Mohon tunggu...
Andi Novriansyah Saputra
Andi Novriansyah Saputra Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer & Mahasiswa S2 Sekolah Tinggi Agama Islam Sadra

Kesungguhan dan kepercayaan diri akan menghasilkan sesuatu yang bernilai.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pemikiran Jurgen Habermas (Teori Tindakan Rasional Komunikatif dan Ruang Publik)

6 Maret 2024   18:08 Diperbarui: 6 Maret 2024   18:10 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://literariness.org/wp-content/uploads/2018/03/image-285570-galleryv9-tgkm-285570.jpg

Karl Marx dapat disebut sebagai tokoh yang sangat menginspirasi lahirnya gerakan teori kritis oleh para tokoh generasi pertama Mazhab Frankfurt di Jerman. Tokoh-tokoh yang dimaksud yakni Theodor Ludwig Wiesengrund Adorno (1903-1969), Walter Benjamin (1892-1940), Max Horkheimer (1895-1973), Erich Fromm (1900-1980), dan Herbert Marcuse (1898-1979).

Mazhab Frankfurt awalnya dikenal dengan nama Institut Fur Socialforschung, lebih populer dengan sebutan Cafe Marz. Teori kritis yang digagas oleh mereka akhirnya memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan teori sosial pada abad xx.

Tujuan gerakan Mazhab Frankfurt yaitu mengembalikan tradisi kritis Marz yang mulai pudar, terlebih dengan munculnya pelembagaan marxisme rezim komunis Soviet. Sementara itu, teori kritis diterapkan untuk menelusuri patologi sosial sebagai sisi gelap dari zaman modern,untuk mengarahkannya kembali ke ranah akal budi, rasionalitas, dan pencerahan.

Seiring berjalannya waktu, dialektika pencerahan oleh Adorno dan Horkheimer dinilai terlalu bebas, salah satu gagasannya ingin masyarakat mengamankan kelangsungan hidup dengan cara mendominasi alam (domination of nature). Tindakan itu justru membuat masalah baru dan manusia tidak lagi tampil sebagai pribadi yang bebas. Manusia telah mengubah akal budi menjadi rasionalitas instrumental. Hal ini terlihat ketika bertindak sebagai subjek yang merendahkan (denigrate) dan menghancurkan (destroy) yang lain.

Menurut Jurgen Habermas, generasi awal teori kritis gagal. Mereka akhirnya pesimis dan semuanya sudah tunduk pada struktur. Beberapa kekeliruan yang ditemukannya yakni; masih mengakui subyek-obyek, dan menerima obyektifasi. Teori kritis bukanlah teori ilmiah, melainkan suatu metodologis yang berdiri di dalam ketegangan dialektis antara filsafat dan ilmu pengetahuan.

Maka dari itu, teori kritis disebut juga kritik ideologi. Habermas menambahkan konsep komunikasi ke dalam teori kritis tersebut yang menurutnya dapat menyelesaikan kemacetan teori kritis yang ditawarkan sebelumnya oleh generasi pertama.

Paradigma komunikasi ala Habermas; bersifat dua arah, tidak ada pihak dominan-dormant, tidak ada subyek-obyek, komunikasi yang emansipatoris. Ketika mampu menciptakan paradigma komunikasi atau menciptakan komunikasi yang membebaskan, maka kita juga berhasil menciptakan public sphere (ruang publik).

Biografi Jurgen Habermas

Jurgen Habermas adalah tokoh Mazhab Frankfurt generasi kedua. Ia lahir di kota Dusseldorf, Jerman, pada tanggal 18 Juni 1929. Saat ini berusia 94 tahun. Ia tumbuh di keluarga kelas menengah yang cukup tradisional. Ayahnya pernah menjabat sebagai Direktur Kamar Dagang di kota kelahirannya, dan kakeknya pernah berstatus sebagai pendeta  Protestan.

Sebelum menjadi bagian dari generasi teori kritis, Habermas remaja pernah menaruh kekaguman terhadap pemimpin Nazi, Adolf Hitler. Namun rasa kagum itu berubah menjadi kekecewaan yang cukup besar usai menyaksikan keputusan yang tidak adil dalam pengadilan Nurnberg yang dipimpin oleh Nazi. Sejak saat itu dirinya bertekad mengkritik Nazi hingga terlibat dalam proyek tulisan untuk mengkritik keputusan filsuf Jerman lainnya yaitu Heidegger yang memihak kepada Hitler.

Habermas mulai menekuni bidang filsafat di Universitas Got tingen dam Bonn, kemudian tahun 1956 bergabung ke Institut Fur Socialforschung. Pada saat itu ia berumur 27 tahun. Selain fokus di dunia akademik, Habermas menerima tawaran untuk menjadi asisten Adorno antara tahun 1958 hingga 1959. Walaupun sibuk mengembangkan karya pikiran generasi Mazhab Frankfurt, ia masih mempunyai waktu untuk menyelesaikan studinya dan meraih gelar Ph.D.

Setelah menyelesaikan tugas mengajarnya di Institut Fur Socialforschung, Habermas menggantikan posisi Horkheimer untuk mengajarkan sosiologi dan filsafat di Universitas Frankfurt. Dukungannya terhadap teori kritis yang dikembangkan oleh generasi pertama menemukan titik terendah yang cukup mengkhawatirkan. Tepatnya pada tahun 1968 sampai 1969, saat kalangan mahasiswa sosialis Jerman melakukan demonstrasi besar-besaran.

Semakin hari, gerakan mahasiswa semakin tidak terkontrol dan nilai kritis di kalangan mereka seketika tergantikan oleh sikap anarkis. Bagi Habermas, tindakan para mahasiswa tersebut sudah melewati batas dan masuk dalam kategori “revolusi palsu”. Ia akhirnya pergi ke Max-Plank Institut zut Erfoschung der Lebensbendingurgen der Wissenschaftinchtechischen Welt.

Pengembaraan intelektualitasnya pun berlanjut dan berhasil menghadirkan nuansa baru teori kritis. Menurut Franz Magnis-Suseno, Habermas dinilai layak menjadi pewaris dan pembaharu teori kritis dan sekaligus menjadi tokoh generasi kedua Mazhab Frankfurt. 

Namun di satu sisi, Habermas cukup berani merivisi buah pikiran generasi pertama yang menurutnya, semangat pembebasan (emansipasi) fisafat pencerahan telah diganti dengan instruksi kontrol atas proses-proses yang diobyektifkan (purposive rational action).

Karya-karya Jurgen Habermas yang populer antara lain, The Structural Transformation of the Public Sphere, The Theory of Communicative Action, Between Facts and Norms, Post-Metaphysical Thinking, Between Naturalism and Religion, dan Also a History of Philosophy.

Teori Tindakan Rasional Komunikatif

Teori kritis pada dasarnya menggunakan metodologi refleksi-diri melalui pembicaraan yang bersifat emansipatoris. Melalui teori tersebut, digunakan pula tindakan menuju revolusioner-emansipatoris. Penerapannya membutuhkan studi analisis yang terukur dan tersistematis agar mencapai tujuan akhirnya yaitu emansipasi bagi setiap kalangan masyarakat.

Akan tetapi, teori kritis yang digagas oleh para tokoh generasi pertama akhirnya diterima oleh generasi muda khususnya mahasiswa sebagai cara pandang yang absolut dan lebih dekat pada doktrin. Bukan mengarahkan manusia pada tujuan emansipatoris, justru lebih menekankan rasio instrumental. Khususnya bagi kalangan pekerja, rasio instrumental lebih sering diterapkan sebagai alat pengendali untuk menerapkan kepentingan-kepentingan teknis (empiris-analitik).

Menurut Jurgen Habermas, proses rasionalisasi dalam kehidupan masyarakat modern dapat menimbulkan kondisi masyarakat yang saling menindas karena menggunakan logika pasar dan birokrasi.[1] Manusia tidak lagi dianggap sebagai subjek, tetapi obyek yang dapat dimanipulasi secara teknis. Contoh adanya aturan karyawan diberikan target mendapatkan klien berapa, target penghasilan berapa. Kehidupan manusia jadi birokratis.

Fenomena tersebut dapat diatasi dengan communicative rational action (tindakan rasional komunikatif). Habermas menginisiasi teori tindakan komunikatif atau paradigma komunikasi dalam teori kritis sebagai perluasan komunikasi yang bebas dari segala bentuk dominasi. Tindakan rasional komunikatif yang dibimbing oleh concencus norms (kesepakatan bersama) untuk mencapai pemahaman subyektif masing-masing individu atau intersubjektivitas.

Paradigma komunikasi mengedepankan proses dialog antar subjek, sehingga teori kritis dengan jalan komunikasi dapat terwujud. Habermas bukanlah sosok pertama yang memperkenalkan teori kritis berbasis komunikasi. George Herbert Mead (1863-1931) lebih dulu menyusun pikiran komunitas komunikasi ideal. Pemikiran itu bertujuan untuk merekonstruksi intersubjektivitas yang masih terpelihara, yang memungkinkan adanya pemahaman saling-menyeluruh di antara individu tanpa pembatasan dan identitas masing-masing individu.

Teori komunikatif yang diupayakan oleh Mead sangat memperhatikan aspek linguistik dalam filsafatnya. Karena bahasa mempunyai signifikansi konstitutif bagi kehidupan sosial-budaya. Latar belakang sosial-budaya yang berbeda tentu berdampak pada buah pikiran yang beragam dalam proses komunikasi. Sehingga satu sama lain dapat memahami pola pikir masing-masing untuk mencapai kesepakatan bersama.

Simbol linguistik hanya menguji sejauh mana memediasi interaksi, mode perilaku, dan tindakan lebih dari satu individu. Untuk tindakan komunikatif, di luar fungsi mencapai pemahaman, bahasa memainkan peran mengkoordinasikan kegiatan yang berorientasi pada tujuan dari subjek yang berbeda, serta peran sebagai medium dalam sosialisasi antar subjek. Mead melihat komunikasi linguistik hampir secara eksklusif di bawah dua aspek yakni integrasi sosial aktor yang berorientasi pada tujuan, dan sosialisasi subjek yang mampu bertindak. Tapi ia mengabaikan pencapaian pemahaman saling-menyeluruh dan struktur internal bahasa. Pada konteks tersebut, teori komunikasinya membutuhkan analisis tambahan seperti yang dilakukan dalam semantik dan teori tindak tutur.

Elemen bahasa juga sangat penting dalam proses penerapan teori tindakan rasinal komunikatif. Rasionalitas yang melekat dalam praktik tersebut terlihat dalam kenyataan bahwa sebuah kesepakatan yang dicapai secara komunikatif harus pada akhirnya didasarkan pada alasan. Berangkat dari alasan menghadirkan budaya praktik komunikatif dalam kehidupan sehari-hari secara tidak langsung merujuk pada praktik argumentasi sebagai pengadilan yang membuat mungkin untuk melanjutkan tindakan komunikatif dengan cara lain ketika perselisihan tidak dapat lagi dihindari dengan rutinitas sehari-hari dan belum juga dapat diselesaikan melalui tindakan langsung atau strategis.

Berdasarkan paradigma komunikasi dalam teori kritis yang dikembangkannya, Habermas meyakini bahwa antar subjek akan mencapai komunikasi yang memuaskan. Setiap pelaku komunikasi akan berupaya membuat lawan bicara memahami maksudnya dengan menerapkan budaya ‘klaim-klaim kesahihan’ (validity of claims). Budaya itu dipandang rasional dan dapat diterima tanpa paksaan sebagai hasil kesepakatan bersama.

Habermas menyebutkan empat macam klaim, di antaranya; pertama kesepakatan tentang dunia alamiah dan objektif yang disebut klaim kebenaran (truth). Kedua klaim ketepatan (rightness) yaitu kesepakatan tentang norma-norma dalam dunia sosial. Ketiga klaim kejujuran (sincerity) adalah kesepakatan adanya persamaan dalam dunia batiniah dan ekspresi seseorang. Klaim keempat yaitu adanya kesepakatan dan kesesuaian dengan klaim-klaim sebelumnya atau disebut klaim komprehensibilitas (comprehensibility). Keempat klaim tersebut pada dasarnya dapat dikritik.

Teori komunikasi Habermas membangun teori yang komprehensif tentang masyarakat modern. Terdapat dua tema utama yakni dunia kehidupan (lebenswelt) dan sistem. Untuk tema dunia kehidupan mengambil pemikiran dari Husserl dengan ciri khas yang baru.

Pada tema dunia kehidupan, terdapat semua pengandaian yang diterima secara keseluruhan. Latar belakang pembahasannya selalu tentang komunikasi dalam masyarakat. Sehingga teori praksis komunikatif tidak pernah vakum, tetapi memanfaatkan dari sumber daya yang sudah tersedia dan digunakan untuk sarana mencapai persetujuan berupa kebudayaan, institusi, dan kepribadian. Dunia kehidupan bertahan karena praksis komunikatif.

Bertahan dengan dunia-kehidupan juga tidak cukup, dibutuhkan sandang-pangan dan papan. Pertahanan material tersebut hanya dapat terpenuhi dengan bekerja. Kehidupan masyarakat tradisional, unsur pertahanan, komunikatif, dan material selalu beriringan dan tidak terpisahkan. Tapi dalam kehidupan modern, unsur-unsur itu terpisahkan.

Pertahanan material dalam masyarakat modern tidak lagi terjadi lewat jalur komunikatif, namun termasuk di wilayah sosial yang diistilahkan sebagai ‘sistem’. Tema sistem terdiri dari dua subtema yakni ekonomi dan politik. Keduanya memainkan peran penting di era sekarang untuk memastikan praksis komunikatif terus berjalan secara bersama dan bersifat intersubjektivitas.

Habermas memandang peranan sistem di dunia modern hampir mendominasi dnunia-kehidupan, tapi tidak secara total. Hal itu menandakan adanya kemungkinan reaksi dari sejarah yang melawan hubungan kekuasaan, dan masyarakat modern dapat menerapkan rasionalitas matang dari praksis komunikatif.

Pada praktik tindakan rasional komunikatif, Habermas sebenarnya tidak sepenuhnya menentang rasionalisasi instrumental (purposive rational action) dalam masyarakat. Justru ia berharap masyarakat tetap berkarya dengan cara mempertahankan ketegangan dialektis antara purposive rational action dengan communicative rational action. Hal itu juga untuk menjaga agar tidak ada salah satunya yang dominan.

Ruang Publik

Menurut Jurgen Habermas, ruang publik adalah ruang yang bebas dari penindasan, di mana setiap orang di dalamnya ditempatkan secara egaliter, dan bebas melangsungkan beragam tema diskusi, bahkan tema subversif sekalipun. Ruang publik yang ditemukannya terbagi dua, yakni ruang publik politik, dan ruang publik sastra.

Ruang publik politik bukan hanya menunjukkan keterbukaan ruang yang dapat diperoleh, tapi juga memperlihatkan bagaimana struktur sosial feodal semakin tidak dapat dipertahankan lagi. Sementara ruang publik sastra menunjukkan adanya kesadaran literasi masyarakat yang semakin meningkat seiring dengan kemunculan penerbitan-penerbitan, diskusi masyarakat tentang seni, estetika, serta sastra tersebar di seluruh Eropa.

Pemikiran Habermas tentang ruang publik dapat dipilah menjadi dua versi yakni ruang publik dalam buku The Structural Transformation of Public Sphere dan ruang publik dari buku Between Facts and Norms. Untuk buku pertama, ia menelaah ruang publik pertama kali di masa pencerahan Eropa yang dipraktekkan oleh bangsa borjuis.

Buku The Structural Transformation of Public Sphere menjelaskan ruang publik menempati posisi yang eksklusif, hanya ditujukan untuk mengeksplorasi pandangan tentang historisitas ruang publik. Sedangkan pada buku Between Facts and Norms, ruang publik diposisikan sebagai pondasi teori komprehensif tentang demokrasi deliberatif

Demokrasi deliberatif adalah varian demokrasi yang fokus pada isu legitimasi politik. Model ini merupakan arus balik dari demokrasi klasik ortodoks 

yang cenderung memahami ideal demokrasi dalam kerangka agregasi preferensi dan kepentingan warga negara melalui sarana konvensional, seperti voting dan lembaga perwakilan.

Inti dari demokrasi deliberatif bahwa suatu keputusan bersifat legitim apabila memperoleh persetujuan rasional melalui pertisipasi di dalam pertimbangan mendalam (deliberation) yang otentik oleh semua pihak yang punya kepentingan terhadap keputusan tersebut.

Tesis akhir terkait ruang publik memastikan masing-masing kelompok dan elemen masyarakat bisa membentuk ruang publiknya masing-masing dengan ciri khas dan usungan keprihatinan tertentu.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun