Drama adalah jenis karya sastra yang ditulis dalam dialog dan dimaksudkan untuk dipentaskan dalam
pertunjukan yang dilakukan oleh para aktor. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), drama adalah komposisi puisi atau prosa yang diharapkan dapat menjelaskan kehidupan dan karakter melalui tindakan dan dialog yang dipentaskan. Sama seperti karya sastra lainnya, drama biasanya berisi hal mimesis atau merupakan tiruan dari kehidupan yang sebenarnya.
Berdasarkan hal tersebut, maka drama sering kali berisi hal-hal yang dapat dijadikan acuan atau pelajaran untuk menjalani kehidupan. Seperti misalnya kisah percintaan, nilai moral, politik, ekonomi, mistis, mitos atau bahkan konflik sosial. Selain daripada itu, dalam pementasan drama juga sering menampilkan cerita-cerita rakyat yang memang sudah dikenal oleh masyarakat.
Pementasan drama cerita rakyat tentunya sangat disukai oleh masyarakat, meski cerita rakyat sendiri sudah bisa ditemukan secara mudah melalui laman google, nyatanya menyaksikan sebuah video yang berisi visualisasi manusia lebih menarik ketimbang membaca teks, karena pada dasarnya manusia lebih cepat memproses gambar dibandingkan teks.Â
Menurut Nelson dalam bukunya yang membahas tentang "Teori Semantik Sensorik", gambar menilai makna lebih langsung daripada kata-kata. Oleh karena itu, karena penyandian untuk gambar tampaknya lebih unggul (berlawanan dengan penyandian untuk kata-kata), hasilnya adalah pikiran yang memiliki ingatan yang lebih besar untuk gambar.
Salah satu cerita rakyat Indonesia yang terkenal adalah kisah tentang Manik Angkeran, cerita rakyat ini berasal dari daerah pulau Bali. Manik adalah putra dari seorang Brahmana bernama Sidhimantra, ia memiliki otak yang cerdas namun mudah dipengaruhi oleh teman-temannya.Â
Pada suatu ketika, ia melihat orang-orang sedang berjudi dan menyabung ayam. Ia amat tertarik dan ingin ikut serta dalam perjudian tersebut, hingga akhirnya ia memutuskan untuk memecahkan celengannya dan membeli seekor ayam. Manik berpikir bahwa menyabung ayam adalah cara mudah untuk mendapatkan uang, namun sayang sekali nyatanya tak semudah itu. Berkali-kali Manik kalah dalam perjudian tersebut, hingga akhirnya ia terlilit oleh hutang piutang.Â
Namun hal itu tidak membuatnya jera, ia bahkan mencuri harta ayahnya sendiri kemudian dipakai untuk berjudi. Perjudian itu membawanya pada kesialan, mulai dari terlilit hutang, durhaka kepada ayahnya hingga mati di tangan Naga Besukih. Seekor Naga yang telah membantu ayahnya untuk melunasi hutangnya, namun karena keserakahannya ia habis di tangan Naga Besukih.
Berikut hasil pembahasan terkait "Nilai Moral Dalam Cerita Rakyat Durjana : Manik Angkeran Oleh Teater Katak". Dengan menggunakan teori Nurgiyantoro, yang membagi nilai moral (1) nilai moral berhubungan dengan Tuhan, (2) nilai moral berhubungan dengan sosial, dan (3) nilai moral berhubungan dengan kepribadian.
1. Nilai Moral Berhubungan Dengan Sosial
a. Pada menit ke 29:59, terdapat adegan di mana masyarakat melakukan perjudian sembari bermabuk-mabukan. Hal tersebut tentunya tidak sesuai dengan nilai moral yang berlaku dalam masyarakat, khususnya di Indonesia. Di Indonesia sendiri bermabuk-mabukan di muka umum adalah hal yang ilegal, karena dapat berdampak buruk pada lingkungan sekitar. Nilai moral yang dapat diambil dalam adegan tersebut adalah bahwa kita sebagai masyarakat sepatutnya patuh dengan norma dan peraturan yang ada dalam masyarakat, agar menciptakan lingkungan yang tentram dan damai.
b. "Ngomong-ngomong bicara soal emas, aku tidak ingat apa-apa. Tapi kalian tau tidak. Si anak Brahmana itu terlilit hutang" -- Indra
"Lagi, dia tidak bisa belajarkah dari kemarin-kemarin"
"Betul, betul sekali. Padahal ya, dia anak keturunan Brahmana. Dan seharusnya memiliki martabat yang tinggi bukan?" -- Ajeng
"Betul, kasihan sekali Bapaknya sudah capek sendiri banting tulang, dia anak semata wayangnya pula" -- Ayana
"emang kerjanya banting tulang?" -- Indra
"Tulang? Bukan, banting kartu kali" -- Ajeng
Mereka berempat tertawa terbahak-bahak.
"Eh eh eh, itu mah Manik Angkeran"
Mereka kembali menertawakan Manik Angkeran.
Dialog tersebut terjadi pada menit ke 18:04 -- 18:52. Seperti pada data sebelumnya, dialog tersebut berisi sekumpulan teman Manik yang membicarakan terkait permasalahan hutang piutang Manik. Mereka menertawakan dan sebenarnya menyayangkan kelakuan buruk Manik yang merupakan keturunan anak Brahmana yaitu Empu Sidhimantra. Berkaitan dengan hal tersebut, nilai moral yang dapat diambil adalah bahwa memang pada dasarnya setiap orang memiliki permasalahan hidupnya masing-masing, namun bukan berarti kita berhak untuk membicarakannya atau menjadikan hal tersebut sebagai sebuah olokan.
2. Nilai Moral Berhubungan Dengan Kepribadian
a. Pada menit ke 55:45, Manik pergi ke gunung Agung untuk meminta emas pada Naga Besukih, namun ketika Naga Besukih ingin mengabulkan keinginan Manik, Manik justru memotong ekor Naga Besukih yang memiliki sisik emas. Dan Manik merasa bahwa sisik emas itu lebih berharga dibanding emas yang diberikan oleh Naga Besukih. Hal itu membuat Naga Besukih murka dan Manik mati menjadi abu karena terkena semburan api dari Naga Besukih.
"Ekor sisik emas ini, akan membuat aku kaya" -- Manik Angkeran
Nilai moral yang dapat diambil dalam adegan tersebut adalah kita harus mempunyai rasa terima kasih terhadap orang lain yang ingin memberikan bantuan kepada kita, hendaklah kita merasa cukup atas apa yang telah diberikan dan jangan tamak. Karena ketamakan dapat membuat kita sengsara dan celaka, seperti apa yang dirasakan oleh Manik Angkeran.
Berdasarkan data yang telah ditampilkan, terdapat nilai moral dalam cerita rakyat "Durjana : Manik Angkeran". Data tersebut ditemukan berdasarkan teori Nurgiyantoro. Nilai moral yang terkandung dalam cerita rakyat tersebut berhubungan dengan nilai moral sosial dan nilai moral kepribadian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H