Mohon tunggu...
Andi Novriansyah Saputra
Andi Novriansyah Saputra Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer & Mahasiswa S2 Sekolah Tinggi Agama Islam Sadra

Kesungguhan dan kepercayaan diri akan menghasilkan sesuatu yang bernilai.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Substansial Berdasarkan Ashalatul Wujud dari Allama Tabataba'i

6 Maret 2024   15:57 Diperbarui: 6 Maret 2024   15:57 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada situasi menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2024, kehidupan bermasyarakat di Indonesia begitu ramai dipenuhi oleh perbincangan seputar politik. Khususnya terkait pilihan masing-masing figur yang berpotensi membuat masyarakat sebagai terkotak-kotakan.

Femonena terkotak-kotakannya masyarakat itu tidak lebih dari sekedar dampak proses demokrasi yang sedang dijalankan. Sekilas terlihat lumrah, tapi ternyata ada banyak dampak negatif yang terjadi akibat dari praktik politik yang tidak mengedepankan hal-hal substansial. Salah satu alasannya juga karena kesulitan masyarakat saat ini untuk menilai substansi politik dan gimmick politik.

Substansi politik tentunya harus lebih ditunjukkan agar sistem demokrasi yang seharusnya bisa segera terimplementasikan. Kemudian di sisi yang lain, membahas susbtansi politik dapat memberikan pendidikan politik bagi masyarakat. Namun pada praktiknya, seringkali politik substansial ditutupi oleh yang bersifat aksidental.

Seperti pada Pemilihan Umum (Pemilu) fenomena-fenomena yang dinilai merugikan proses demokrasi bangsa seperti, penyalahgunaan kekuasaan, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melahirkan politik dinasti, politik uang, kampanye hitam, intervensi aparat, hingga keikutsertaan kepala negara untuk memberikan dukungan kepada salah satu pasangan calon (paslon) Capres dan Cawapres dianggap lumrah dan sah.

Padahal semua fenomena itu jauh dari persoalan substansial dalam politik. Ringkasnya, substansi dalam politik adalah pembahasan mengenai cara mengatur kekuasaan, cara memimpin negara, menjalankan konstitusi dan Undang-Undang yang berlaku, menjamin kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat dan upaya lainnya untuk mempertahankan kemerdekaan negeri.

Pembagian mengenai apa saja hal-hal substansial dibahas dengan jelas oleh Sayyid Muhammad Husain Tabataba'i (Allama Tabataba'i). Merujuk dalam kitab Bidayah al-Hikmah karangannya, terdapat pembahasan mengenai Ashalatul Wujud (kemendasaran wujud), yang membedakan antara wujud dan mahiyah (esensi). Apa saja pembahasan yang bersifat substansial bermula dari penentuan wujudnya. Sementara aksiden merupakan bagian dari esensi.

Pengetahuan untuk membedakan dan memilah antara keduanya dapat mengantarkan publik pada pembahasan politik yang lebih substansial dan produktif untuk pikiran serta perilaku sehari-hari.

Ashalatul Wujud

Allama Tabataba'i menuliskan kitab Bidayah al-Hikmah untuk memperkenalkan pemikiran khasnya tentang filsafat. Secara garis besar, isinya tentang sifat dan makna keberadaan yang terbukti dengan sendirinya, konsep eksistensi bersifat univokal, esensi, kemendasaran wujud, realitas gradasi, seputar keberadaan, dan hukum kausalitas.

Kunci untuk memahami pembahasan dalam kitab tersebut adalah pada materi kemendasaran wujud. Perlu untuk membedakan apa yang disebut wujud dan apa yang disebut mahiyah (esensi atau kuiditas). Wujud berbeda dengan esensi. Wujud adalah segala sesuatu yang ada, tidak bisa didefinisikan dan hanya dapat dialami.

Sedangkan esensi yaitu jawaban dari pertanyaan "apa itu", seperti "apa itu kursi, apa itu manusia, dan sebagainya. Cara untuk menentukan antara wujud dan esensi misalnya, "manusia itu ada", ada berarti wujudnya dan kemanusiaannya berarti esensi. Memang, dalam dunia eksternal sulit membedakan antara wujud dan esensi. Pemilahan antara keduanya hanya bisa dilakukan di alam mental.

Contoh lainnya untuk memisahkan antara wujud dan esensi yaitu ketika seseorang melihat sebuah TV yang lebar dan besar di toko elektronik. Lalu ia menceritakan TV yang dilihatnya itu kepada temannya. Untuk konteks ini, yang dibahas oleh orang itu adalah esensi TV tadi. Sementara wujudnya sudah ditinggalkan adalah sebuah TV yang lebar dan besar di toko elektronik. Maka orang tersebut tidak perlu membawa TV yang lebar dan besar itu ketika menceritakannya kepada seorang teman.

Lebih jauh tentang ashalatul wujud atau kemendasaran wujud diungkapkan oleh Allama Tabataba'i bahwa manusia dalam alam eksternal merasakan yang panas dan dingin, serta melihat segala sesuatu yang di luar. Sehingga bisa menympulkan bahwa di luar itu ada. Sesuatu itu disebut ada wujud contohnya setelah melihat ada sapi, dan ada kambing. Sedangkan sapi dan kambing itu disebut mahiyah. Maka para filosof berpendapat bahwa wujud yang mendasari, bukan esensi.

Kaitannya dengan Politik Substansial

Memahami realitas kemendasaran wujud (ashalatul wujud) sebenarnya juga dapat membantu masyarakat untuk menilai substansi politik yang ditawarkan oleh para kandidat calon anggota legislatif (Caleg), hingga Capres dan Cawapres, tanpa kembali terjebak dalam permainan gimmick politik.

Atraksi berlebihan dalam praktik politik sebenarnya mendorong degradasi peran para politisi dan partai politik yang harusnya berperan dalam memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Akhirnya, setiap proses kampanye Pemilu dilaksanakan selalu saja ada "gerakan tambahan" demi mendapatkan simpati dari calon pemilih, bahkan yang tidak dibenarkan secara moral dan etika politik.

Bagi mereka yang menerima "gerakan tambahan" tersebut, baik berupa bantuan sosial dan uang secara cuma-cuma, hanya merasakan nikmatnya pada momen itu saja. Selebihnya, mereka telah menjual prinsip integritas, jujur dan adil dalam proses bernegara. Tentu dampak buruk itu dapat menjatuhkan martabat demokrasi sebagai sistem yang digunakan oleh negara.

Karena pada praktiknya, baik politisi dan konstituennya masih kesulitan untuk mendapatkan hal-hal substansial dalam politik. Maka untuk segera mendapatkan jawaban atas persoalan itu, memahami realitas kemendasaran wujud yang dipaparkan oleh Allama Tabataba'i bisa jadi jalan keluarnya.

Walaupun tidak secara eksplisit disebutkan, upaya pikiran untuk memilah antara wujud dan kuiditas, akan menemukan jawaban antara apa yang berefek dan apa yang sekedar bayangan dalam pikiran. Wujud itu punya dasar, dan punya efek realitas. Esensi atau kuiditas bukan wujud, tapi dapat berelasi dengan wujud. Semua apa yang disebut dengan partai politik politisi, serta beragam program yang ditawarkan, semua itu bersifat esensi. Ia sebenarnya terbentuk dalam alam mental sehingga tidak memberikan efek apa pun.

Contoh lainnya adalah melihat antara program atau janji politik yang diucapkan saat seorang politisi berkampanye, maka bagi seseorang yang sudah dapat melihat sesuatu berdasarkan kemendasaran wujud akan dapat membaginya menjadi program atau jani politik dengan realitas yang terjadi di daerahnya di alam pikiran. Namun di alam eksternal, kedua konsep itu adalah satu hal bukan dua hal.

Cara pandang itu diharapkan dapat melihat fenomena politik secara lebih jelas dan luas. Hanya dengan mengamati sekilas fenomena yang ada justru mempersempit persepsi publik. Sehingga sulit untuk menetapkan pilihan terbaik atau paling tidak membandingkan apa yang terbaik untuk persoalan yang dihadapi. Sebenarnya upaya melihat segala sesuatu berdasarkan kemendasaran wujud adalah sistem berpikir paling dasar dan mudah dilakukan oleh manusia.

Akan tetapi, realitas politik saat ini sudah banyak diwarnai oleh berbagai atraksi dan unsur-unsur bersifat aksiden yang menutupi hal-hal substansial. Maka setiap keputusan yang pada dasarnya mendegradasi kualitas politik dan demokrasi, justru dianggap lumrah bahkan diharuskan oleh masyarakat. Contoh sederhananya yaitu kebiasaan masyarakat meminta uang kepada para calon kepala daerah yang turun ke lapangan, akibat dari politik uang terus dibiasakan.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun