Mohon tunggu...
Andi Novriansyah Saputra
Andi Novriansyah Saputra Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer & Mahasiswa S2 Sekolah Tinggi Agama Islam Sadra

Kesungguhan dan kepercayaan diri akan menghasilkan sesuatu yang bernilai.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Untuk Kamu yang Merasa Hidupnya Tidak ada Kemajuan

12 Januari 2025   12:56 Diperbarui: 12 Januari 2025   12:56 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
traditional moroccan musician in desert landscape (Sumber: Pexels/JIMMY Art)

Masalah kesehatan mental di kalangan generasi milenial dan gen Z menjadi perhatian khusus yang perlu untuk diatasi dan dicegah. Fenomena serupa juga banyak melanda kaum muda dari berbagai kalangan di Indonesia. Rata-rata mereka yang merasa sudah berada pada titik krisis mental adalah pelajar dan pekerja produktif.

Beberapa faktor jadi pemicu kaum muda rentan mengalami krisis mental tersebut, di antaranya tuntutan dari orang sekitar, tekanan sosial, dan ketidakpastian ekonomi. Mungkin pada awalnya mereka merasa harus melewati itu semua dengan respon yang biasa-biasa saja. Tapi karena tekanan dari luar semakin membatininya, sehingga dapat berdampak pada kehidupan.

Beberapa masalah serius pun muncul dengan menghadirkan sejumlah konflik (internal atau eksternal), beban emosional, makan yang sudah tidak beraturan, tidur terganggu, perasaan yang cepat berubah, fungsi otal menurun dan menutup diri dari interaksi sosial.

Hasil riset dari IDN Research Institute bekerja sama dengan Populix tahun 2024, menunjukkan adanya angka relatif tinggi penderita masalah kesehatan mental di tengah masyarakat Indonesia. 58 persen generasi milenial merasa terbebani dengan tuntutan untuk menjadi pelaku sosial, 65 persen gen Z merasa dihakimi ketika punya pendapat berbeda dari pendapat mayoritas, 42 persen gen Z mengalami masalah kesehatan mental, dan 91 persen gen Z mengalami stres kerja.

Jika merujuk pada temuan data tersebut, maka masalah kesehatan mental di kalangan anak muda tidak bisa dipandang sebelah mata. Bagi mereka yang merasakan gejala yang dapat mengarah pada masalah itu tentu sebaiknya melakukan konsultasi segera kepada para ahlinya atau melakukan perenungan mendalam pada diri sendiri.

Pada dasarnya, masalah yang dialami oleh manusia -terutama untuk masalah internal diri- hanya dapat disembuhkan atas kemauan masing-masing. Merenungkan unsur terdalam diri sendiri membantunya untuk mengenal arah gerak jiwa yang terus ingin berprogres menuju kesempurnaan.

Perjalanan menuju bagian dari kesempurnaan merupakan keniscayaan bagi setiap jiwa manusia. Menurut Mulla Sadra, gerak jiwa sebagai substansi akan mempengaruhi raga luaran seseorang, inilah yang nantinya akan dikenal dengan istilah "Gerak Transubstansial."

Hidup terus Bergerak Maju

boy sitting on ground leaning against brickstone wall (Sumber: Pexels/Pixabay)
boy sitting on ground leaning against brickstone wall (Sumber: Pexels/Pixabay)

Perjalanan kehidupan di dunia ini suka atau tidak suka, siap atau tidak siap terus bergerak maju ke depan. Tidak ada yang mampu memundurkan ulang waktu yang sedang berjalan. Maka semua makhluk hidup di muka bumi perlu menyesuaikan diri atas perubahan sosial di sekitarnya.

Begitu pun dengan manusia, tidak ada celah untuknya menghindari waktu kehidupan yang terus bergerak maju. Maka progres pada diri internal dan eksternal secara tidak langsung bergerak dengan sendirinya. Pergerakan itu dapat dirasakan pada diri sendiri, yaitu jiwa yang menjadi substansi dalam kepribadian seorang manusia.

Filsuf Islam dari Iran, Shadr al-Din Muhammad Ibn Ibrahim Ibn Yahya Qawami Al-Syirazi (Mulla Sadra) memperkenalkan konsep Al-Haraakat Al-Jawharriyyah atau Gerak Transubstansial untuk menunjukkan bahwa gerak tidak hanya terjadi secara aksidental (bagian luaran manusia), tapi justru gerak paling mendasar adalah secara substansial (dalam diri manusia). Konsep ini dinilai berbeda atas gagasan tentang jiwa yang pernah disampaikan oleh para filsuf sebelumnya, termasuk Plato.

Konsep kemunculan jiwa menurut Plato adalah berangkat dari alam idea (alam kesempurnaan). Lalu jiwa terlepas dari alam kesempurnaan untuk bergabung dan terikat dengan alam materi. Akibat dari penggabungan itu, jiwa kehilangan kesempurnaan yang sebelumnya pernah ada.

Gerak Transubstansial hadir untuk membawa pandangan baru sekaligus mengkritik konsep jiwa yang digunakan Plato. Bahwa sesuatu yang sudah eksis dalam alam kesempurnaan mustahil turun ke alam ketidaksempurnaan, lalu berproses lagi menjadi sempurna. Perkembangan kesempurnaan seharusnya bersifat progresif dari yang sebelumnya tidak sempurna menjadi lebih sempurna.

Gerak -menurut Mulla Sadra- bukan hanya sesuatu yang objektif dan berkelanjutan, tetapi meliputi substansi. Gerakan tidak mungkin hanya terjadi pada wilayah aksiden, karena dalam segala sesuatu di dunia ini aksiden selalu bergantung pada substansi. Jika terjadi gerakan pada aksiden, maka tentu hal itu menunjukkan adanya gerakan yang terjadi pada substansi.

 Jika gerakan dapat terjadi pada sisi kuantitas dan kualitas serta turunan antara keduanya secara potensial, maka wujud selau membaru dalam identitasnya, baik pada kuantitas ataupun kualitas. Kondisi tersebut memungkinkan substansi untuk menguat dan menjadi lebih sempurna dalam wujud tanpa merusak identitas dan kesatuan substantifnya.

Sebagai contoh, perubahan pada wilayah aksiden yang ditunjukkan oleh sebuah apel. Awalnya apel itu berwarna hijau tua, lalu berubah menjadi hijau muda, merah, dan kuning. Perubahan pada wilayah substansial juga terjadi, contohnya apel awalnya buah muda, sedang, ranum, hingga busuk.

Selanjutnya yang jadi pertanyaan, apakah apel yang pada akhirnya menjadi buah busuk adalah pertanda terjadinya progres kehidupan yang menyempurna? Jawabannya, Ya. Menyempurnanya buah apel itu ketika memasuki tahap paling akhir dalam perkembangannya dengan melampaui setiap gerakan transubstansial sampai kepada puncak keberadaannya.

Pada konteks hidup manusia, gerak tidak hanya terjadi pada yang tampak di luaran. Seperti pakaian, raga, tindakan, sikap, perkataan, dan sebagainya. Gerak yang berprogres berawal dari jiwa, ke-diri-an seseorang. Contohnya Ali usia 7 tahun dengan Ali yang telah berusia 17 tahun adalah diri yang berbeda. Tapi perubahan diri Ali saat berusia 17 tahun bukan berarti menegasikan Ali yang dulu berusia 7 tahun. Pada tahapan 7 tahun hingga 17 tahun itu, Ali mengalami gerak transubstansial yang membawanya dalam perubahan yang lebih dewasa serta memiliki wawasan lebih luas dari sebelumnya.

Jadi tidak perlu takut pada roda kehidupan yang terus berjalan. Masing-masing individu punya otoritas atas keputusan hidupnya sendiri. Jangan pedulikan sesuatu yang di luar dari kontrol, fokus membangun kepercayaan diri dan bertanggung jawab pada semua pilihan hidup. Bangun kepercayaan diri bahwa pilihan yang diambil mengarahkan untuk bergerak ke depan bukan mundur ke belakang.***

Referensi:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun