Mohon tunggu...
Andini Parameswari
Andini Parameswari Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa Antropologi Budaya, Universitas Gadjah Mada. Staff Bidang Pendidikan, Pelatihan, dan Penelitian Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca DIY 2021-2025.

Seorang gadis yang gemar membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perebutan Tanah Tak Bertuan, Siapa yang Salah?

19 November 2023   12:40 Diperbarui: 19 November 2023   20:24 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pemanfaatan Lahan. Foto:Penulis

Tanah atau lingkungan merupakan salah satu unsur utama pembentuk kehidupan. Tanah juga merupakan sumber daya  prestise yang memiliki segenap manfaat bagi kebutuhan hidup manusia. Tanah yang subur dapat memberikan penghidupan dan kehidupan dalam pengembangan masyarakatnya. Hasil sumber daya seperti halnya pertanian dan berbagai jenis tambang dapat dimanfaatkan untuk mempertahankan keberlangsungan hidup masyarakat. 

Komoditi pertanian juga ditentukan oleh jenis dan kesuburan tanah yang ada. Tidak sampai di situ, tanah juga dimanfaatkan masyarakat modern dengan cara alih fungsi lahan menjadi suatu bahan komersialisasi yang menguntungkan. Pembangunan properti seperti halnya perusahaan, perumahan, wahana wisata, dan berbagai bisnis kost-kostan membuat tanah mengalami degradasi fungsi.

Ilustrasi Alih Fungsi Lahan. Foto:Penulis
Ilustrasi Alih Fungsi Lahan. Foto:Penulis

Masyarakat modern lebih mengutamakan fungsi lahan sebagai pembangunan. Masyarakat berpandangan dengan adanya alih fungsi maka keuntungan yang didapatkan jauh lebih besar dibandingkan dengan pemanfaatan lahan hanya sebagai tempat bercocok tanam. Pembangunan fisik jauh diutamakan oleh masyarakat modern dibandingkan dengan pembangunan berkala yang kurang berwujud. 

Maka dari itu sering kali kita melihat bisnis properti dan pembangunan wahana wisata menjadi fenomena yang menjamur saat ini. Trend yang dibuat memang memiliki nilai ekonomis yang jauh lebih tinggi dari biasanya. Masyarakat petani mulai beralih menjadi masyarakat industri yang terkomersialisasi.

Pola di atas tidak lepas dari berbagai faktor yang mempengaruhi masyarakat modern pada saat ini. Fenomena yang terpolakan membuat lahan pertanian semakin menyempit hari demi hari, bergantikan dengan bisnis perumahan dan pariwisata yang dinilai lebih menjanjikan. 

Hal yang demikian tidak terlepas dari upaya masyarakat untuk melakukan peningkatan taraf hidupnya. Sistem kapitalisme yang menilai bahwa kepemilikan benda adalah segalanya membuat masyarakat saat ini mengalami pergeseran terhadap nilai yang dianutnya.

Ilustrasi Komersialisasi Lahan. Foto:Penulis
Ilustrasi Komersialisasi Lahan. Foto:Penulis

Menilik pasal 33 ayat (4) Undang- Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa perekonomian diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi dengan prinsip kebersamaan, efesiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Pasal tersebut belum mampu terwujud secara konkret dalam mengatasi fenomena yang terjadi belakangan ini. Fenomena terkait penyempitan lahan yang terjadi dalam masyarakat. Mengapa demikian?

  • Adanya Perbedaan Kepentingan dalam Setiap Pembangunan 

Dalam mewujudkan pembangunan tidak lepas dari adanya kepentingan-kepentingan berbagai pihak yang bermain di dalamnya. Kepentingan-kepentingan yang tidak selaras dapat menimbulkan konflik yang tidak jarang membawa pada perpecahan atau kerusakan, dalam antropologi lebih dikenal dengan sebutan sengketa. Sengketa ini memberikan dampak yang kurang baik apabila terus berlanjut yang mana dapat menjatuhkan korban jiwa dan kerugian material lainnya.

  • Dialog Tidak Menyentuh Setiap Pihak

Dialog terbuka mampu memberikan kesepemahaman dan memperkecil perselisihan yang ada. Hal ini dibutuhkan berbagai pihak untuk turut andil sehingga rasa keadilan dapat diwujudkan dan konflik dapat diatasi. Namun, melihat fenomena sengketa tanah yang ada pada saat ini sering kali dialog hanya dilakukan oleh pihak-pihak pemegang kuasa saja. Pihak yang tidak berkepentingan atau dengan kata lain pihak yang lemah sering kali tidak dihiraukan baik aspirasi suara dan keikutsertaannya. Hal ini memperlebar jurang perbedaan karena dialog tidak melibatkan berbagai pihak yang ada.

  • Terabaikannya Hak yang Ada 

Hak masyarakat adat sering diabaikan karena anggapan "lemah". Hak yang sering ditonjolkan adalah hak pihak yang memiliki kuasa semata dan jarang hak masyarakat adat didengar ataupun diperjuangkan. Seakan-akan "terjajah" secara halus dengan mengabaikan hak yang mereka punya.

  • Jaminan Perlindungan Hukum Rendah 

Jaminan perlindungan hukum terhadap masyarakat adat rendah sehingga perampasan tanah yang dimiliki dapat dengan mudah dilakukan. Tidak ada hukum yang mengatur secara tegas terhadap hak, perlindungan, dan keamaan masyarakat sehingga tidak jarang terjadinya pemberontakan yang dilakukan oleh masyarakat adat (secara fisik) demi mempertahankan hak dan kepemilikannya.

Demi terwujudnya pembangunan dan peningkatan taraf hidup masyarakat baik taraf mikro maupun makro, lahan menjadi hal yang penting dalam pembangunan. Masyarakat, pemerintah, ditambah kaum pemilik modal berupaya untuk menyinergikan tujuan demi terwujud perekonomian yang lebih demokratis dengan tetap mengupayakan prinsip keadilan yang disesuaikan dengan  sila ke-5. Upaya demi upaya terus dilakukan, akan tetapi pada kenyataannya selalu berbuah kegagalan. Terlihat dalam berbagai kasus yang diupayakan seperti halnya kasus Rempang, Wadas, Air Bangis, lahan Tol Sumo Sidoarjo, dan lain sebagainya. Apa yang menjadi persoalan dari permasalahan tersebut adalah tidak terlepas dari perebutan penguasaan terhadap lahan berikut sumber dayanya.

Terjadi ketidakselarasan kepentingan antara masyarakat lokal, pemerintah, dan kaum pemilik modal atau perusahaan. Perbedaan kepentingan ini berakibat pada konflik yang sering kali menimbulkan korban baik secara material dan immaterial. Dalam pandangan antropologis, fenomena sengketa lahan antara masyarakat adat dan pemerintah merupakan suatu fenomena di mana terkadang pemerintah mempetakan lahan potensial tanpa melibatkan masyarakat adat. 

Hal tersebut memberikan rasa "ketidakadilan" bagi masyarakat adat utamanya yang menjaga lahan tersebut secara turun-temurun. Masyarakat adat merasa kepemilikan atas lahan yang ditempati selama ini terusik dan hak mereka terabaikan,  sementara dari pihak pemerintah merasa bahwa pembangunan penting dilakukan demi terealisasikannya kinerja yang menyokong perekonomian nasional.

Konflik pertanahan ini diperparah dengan adanya "permainan" pihak pemilik modal yang "bermain" di dalamnya. Perusahaan atau kaum pemilik modal memiliki kepentingan untuk menginvestasikan modal untuk pembangunan perusahaanya. Berbagai kepentingan hadir dalam satu wacana melahirkan gesekan atau konflik kepentingan. Pertanyaan yang diajukan dalam hal ini, apakah konflik tersebut dapat diatasi? Siapa pihak yang dirugikan atau diuntungkan? Bagaimana cara mengatasinya?

Secara antropologis, melihat bahwa pihak yang dirugikan adalah pihak yang tidak berdaya atau tidak memiliki kekuasaan lebih yang dalam hal ini sudah barang tentu adalah masyarakat adat. Hak-hak dari masyarakat adat sering kali terbaikan dan hidup dalam kemiskinan yang distrukturkan, tidak hanya itu masyarakat adat juga semakin termarginalkan. Kendati dapat berdaya oleh lahan yang dimiliki seperti gambaran awal, masyarakat adat justru seakan tidak memiliki pilihan dan dianggap sebagai "pembangkang" jika memperjuangkan haknya.

Dalam hal ini paradoks yang ditampilkan sering menuai pro dan kontra di berbagai kalangan. Analisis dan dialog dilakukan untuk memperkecil konflik yang ada. Upaya yang dilakukan sampai saat ini belum membuahkan hasil yang optimal untuk mencari keadilan pihak yang dirugikan. Untuk itu siapa pihak yang berhak dipersalahkan dalam setiap konflik pertanahan yang ada? Hal tersebut dapat dijadikan ajang refleksi bersama yang tidak kalah penting untuk membuka kesadaran dalam setiap dialog atau diskusi terbuka yang dilakukan demi mewujudkan pembangunan yang berlandaskan keadilan bagi setiap pihak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun