Mohon tunggu...
Andini Zahrah Fitria
Andini Zahrah Fitria Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Gizi Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Belenggu Gawai bagi Anak di Era Digitalisasi

4 Desember 2024   13:37 Diperbarui: 4 Desember 2024   13:37 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: Data Pribadi)

Orang tua memberikan gawai kepada anak dengan alasan yang beragam, mulai dari menunjang pendidikan, alat berkomunikasi, alat bermain, dan media menyenangkan bagi anak. Meski begitu, pembatasan dan pengawasan tetap harus diberlakukan agar anak tidak mengalami kecanduan.

Kecanduan gawai bisa memberikan dampak buruk bagi anak, salah satunya adalah perubahan karakter. Contohnya adalah anak menjadi individualis dan kurang bergaul dengan teman sekitarnya. Kurangnya pergaulan dengan orang sekitar bisa berdampak pada terhambatnya kemampuan komunikasi dan bersosialisasi di lingkungan masyarakat. Tidak hanya itu, kecanduan gawai juga bisa berdampak pada kesehatan mental. 

Direktur Utama RSJ dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor, Dr. Fidiansjah Sp.KJ, menyebutkan bahwa jumlah anak kecanduan gawai di Indonesia yang mengalami temper tantrum semakin meningkat setiap harinya. Temper tantrum adalah amarah yang terjadi pada saat anak mengalami penolakan. Amarah yang meletup ini dikarenakan kehabisan kuota internet yang digunakan untuk mengakses game online.

Melihat dari dampak yang ditimbulkan, dibutuhkan tindakan untuk menarik perhatian anak agar tidak terlalu fokus pada gawai. Salah satunya dengan cara membuat aktivitas menyenangkan yang dilakukan oleh orang tua dan anak, seperti berkebun, bersepeda, dan bermain bersama. Menghabiskan banyak waktu dengan orang tua memberikan dampak yang besar bagi anak. 

Anak akan merasa lebih percaya diri ketika orang tua menunjukkan nilai positif terhadap diri mereka sendiri tanpa merendahkan orang lain. Keluarga juga mempunyai peran untuk membantu anak mengembangkan keterampilan yang mereka miliki melalui komunikasi sosial dan pemecahan masalah. Dengan demikian, anak akan terbantu untuk meningkatkan prestasi baik secara akademik maupun nonakademik.

Selain itu, berikan batasan kepada anak terkait waktu penggunaan gawai. Tentukan durasi dan jadwal untuk bermain gawai, misalnya 1–2 jam dalam sehari. Tidak hanya itu, orang tua juga harus memberikan konsekuensi hukuman apabila anak melanggar aturan tersebut. Dengan menerapkan aturan seperti ini, anak bisa belajar untuk disiplin dalam menggunakan waktu serta berani bertanggung jawab dengan kesalahan yang dilakukan.

Terakhir, berikan contoh secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Banyak dari orang tua yang hanya memerintahkan anaknya untuk melakukan ini dan jangan melakukan itu. Namun, orang tua sendiri tidak memberikan teladan langsung melalui perilakunya ketika di rumah. Anak akan merasa bahwa tindakan tersebut tidak adil baginya. 

Apabila orang tua menyuruh anak untuk tidak menggunakan gawai dalam waktu yang lama, maka orang tua juga tidak boleh berlama-lama dengan gawainya. Orang tua bisa mengganti hal tersebut dengan memanfaatkan waktu ketika di rumah untuk menghabiskan waktu bersama anak dan saling bertukar cerita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun