Mohon tunggu...
Andini Parameswari
Andini Parameswari Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa Antropologi Budaya, Universitas Gadjah Mada. Staff Bidang Pendidikan, Pelatihan, dan Penelitian Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca DIY.

Seorang gadis yang gemar membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dari Perempuan Untuk Perempuan: Dapatkah Perempuan Membebaskan Kaumnya?

30 November 2024   16:54 Diperbarui: 30 November 2024   20:45 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kekerasan Terhadap Perempuan. (Sumber:istockphoto.com)

Pandangan kepatutan peran juga sering mewarnai ketimpangan gender yang ada dalam masyarakat. Pandangan "orang lain" dalam menentukan kepatutan gender juga semakin mempersulit posisi perempuan. Ketimpangan gender dapat disebabkan oleh adanya relasi kuasa dan ekonomi. Sebagai contoh adalah penindasan simbolik yang membuat ketimpangan relasi gender Kartini  dan suami yang menikah menjadi istri kedua, demi menyelamatkan posisi ayahnya (bawahan bupati). Contoh lain yang merupakan penindasan simbolik adalah Siti Nurbaya yang menikah dengan Datuk Maringgih demi membayar hutang ibunya (perempuan menindas perempuan).

Sampai saat ini kontruksi gender dan ketimpangannya masih menjadi bahasan baik dalam ranah intelektual maupun masyarakat pada umumnya. Belum ada solusi pasti yang dapat diberikan kepada perempuan baik sesama perempuan ataupun dalam kehidupan sosial. Masyarakat belum bisa membuat terobosan "ruang" ramah perempuan yang menjamin keamanan dan kenyamanan perempuan. Perlu adanya kontruksi ideologi yang berakar pada budaya dengan konstruk agama.  Kontruksi gender yang pasif perlu didekontruksi dan rekontruksi ulang, sehingga melahirkan pandangan perempuan sebagai subjek yang aktif.

Subjek aktif di sini adalah perempuan memiliki otoritas sehingga tidak hanya menjadi second class dalam kehidupan sosial. Subjek aktif membuat perempuan mampu bersuara dan menyuarakan keadilan bagi kaumnya. Perempuan perlu diberi pilihan bukan saja hanya dipilihkan atas dasar pilihan yang tidak dikehendakinya, melainkan ditanya, diajak diskusi, dan diberikan pilihan untuk memilih sesuai keinginannya. Dengan begitu perempuan akan jauh lebih memiliki "ruang" yang aman dan nyaman untuk keadilannya. Hal tersebut dengan kata lain adalah perlu adanya negosiasi aktif terhadap nilai budaya yang ada di dalam masyarakat sehingga posisi perempuan menjadi lebih secure, dan memperkecil kekerasan seksual yang terjadi pada perempuan dalam ranah privat maupun publik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun