Mohon tunggu...
Andini Safitri
Andini Safitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswi Hukum Pidana Islam, Fakultas Syari'ah dan Hukum, UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Konflik Nilai antara Hukum Adat dan Hukum Islam dalam Masyarakat Pluralis

17 Desember 2024   01:05 Diperbarui: 17 Desember 2024   01:05 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia dengan keberagaman budaya dan agama yang kaya, merupakan rumah bagi beragam sistem hukum. Di satu sisi, kita mengenal hukum adat yang telah mengakar kuat dalam masyarakat sejak zaman nenek moyang. Di sisi lain, hukum Islam juga memiliki pengaruh yang signifikan, terutama di kalangan masyarakat Muslim. Pertemuan antara kedua sistem hukum ini seringkali memunculkan dinamika yang menarik, termasuk konflik nilai.

Konflik nilai antara hukum adat dan Islam bukanlah hal yang baru di Indonesia. Perbedaan dari nilai-nilai dasar, pandangan tentang kehidupan, dan cara menyelesaikan masalah seringkali menjadi sumber perselisihan. Misalnya, dalam hal hukum waris, hukum adat mungkin lebih menekankan pada garis keturunan matrilineal atau patrilinear, sementara hukum Islam memiliki aturan yang lebih baku. Perbedaan ini dapat memicu konflik, terutama dalam keluarga yang menganut kedua sistem hukum tersebut.

Masyarakat pluralis seperti Indonesia, dengan beragam suku, agama, dan budaya, menjadi arena yang subur bagi munculnya konflik nilai. Di satau sisi, masyarakat menghargai keberagaman dan kebebasan beragama. Di sisi lain, adanya perbedaan dalam nilai-nilai dapat memicu perpecahan dan konflik. Konflik nilai antara hukum adat dan hukum Islam seringkali salah satu pemicu terjadinya konflik sosial.

Dalam negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebhinekaan, konflik nilai antara hukum adat dan hukum Islam menjadi tantangan yang serius. Di satu sisi, negara perlu mengakui dan menghormati keberadaan hukum adat sebagai bagian dari warisan budaya bangsa. Di sisi lain, negara juga memiliki kewajiban untuk menjaga ketertiban dan keadilan bagi seluruh warga negara, termasuk mereka yang menganut hukum Islam.

Konsep Hukum Islam dan Hukum Adat

Kajian mengenai hubungan antara hukum Islam dan hukum adat menjadi topik yang menarik dalam studi hukum, terutama karena keduanya sering berinteraksi dalam mengatur perilaku masyarakat. Dalam banyak kasus, terdapat irisan antara keduanya, bahkan tidak jarang terjadi kolaborasi dalam penerapannya. Namun, tanpa pemahaman yang mendalam, potensi konflik atau kontraproduktivitas dapat muncul, sehingga menciptakan kebingungan di kalangan masyarakat dalam memilih untuk mngikuti hukum Islam atau hukum adat. Oleh karena itu, penting untuk memahami kedua sistem hukum ini secara menyeluruh agar harmoni antara keduanya tercapai.

Dalam literatur hukum Islam, sejak masa lalu telah dikenal kajian mengenai 'urf atau al-'adah. Kajian ini membahas tradisi-tradisi yang berkembang di masyarakat, di mana tradisi yang dianggap baik akan dikategorikan sebagai 'urf. Jika tradisi tersebut dinilai sesuai dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum Islam, maka tradisi tersebut dapat diakui dan diangkat statusnya menjadi bagian dari hukum Islam.[1]

Hukum Islam dan hukum adat merupakan bagian dari sistem hukum yang berlaku di Indonesia selain hukum perundang-undangan. Konsep hukum Islam berbeda dari konsep hukum perundang-undangan, karena ajaran Islam meyakini hukum-hukumnya sebagai aturan yang bersumber dari wahyu Illahi, dan dengan demikian, hukum perundang-undangan yang merupakan konsep hukum karya manusia memiliki ciri khas yang berbeda dari hukum Islam.

Abd. Shomad mengungkapkan bahwa hukum Islam memiliki karakteristik unik yang membedakannya dari sistem hukum lainnya, salah satunya adalah adanya dua jenis sumber hukum. Pertama, sumber hukum Naqly yang meliputi al-Qur'an dan As-Sunnah, sebagai pedoman utama. Kedua, sumber hukum Aqly, yaitu hasil pemikiran rasional melalui berbagai metode untuk menentukan hukum. Hukum Islam sendiri telah menjadi bagian penting dalam pembangunan hukum nasional, bahkan sejak sebelum Indonesia merdeka. Namun, pada masa kolonial, beberapa aspek hukum Islam dilebur dalam hukum adat, sehingga di beberapa daerah seperti Gorontalo, Minangkabau, dan Bolaang Mongondow muncul istilah "adat bersendi syara'."[2]

Hukum adat secara sederhana adalah kumpulan aturan-aturan yang terbentuk secara alami dari kebiasaan sehari-hari masyarakat. Aturan-aturan ini bukan berasal dari undang-undang tertulis, melainkan dari tradisi dan nilai-nilai yang diwariskan turun-temurun. R. Soepomo, seorang tokoh hukum Indonesia, melihat hukum adat sebagai sebuah sistem yang unik. Beliau berpendapat bahwa hukum adat itu sebagian besar terdiri dari kebiasaan-kebiasaan yang sudah lama ada, dan sebagian kecil dipengaruhi oleh ajaran Islam. Uniknya, hukum adat ini seringkali digunakan sebagai pelengkap dalam menyelesaikan perkara-perkara hukum, terutama di daerah-daerah yang masih kuat memegang tradisi. Berdasarkan rumusan ini, hukum adat adalah hukum tidak tertulis yang sebagian besar adalah hukum kebiasaan dan sebagian kecil adalah hukum Islam, dan diterapkan dalam peradilan adat (adatrechtspraak).[3]

Sumber-Sumber Konflik Nilai

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun