Mohon tunggu...
Andi Novriansyah Saputra
Andi Novriansyah Saputra Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer & Mahasiswa S2 Sekolah Tinggi Agama Islam Sadra

Kesungguhan dan kepercayaan diri akan menghasilkan sesuatu yang bernilai.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Metode Tafsir Quran Modern: Reaksi Kontekstual dengan Hermeneutika (Bagian 2)

6 Juli 2024   12:23 Diperbarui: 6 Juli 2024   12:30 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.pexels.com/photo/person-reading-and-praying-7249738/

Seperti yang diketahui bahwa kandungan al-Qur'an tidak disusun dalam bentuk pernyataan yang doktrinal, lebih marak ditemukan dalam bentuk narasi historis dan simbolik, serta berupa perumpamaan eskatologis. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa al-Qur'an menunjukkan sifatnya yang substansial dan maknanya yang universal. Kandungannya dapat melampaui ruang yang ada dan kesementaraan waktu yang berjalan.

Karena itu tidak sedikit para mufassir lintas sejarah menghadirkan keberagaman makna dan ditulis dengan bermacam-macam kitab tafsir. Upaya itu tidak dapat dikatakan sebagai pekerjaan yang final, Interpretasi terhadap al-Qur'an leih bersifat proses yang terus berjalan, sehingga harus terus disempurnakan seiring berjalannya waktu.

Antara satu tafsir dengan tafsir berikutnya terus terjadi penyempurnaan. Bahkan metode yang digunakan cukup kreatif, yang pada akhirnya memberikan kesimpulan baru terhadap tafsir suatu ayat. Metode hermeneutika tidak hanya sekedar mengajak penafsir untuk "memahami" suatu teks, tapi naik lagi ke level "mengerti" seperti apa yang menjadi concern Emilio Betti sebagai tokoh beraliran hermeneutika objektif.

Memperoleh Makna

Emilio Betti bisa disebut sebagai tokoh hermenutik yang cukup berani memutarbalikkan kembali kemudi mazhab hermeneutika dari aliran subjektif oleh -pelopor yang terakhir- Hans-Georg Gadamer menuju perpaduan terobosan Schleiermacher dan Wilhem Dilthey. Gagasan antara metode psikologis dan linguistik-historis ternyata cukup melengkapkan bagian-bagian yang kurang utuh dari sitematisasi hermeneutika dalam penerapannya.

Selain memperhatikan hermeneutika sistematis yang diterapkan, bagi Betti, seorang penafsir harus memperhatikan empat momen gerak untuk memperoleh makna objektif, di antaranya; a. melakukan penelusuran fenomena linguistik teks; b. Ketika menafsirkan, harus mengosongkan diri dari setiap kepentingan di sekitar yang bisa menghalangi pemahaman; c. Penafsir menghadirkan pemikiran pengarang teks pada dirinya melalui kerja sama imajinasi dan gagasan; d. Melakukan rekonstruksi untuk memberikan pengaruh situasi dan kondisi sehingga memperoleh hasil yang ingin didapatkan dari suatu reks.

Hermeneutika yang pada dasarnya sebagai metode pemahaman hanya memasuki kawasan "pemahaman" kitab suci. Pemahaman dalam hermeneutika hanya fokus pada ranah linguistik, historis, dan ontoogis. Maka bagian yang diungkap melalaui hermeneutika terhadap teks al-Qur'an yakni makna dan arah tujuan dari suatu ayat diturunkan, realitas sosial pada saat ayat diturunkan, serta penempatan makna dan teks terhadap realitas yang sekarang sedang dialami.

Artinya, penerapan interpretasi modern tidak akan menyelisihi kaidah-kaidah umum yang selama ini diyakini oleh umat muslim, jika itu sudah tegak lurus dengan perinah al-Qur'an dan Nabi. Tafsir klasik memang banyak membantu memberikan terjemahan simplistik terkait ayat-ayat muhkam dan mutasyabih, usuul dan furuu', qat'iyyah dan zaniiyah, Akan tetapi hermeneutika hanya akan menerjemahkan maksud dan maknanya untuk diambil spirit yang ingin disampaikan kepada situasi saat ini.

Bahkan untuk penerapan hermeneutika objektif oleh Emilio Betti pun sangat sulit dibuktikan jika dianggap dapat mendekonstruksi konsep wahyu atau bahkan mereduksi sisi kerasulan Sang Penyampai Wahu. Karena yang ingin ditunjukkan adalah mencari titik temu antara teks dan konteks, hingga menghasilkan makna kontekstual yang dapat menjadi landasan moral di tengah masyarakat dari masa ke masa.

Menurut Rudy Alhana, dalam bukunya Menimbang Paradigma Hermeneutika dalam Menafsirkan Al-Qur'an, bahwa metode hermeneutika dapat menjadi salah satu opsi penafsiran al-Qur'an dengan syarat; 1. Penafsir perlu mempunyai penguasaan bahasa Arab dan disiplin ilmu yang berkaitan dengan metode tafsir al-Qur'an; 2. Penafsir fokus menelusuri sepenuhnya isi al-Qur'an, dibantu dengan analisis kritis kitab-kitab tafsir para ulama terdahulu dengan harapan masih ada ruang kosong yang ditinggalkan mereka, dan pada sisi itulah dapat dilengkapi melalui metode hermeneutika.***

Referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun