Mohon tunggu...
Andini Rahayu
Andini Rahayu Mohon Tunggu... Guru - guru, pemerhati pendidikan

Reading, Watching, Enjoying Seafood! Welcome to heaven!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Warisan Ki Hadjar Dewantara: Menggali Kembali Pemikiran Dasar Pendidikan Indonesia

5 November 2023   06:59 Diperbarui: 5 November 2023   07:07 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Apa yang pertama kali terpikir saat ada yang menyebut kata Ki Hadjar Dewantara? Tentu semua lazim mengaitkannya dengan Bapak Pendidikan Indonesia. Namun, tak banyak yang benar-benar memahami pemikiran-pemikiran beliau yang mendasari pendidikan negeri ini, bahkan para pendidik sekalipun.

Dasar Pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara yang pertama adalah M E N U N T U N; pendidikan bertujuan menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Dasar pendidikan yang kedua adalah M E R D E K A; Maksud pengajaran dan pendidikanyang berguna untuk perikehidupan bersama ialah memerdekakan manusia sebagai bagian dari persatuan (rakyat); Manusia merdeka adalah manusia yang hidupnya lahir atau batin tidak tergantung kepada orang lain, akan tetapi pada bersandar pada kekuatan sendiri. Dasar pendidikan ketiga BERMAIN; bermain adalah tuntutan jiwa anak. Dengan bermain anak belajar. Dasar pendidikan keempat adalah BELAJAR BUDI PEKERTI; Anak bukan kertas kosong, melainkan lahir dengan kekuatan kodrat yang masih samar-samar, pendidikanlah yang menebalkan lakunya dengan kekuatan konteks diri anak dan sosiokulturalbudaya sehingga muncullah budi pekerti (karakter) yang baik. Dasar pendidikan selanjutnya adalah BERHAMBA PADA ANAK; bebas dari segala ikatan, suci hati mendekati sang anak, bukan untuk meminta sesuatu hak artinya pendidikan harus selalu berpihak pada anak.

Mengingat begitu mendasarnya pemikiran Ki Hadjar Dewantara akan pendidikan di atas, pantaslah kiranya pemikiran beliau dijadikan fondasi pendidikan bangsa ini. Sudah seharusnya pada era sekarang ini kita sebagai pendidik kembali ke akar pemikiran pendidikan Indonesia yaitu pendidikan yang bermuara pada terbentuknya kemuliaan diri sebagai seorang manusia yang mampu memuliakan orang lain sehingga dapat merdeka lahir batin membentuk manusia yang berbudaya dan beradab. Hal ini tentu akan terus relevan sampai kapanpun. Program Guru Penggerak menguatkan kembali kesadaran akan pemikiran Ki Hadjar Dewantara sebagai dasar pendidikan Indonesia.

Refleksi dari Pengetahuan dan Pengalaman Baru

Program Guru Penggerak diawali dengan modul 1.1 yang mengandung materi yang menggugah berisi pemikiran-pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Manapaki setiap alurnya akan membuat perasaan bercampur aduk naik turun seperti menaiki wahana permainan roller coster. Mulai dari kagum akan sosok Ki Hadjar Dewantara. Takjub karena begitu revolusioner dan visioner pada zamannya, perasaan juga mulai terganggu karena pembelajaran yang kini dilakukan jauh menyimpang dari prinsip-prinsip pendidikan beliau. Timbul pula kekecewaan mengapa dulu sebagai murid mungkin kita tidak mendapat pendidikan dan pengajaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip ini,  muncul rasa senang karena kini mendapat pencerahan, datang lagi rasa takut apakah akan bisa menjalankan pemikiran luhur Ki Hadjar, tiba-tiba teringat akan guru yang sudah menginspirasi dan memotivasi saat sekolah dulu sehingga muncul rasa tentram sampai kepada rasa optimis bisa menjadi pendidik yang menuntun dan memerdekakan. Berikut tabel refleksi sebelum dan setelah mempelajari Pemikiran Ki Hadjar Dewantara dan segitiga refleksinya.

Sebelum

Setelah

Sebelumnya saya menganggap anak-anak didik saya adalah kertas kosong yang belum mengerti apa-apa. Sebelumnya, saya percaya kalau mereka adalah gelas kosong yang harus saya isi dengan pengetahuan.

Setelah mempelajari pemikiran-pemikiran Ki Hadjar ternyata mereka tidak sepenuhnya polos mereka sudah memiliki kodrat keadaannya masing-masing. Benar mereka adalah kertas dengan tulisan samar yang masing-masing berbeda satu dengan lainnya karena dibentuk oleh sifat biologis, keadaan keluarga, asal-usul daerah, dan lingkungan yang berbeda. Mereka sudah memiliki bawaan sifat dan saya sebagai pendidiklah yang memiliki kuasa untuk menebalkan laku baiknya.

Saya percaya kalau ketegasan dan ancaman perlu dilakukan demi keberlangsungan pembelajaran yang efektif.

Bermain adalah tuntutan jiwa anak. Justru anak dapat belajar dalam permainan. Bermain dapat membahagiakan dan dapat dijadikan sarana pembelajaran.

Saya menganggap metode yang saja sajikan sudah paling tepat untuk anak dan efektif sesuai dengan alokasi waktu pembelajaran

Belajar harusnya menyenangkan, membahagiakan, dan memerdekakan anak, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

 

Proses Pembelajaran yang mencerminkan Pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam Konteks Sosial Budaya di kelas

Sesuai dengan konteks sosial budaya masyarakat sub-urban Kabupaten Tangerang sebagai penyangga ibukota, masyarakatnya lekat dengan keragaman dan pendatang. Toleransi dan keterbukaan sudah bukan hal yang asing dalam keseharian.  Hal ini dapat diadaptasi dalam proses pembelajaran dengan menerapkan 4 kata ajaib di kelas, yaitu: tolong, terima kasih, maaf, dan permisi. Penerapan 5S (senyum, salam, sapa, sopan, santun) di kelas juga sesuai dengan sifat keterbukaan penduduk lokal Kabupaten Tangerang. Dengan demikian diharapkan dapat mempertebal budi pekerti siswa

Agar mencerminkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara, pembelajaran di kelas harus segera berubah. Jika sebelumnya pembelajaran terfokus pada guru, kini pembelajaran harus lebih berpusat pada siswa.  Di awal pembelajaran, ada kesepakatan kelas yang disepakati kedua belah pihak baik guru maupun siswa. Biasanya tata tertib atau aturan datang dari guru saja. Kini siswa juga mesti dilibatkan dalam hal ini agar suasana kelas menyenangkan, serius tapi santai, seru tetapi tetap fokus. Refleksi belajar juga dibiasakan di akhir pembelajaran.

Untuk menyesuaikan dengan kodrat zaman, pembelajaran juga mesti beradaptasi dengan perkembangan zaman. Gawai dan teknologi pembelajaran dapat dimanfaatkan dalam kegiatan belajar mengajar. Penggunaannya dalam kegiatan belajar mengajar dapat dicontohkan berikut ini. Penggunaan google form, drive, dan email untuk pengumpulan tugas; penggunaan aplikasi seperti e-PUSNAS, KBBI V, Canva, ChatGPT untuk menjelajah materi; penggunaan aplikasi pemungutan suara dan memilih kelompok seperti Wheel of Names, Random Picker;  Penggunaan quizizz, googleform untuk pembuatan soal; serta penggunaan Jamboard dan Padlet untuk refleksi pembelajaran.

Semoga dengan perubahan yang dijalankan, tujuan pendidikan yang diidam-idamkan agar anak mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat dapat tercapai. Kita bisa menjadi pendidik yang bahagia dan memerdekakan. Hingga kelak setelah lulus, anak-anak rindu rasanya saat-saat belajar di sekolah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun