Perlindungan terhadap guru dan perlindungan anak di Indonesia merupakan dua aspek yang saling terkait dalam konteks pendidikan. Dalam beberapa tahun terakhir, perhatian terhadap perlindungan guru semakin meningkat, terutama terkait dengan kekerasan dan kriminalisasi yang mereka hadapi saat menjalankan tugas mendidik. Di sisi lain, perlindungan anak juga menjadi prioritas utama dalam kebijakan pendidikan.
Regulasi yang Ada
Perlindungan guru telah diatur dalam berbagai undang-undang, termasuk Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pasal 39 dari undang-undang ini menyatakan bahwa semua satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan hukum, profesi, keselamatan, dan kesehatan kerja bagi guru
Perlindungan hukum ini mencakup perlindungan dari tindakan kekerasan, ancaman, dan intimidasi baik dari siswa maupun orang tua siswa
Usulan Pembentukan UU Perlindungan Guru
Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mengusulkan pembentukan Undang-Undang Perlindungan Guru untuk mencegah kriminalisasi terhadap tenaga pendidik. Ia menekankan pentingnya memberikan ruang bagi guru untuk mendidik dengan cara disiplin tanpa takut akan konsekuensi hukum
 Kasus-kasus kekerasan terhadap guru, seperti yang terjadi di Bengkulu dan Sidoarjo, menunjukkan betapa rentannya posisi guru dalam menghadapi tuduhan ketika mereka mencoba mendisiplinkan siswa
Undang-Undang Perlindungan Anak
Di sisi lain, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menekankan hak anak untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan fisik dan mental. Pasal 54 undang-undang ini memberikan dasar hukum bagi anak dan orang tua untuk mengajukan pengaduan jika terjadi tindakan kekerasan oleh pendidik, meskipun bertujuan baik, penerapan undang-undang ini sering kali menimbulkan dilema bagi guru yang berusaha mendisiplinkan siswa. Keseimbangan antara Perlindungan Guru dan Anak
Tantangan dalam Implementasi
Kedua undang-undang ini menunjukkan bahwa terdapat kebutuhan mendesak untuk menciptakan keseimbangan antara perlindungan guru dan perlindungan anak. Banyak pihak berpendapat bahwa undang-undang perlindungan anak tidak seharusnya digunakan sebagai senjata untuk menyerang guru yang bertugas mendidik dengan cara disiplin