"Ada-ada saja," pikir Arhan. Ia masih merasa heran kenapa tadi bisa jatuh. Bukan hanya karena lubang di jalan, tapi ada sesuatu yang membuatnya tiba-tiba kehilangan keseimbangan. Namun, ia tidak terlalu memikirkannya dan segera melanjutkan perjalanan. Customer lebih penting, dan ia tidak ingin membuat pelanggan menunggu terlalu lama.
Tak lama setelah melanjutkan perjalanan, Arhan mengalami hal yang tak terduga. Lagi-lagi, ia kehilangan keseimbangan dan terjatuh di jalan yang sama. "Apa-apaan ini?" pikirnya. Rasanya seperti dejavu. Ia kembali terbaring di aspal, bingung dan kelelahan.
Lagi-lagi, seorang bapak paruh baya datang membantunya. "Sampean ga papa tah Mas?" tanya bapak itu, wajahnya terlihat cemas namun penuh perhatian. Arhan merasa aneh. Dejavu lagi, yang membedakan adalah bapak yang satu ini lebih tambun.
"Ga papa Pak, ga papa," jawab Arhan sambil mencoba menenangkan diri, meski hatinya mulai merasa ganjil. Mana pernah dia tiba-tiba jatuh dua kali di jalanan? Tanpa sebab pula. Sebagaimana pun Arhan pernah mengantuk dan lelah, ia tak pernah tiba-tiba kehilangan keseimbangan dan jatuh. Bahkan lubang jalanan Cirebon paling dalam pun pernah ia lalui dan tetap melaju dengan mantap.
"Yakin sampean ga papa Mas?" Bapak itu menatap Arhan dengan sorot mata yang penuh tanda tanya. Kali ini, Arhan memperhatikan lebih seksama. Wajah bapak ini, meskipun tampak ramah, membawa perasaan yang sulit dijelaskan, seolah ada sesuatu yang tersembunyi di balik senyumannya.
"Ga papa kok Pak, suwun Pak," jawab Arhan, berusaha untuk tetap tenang. Namun saat ia mencoba menyalakan motornya, tidak terjadi apa-apa. Mesin motornya mati total, dan usahanya untuk menghidupkannya sia-sia. Rasanya seolah malam itu dunia sedang melawan Arhan, membuatnya terjebak di tengah kegelapan yang semakin mencekam. Arhan mulai merasa cemas. Apakah semua ini hanya kebetulan? Atau ada sesuatu yang tidak beres di tempat ini?
"Motornya kenapa, Mas?" Suara bapak paruh baya yang tambun itu terdengar lembut, tetapi ada nada khawatir yang merambat dari bibirnya. Dia masih berdiri dekat dengan Arhan, wajahnya dipenuhi oleh kekhawatiran yang terlihat tulus.
Namun, Arhan malah merasakan bulu kuduknya berdiri, ada sesuatu yang aneh dan tak terjelaskan. Ia menelan ludah, perasaan tak nyaman menjalar di tubuhnya. Di tengah kecemasan itu, matanya melirik sekeliling, mencoba mencari pegangan pada sesuatu yang mungkin bisa meredakan kegelisahannya. Tapi, yang dia temukan hanyalah deretan pohon jati yang menjulang tinggi di sekelilingnya. Tak ada tanda-tanda kehidupan manusia di sekitar sini. Bahkan lebih ganjil lagi, tak ada suara serangga malam yang biasanya riuh, tak ada desau angin, tak ada nyamuk yang berterbangan. Sunyi. Sepi. Seolah-olah seluruh alam mendadak membisu. Suasana itu menciptakan sensasi ganjil yang semakin menekan hati Arhan.
"Mas? Motornya kenapa?" tanya si bapak lagi, kali ini sambil menepuk pelan pundak Arhan. Arhan terlonjak, hampir saja dia melompat dari tempatnya berdiri. Kejutan itu membuat jantungnya berdetak lebih cepat.
"Oh, eh, iya, Pak. Ini, anu, mo... motor saya mogok, kayaknya," jawabnya dengan nada gugup, kata-katanya tersendat. Ketakutan mulai menjalar lebih kuat, merayap dari kakinya hingga ke seluruh tubuhnya.
Bapak itu menarik napas panjang, seolah merenungkan sesuatu. "Begini saja, Mas," katanya akhirnya, suaranya tetap tenang, "makanan yang sampean bawa juga tumpah, kan? Sampean ojek online, ya? Nyasar sepertinya sampean."