Mohon tunggu...
Andi Novriansyah Saputra
Andi Novriansyah Saputra Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer & Mahasiswa S2 Sekolah Tinggi Agama Islam Sadra

Kesungguhan dan kepercayaan diri akan menghasilkan sesuatu yang bernilai.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Karakteristik Capres Penerus Jokowi di 2024

11 Oktober 2022   14:46 Diperbarui: 11 Oktober 2022   15:15 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi saat menyampaikan pesan dari FIFA/www.presidenri.go.id

Pemilihan umum (Pemilu) tahun 2024 masih terlampau jauh, namun sejumlah elite serta partai politik mulai mengusung calon Presiden (capres) andalan masing-masing. Bertempat di Nasdem Tower, pada 3 Oktober 2022, Surya Paloh dan jajaran partai Nasional Demokrat (Nasdem) mendeklarasikan Anies Rasyid Baswedan sebagai capres pilihan mereka. Nama Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 tersebut memang selalu jadi langganan Top 3 survei elektabilitas bakal calon Presiden Republik Indonesia (RI).

Selain nama Anies, ada dua nama lainnya yang diprediksi akan menjadi penantang terkuat dalam konstelasi politik mendatang. Sebut saja Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah) dan Prabowo Subianto (Menteri Pertahanan RI). Keduanya bahkan sudah mempunyai basis pendukung di berbagai daerah. Nama pertama memang belum memperoleh restu dari partai politik tempatnya bernaung, tapi sejumlah relawan yang mengusungnya tampak yakin suara "akar rumput" akan didengar oleh kalangan elite.

Ajang pemilihan Presiden pada tahun 2024 mendatang disebut memuat topik-topik yang "seksi". Tidak hanya misi melanjutkan proyek strategis nasional peninggalan Presiden Joko Widodo (Jokowi), juga harus mempunyai ide dan gagasan yang segar untuk menarik simpati kaum milenial. Sejak Indonesia dilanda badai Covid-19, seluruh kepala daerah diinstruksikan oleh Presiden Jokowi untuk memanfaatkan kecanggihan teknologi agar roda pemerintahan dan ekonomi tetap berputar. Berbagai terobosan baru pun muncul hingga berhasil mendapat simpati dari generasi muda untuk ikut memberikan dampak perubahan terhadap negara.

Berbagai ide "canggih" itu tendensi bagi Presiden Jokowi memastikan program terus dijalankan meski pemimpin negeri sudah berubah. Maka besar kemungkinan pria asal Solo tersebut ikut andil menjadi King Maker dalam pemilu 2024 nanti.

Sikap Politik Jokowi

Publik dibuat heran dengan pertemuan mendadak antara Presiden Jokowi dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri di Istana Batu Tulis atau Hing Puri Bima Cakti, Bogor. Pertemuan yang terjadi pada 8 Oktober kemarin terus dikait-kaitkan dengan fenomena deklarasi beberapa nama calon Presiden di 2024.

Dikutip dari laman Kompas.com, Hasto Kristiyanto selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P mengungkap pertemuan kedua tokoh bangsa itu berlangsung dalam nuansa kerakyatan. Masih menurut Hasto, keduanya juga membahas serius terkait persiapan menuju pemilu 2024. Megawati dalam pertemuan tersebut (kata Hasto) berharap Presiden terpilih nantinya memiliki jiwa kepemimpinan yang berkesinambungan sejak Soekarno, Megawati dan Jokowi saat ini.

Jika ditelisik lebih dalam, penjelasan Hasto telah menggambarkan bahwa PDI-P sangat yakin untuk memajukan kader terbaiknya sebagai calon Presiden. Namun pertanyaannya apakah PDI-P tetap pada titah sang Ketua Umum untuk mendorong Puan Maharani atau kembali "terpaksa" melempar jubah trah Soekarno lalu diberikan kepada petugas partai seperti Ganjar Pranowo?.

Apabila kesinambungan jiwa pemimpin yang dimaksud dimaknai secara umum, tentu nama Puan Maharani yang muncul sesuai dengan harapan Megawati. Tapi jika kesinambungan yang dimaksud adalah karakteristik Jokowi, maka nama lain yang timbul. Ini memperkuat cap King Maker kepada Jokowi dalam pemilu 2024. Bukan perkara mudah juga untuk sang Presiden menentukan pilihannya. Karena dari partai politik tempatnya bernanung telah bersebaran dua nama dari "gorong-gorong" yang berbeda.

Sebenarnya ada satu opsi untuk Jokowi bila tidak ingin pusing menentukan calon pilihannya, yakni maju sebagai calon Wakil Presiden. Hanya saja etika politik Jokowi yang dikenal merakyat dan selalu melakukan regenerasi akan dipertaruhkan. Menurut Peneliti Ahli Utama Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Siti Zuhro, wacana untuk memajukan Jokowi sebagai cawapres sangat tidak sehat sebab akan menutup jalan bagi tokoh-tokoh nasional untuk bersaing menjadi pemimpin.

Ilustrasi pemilu/https://www.orbitdigitaldaily.com/wp-content/uploads/2019/04/
Ilustrasi pemilu/https://www.orbitdigitaldaily.com/wp-content/uploads/2019/04/

Selain itu generasi milenial juga akan memandang sinis, karena melanggar prinsip dalam hal mengikutsertakan anak muda atau tokoh baru untuk berkontribusi menyejahterakan bangsa. Generasi ini sudah sepatutnya menaruh harapan kehadiran wajah-wajah baru sebagai pemimpin mereka.

2024, Pemimpin Untuk Kaum Milenial

Survei dari Badan Pusat Statistik (BPS) diperkuat oleh hasil survei Litbang Kompas, menunjukkan bahwa hak suara pemilu 2024 didominasi oleh generasi milenial. Sekitar 60% jumlah suara dari mereka akan menjadi target empuk dari para calon pemimpin nasional yang ikut berkompetisi.

Menjadi tantangan baru bagi para calon pemimpin negara untuk mempersiapkan agenda politik berupa visi-misi yang mampu menyentuh pikiran mereka. Salah satu tantangan di masa sekarang adalah penanaman urgensi multikulturalisme. Generasi yang berada di usia produktif itu tentu tidak ingin menjadi korban selanjutnya dari politik identitas dan polarisasi yang dihasilkan. Mereka butuh sosok yang mampu mengakomodasi multikulturalisme ke tingkat yang dikatakan seorang filosof Prancis, Emmanuel Levinas yaitu The Face of the other.

Menurut Levinas (dalam artikel karya Biyanto (2020)), penampakan wajah bukanlah bagian dari aku, bukan juga diukur atas keinginan aku dan menganggap yang lain berbeda dari aku. Tapi menyatukan hubungan aku dengan yang lain menjadi satu kesatuan tanpa kekerasan. Adanya yang lain menghadirkan kedamaian dan kultur positif untuk kehidupan. Pemimpin masa depan Indonesia diharapkan mampu meramu multikulturalisme yang dihubungkan lewat rasa empati dan nir-kepentingan.

Karakter lain yang harus dimiliki oleh penerus Jokowi sebagai Presiden adalah menjadi teladan yang baik. Kepemimpinan untuk kaum milenial khususnya wajib menunjukkan jiwa kepemimpinannya. Karena generasi muda yang mulai terlibat dalam urusan pembangunan negeri tidak akan mengambil jauh-jauh sosok teladannya. Dengan melihat sikap pemimpinnya sudah memberi pengaruh terhadap dirinya. Tidak hanya membangun sikap baik, tapi juga efektifitas pembangunan ikut meningkat dengan adanya antusiasme dari pengaruh pemimpin.

Rasa tanggung jawab juga jadi karakteristik selanjutnya bagi penerus Jokowi. Terakhir, Presiden dari partai politik PDI-P tersebut ikut andil dalam menuntaskan tragedi kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan, Malang. Pemimpin seharusnya menjadi sosok pendengar yang baik, fokus membimbing dalam menawarkan solusi. Tentunya di era berkemajuan saat ini, dibutuhkan solusi out of the box dari pandangan jauh ke depan dan pengetahuan yang luas.

Masih banyak sebenarnya karakteristik bagi seorang calon pemimpin bangsa ini di masa mendatang. Beberapa poin tadi sudah termasuk keywords dalam merencanakan revolusi mental bangsa dan negara, khususnya dalam memimpin kaum milenial di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun