Saat ini, perkembangan teknologi tidak bisa dipungkiri. Hampir setiap aspek kehidupan manusia membutuhkan teknologi, baik dari bidang industri, pendidikan, hingga sosial. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan bahwa penggunaan gawai bisa menjadi pisau bermata dua bagi pemakainya. Penggunaan gawai bisa memberikan dampak positif maupun negatif tergantung dari bagaimana cara kita memanfaatkan kemajuan teknologi yang ada.
Di Indonesia, rata-rata durasi yang dihabiskan seseorang berada di depan gawai semakin meningkat sejak adanya Covid-19 pada tahun 2020 lalu. Hal ini berdasarkan laporan State of Mobile 2024 dari Data.ai, laporan tersebut menyebutkan bahwa pada tahun 2020 tercatat rata-rata warga Indonesia menggunakan gawai selama 5,63 jam per hari.
Kemudian, pada tahun 2021, rata-rata durasi penggunaan perangkat mobile warga Indonesia naik menjadi 5,99 jam per hari.
Angkanya kembali meningkat hingga level tertinggi dalam empat tahun terakhir, yaitu pada tahun 2022 dengan durasi rata-rata mencapai 6,14 jam per hari. Namun, rata-rata durasi penggunaan gawai turun menjadi 6,05 jam per hari pada tahun 2023. Meski begitu, tetap harus kita waspadai karena Indonesia masih menjadi negara dengan waktu penggunaan gawai yang melampaui rata-rata 6 jam per hari.
Hal itu menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan pengguna aktif smartphone terbesar keempat di dunia setelah negara Cina, India, dan Amerika.
Di lain sisi, berdasarkan data BPS, jumlah pengguna gawai untuk anak usia dini di Indonesia sebanyak 33,44%, dengan rincian 25,5% pengguna anak berusia 0-4 tahun dan 52,76% anak berusia 5-6 tahun.
Ditambah dengan survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang menyatakan bahwa lebih dari 71,3% anak usia sekolah telah memiliki gawai. Dari kumpulan data di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pengguna gawai di Indonesia yang melampaui rata-rata waktu normal adalah anak dengan usia sekolah.
Adapun faktor yang memengaruhi hal diatas, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ditimbulkan dari dalam diri seorang anak. Menghabiskan banyak waktu dengan gawai bisa merangsang otak untuk mengeluarkan hormon dopamin secara berlebihan. Hormon dopamin adalah hormon yang berperan dalam menciptakan perasaan bahagia.
Keberadaan hormon ini tidak memberikan dampak negatif apabila jumlah yang diproduksi tidak berlebihan. Sebab, kadar dopamin yang berlebih bisa berpengaruh pada kerja otak dalam mengatur suasana hati dan emosi yang berujung pada timbulnya perasaan “euforia”. Jika hal ini terjadi terus-menerus maka bisa menyebabkan kecanduan pada anak.
Adapun faktor yang kedua yaitu faktor eksternal. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari lingkungan sekitar. Peran orang tua sangat dibutuhkan dalam mengawasi aktivitas yang dilakukan anak. Namun, tidak sedikit orang tua yang kurang membatasi interaksi anak dengan gawai.
Orang tua memberikan gawai kepada anak dengan alasan yang beragam, mulai dari menunjang pendidikan, alat berkomunikasi, alat bermain, dan media menyenangkan bagi anak. Meski begitu, pembatasan dan pengawasan tetap harus diberlakukan agar anak tidak mengalami kecanduan.
Kecanduan gawai bisa memberikan dampak buruk bagi anak, salah satunya adalah perubahan karakter. Contohnya adalah anak menjadi individualis dan kurang bergaul dengan teman sekitarnya. Kurangnya pergaulan dengan orang sekitar bisa berdampak pada terhambatnya kemampuan komunikasi dan bersosialisasi di lingkungan masyarakat. Tidak hanya itu, kecanduan gawai juga bisa berdampak pada kesehatan mental.
Direktur Utama RSJ dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor, Dr. Fidiansjah Sp.KJ, menyebutkan bahwa jumlah anak kecanduan gawai di Indonesia yang mengalami temper tantrum semakin meningkat setiap harinya. Temper tantrum adalah amarah yang terjadi pada saat anak mengalami penolakan. Amarah yang meletup ini dikarenakan kehabisan kuota internet yang digunakan untuk mengakses game online.
Melihat dari dampak yang ditimbulkan, dibutuhkan tindakan untuk menarik perhatian anak agar tidak terlalu fokus pada gawai. Salah satunya dengan cara membuat aktivitas menyenangkan yang dilakukan oleh orang tua dan anak, seperti berkebun, bersepeda, dan bermain bersama. Menghabiskan banyak waktu dengan orang tua memberikan dampak yang besar bagi anak.
Anak akan merasa lebih percaya diri ketika orang tua menunjukkan nilai positif terhadap diri mereka sendiri tanpa merendahkan orang lain. Keluarga juga mempunyai peran untuk membantu anak mengembangkan keterampilan yang mereka miliki melalui komunikasi sosial dan pemecahan masalah. Dengan demikian, anak akan terbantu untuk meningkatkan prestasi baik secara akademik maupun nonakademik.
Selain itu, berikan batasan kepada anak terkait waktu penggunaan gawai. Tentukan durasi dan jadwal untuk bermain gawai, misalnya 1–2 jam dalam sehari. Tidak hanya itu, orang tua juga harus memberikan konsekuensi hukuman apabila anak melanggar aturan tersebut. Dengan menerapkan aturan seperti ini, anak bisa belajar untuk disiplin dalam menggunakan waktu serta berani bertanggung jawab dengan kesalahan yang dilakukan.
Terakhir, berikan contoh secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Banyak dari orang tua yang hanya memerintahkan anaknya untuk melakukan ini dan jangan melakukan itu. Namun, orang tua sendiri tidak memberikan teladan langsung melalui perilakunya ketika di rumah. Anak akan merasa bahwa tindakan tersebut tidak adil baginya.
Apabila orang tua menyuruh anak untuk tidak menggunakan gawai dalam waktu yang lama, maka orang tua juga tidak boleh berlama-lama dengan gawainya. Orang tua bisa mengganti hal tersebut dengan memanfaatkan waktu ketika di rumah untuk menghabiskan waktu bersama anak dan saling bertukar cerita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H