu melimpah sehingga dia kebingungan bagaimana cara menghabiskan hartanya. Namun, seperti halnya semua perjanjian dengan kekuatan gelap, harga yang harus dibayar ternyata lebih mahal dari yang pernah dibayangkannya.
Seperti halnya semua perjanjian dengan iblis, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Tidak ada yang datang dengan cuma-cuma, terutama ketika berurusan dengan kekuatan gelap. Iblis itu tidak hanya meminta satu hal sederhana, melainkan sesuatu yang besar, sesuatu yang akan mengguncang seluruh kehidupan pria itu. Iblis tersebut menginginkan rumah, bukan sekadar rumah dalam arti bangunan, tetapi seluruh desa beserta penghuninya. Ia ingin menjadikan desa itu sebagai tempat tinggal, sebuah sarang bagi dirinya dan teman-temannya---makhluk-makhluk yang siap mengisi dan menguasai wilayah tersebut.
Pria itu, dalam ambisinya yang buta akan kekayaan, setuju dengan syarat tersebut tanpa benar-benar memahami konsekuensinya. Maka dimulailah perubahan mengerikan di desa tersebut. Pada awalnya, para penduduk mulai merasa sakit dan lemah, hingga akhirnya banyak yang lumpuh tanpa alasan yang jelas. Tapi, penyakit aneh itu tidak berhenti di situ. Lambat laun, tubuh mereka mengalami perubahan yang tidak dapat dijelaskan oleh akal sehat.Â
Orang-orang yang lumpuh itu mulai menumbuhkan dua kaki baru, kemudian empat mata tambahan muncul di wajah mereka, dan di bagian punggung atau pantat mereka, tumbuh gumpalan daging hijau yang aneh. Gumpalan itu, mirip seperti kantong telur laba-laba, mampu menyemburkan jaring lengket seperti benang sutra.