Anggota Kelompok Cici Nur Agustin (231510601053), Revinda Ayu Badriyah (231510601097), Agistya Haninta E (231510601106), Miftahul Ilmi K (231510601118)
Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Jember
Latar Belakang
Usaha agribisnis peternakan terdiri atas ternak unggas, ternak kecil dan ternak besar. Ternak unggas terdiri dari ayam dan itik, terna kecil terdiri dari kambing, domba, kelinci dan babi serta ternak besar terdiri dari sapi, kerbau dan kuda (Maulidah, 2020). Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah usaha ternak sapi perah, dengan hasil berupa produk susu yang diperlukan oleh masyarakat karena mengandung sumber protein yang tinggi. Mayoritas peternak sapi perah di Indonesia merupakan peternak rakyat. Sapi perah merupakan salah satu ternak penghasil protein hewani yang dibutuhkan oleh masyarakat. Pemeliharaan sapi perah di Indonesia beberapa tahun terakhir ini menunjukan perkembangan yang cukup pesat. Perkembangan ini terus didorong oleh pemerintah agar ketersediaan susu mampu mencukupi kebutuhan susu di Indonesia. Usaha sapi perah adalah salah satu solusi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, penyediaan protein hewani bagi masyarakat, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, sumber pemasok bahan baku industri, serta sebagai lapangan kerja dan pengembangan ekonomi daerah.
Peternakan susu sapi perah di Indonesia dimulai pada awal abad ke-20, tepatnya pada tahun 1912, ketika Johan Gerrit van Ham, seorang warga Belanda, membawa dua ekor sapi perah dari Belanda ke Indonesia. Van Ham kemudian mendirikan peternakan di daerah Bojong Waru, Pengalengan, yang menjadi salah satu pusat penghasil susu sapi pertama di Indonesia. Peternakan ini berkembang pesat, dengan sukses, Pengalengan pun mulai dikenal sebagai daerah sentra penghasil susu sapi yang terkenal di Indonesia (Anugrah et al., 2021). Seiring berkembangnya peternakan sapi perah di Pengalengan, terbentuklah komunitas peternak yang mendirikan koperasi bernama Gabungan Petani Peternak Sapi Indonesia Pengalengan (GAPPSIP). Pembentukan koperasi ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing peternak sapi dan memastikan distribusi susu yang efisien. Kelembagaan peternakan memiliki peranan penting terhadap keberlanjutan usaha ternak skala rumah tangga contohnya usaha ternak sapi. Kelembagaan peternakan sebagai wadah organisasi peternak yang berperan penting dalam proses usaha ternak, yang mampu berorientasi pada agribisnis peternakan dari hulu (upstream) hingga hilir (downstream), serta membangun jejaring (network) dengan para pemangku kepentingan (stakeholder) terkait pemangku kepentingan di bidang peternakan dan kesehatan hewan untuk meningkatkan kemandirian, memberikan kemudahan dan kemajuan usaha, serta meningkatkan daya saing dan kesejahteraan peternak. Kemitraan usaha peternakan semata-mata bertujuan untuk menggiatkan usaha peternakan rakyat (Yaqin et al., 2021).
Kelembagaan petani termasuk di dalamnya kelompok peternak dibentuk oleh para peternak atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan sosial, ekonomi, dan sumber daya, kesamaan komoditas, dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggotanya (Rifa’i et al., 2021). Salah satu bentuk kelembagaan yang berperan dalam hal ini adalah koperasi susu, yang tidak hanya bertanggung jawab dalam pemasaran susu tetapi juga dalam menyediakan fasilitas produksi, kredit, dan pelatihan bagi peternak sapi perah. Oleh karena itu, pembahasan mengenai peran kelembagaan, kemitraan, dan teori “principal-agent” dalam sektor peternakan susu sapi perah ini sangat relevan. Keterlibatan berbagai pihak dalam hubungan yang saling menguntungkan dapat mengoptimalkan produktivitas dan kualitas susu yang dihasilkan, serta meningkatkan kesejahteraan para peternak sapi perah di Indonesia. Berdasarkan fenomena di atas, penulisan artikel populer ini bertujuan untuk mengetahui peran stakeholder pada pola kemitraan, identifikasi pola kemitraan antara peternak dan perusahaan yang bermitra, serta dampak seperti apa yang dapat ditimbulkan setelah adanya kemitraan tersebut.
Peran Stakeholder dalam Kemitraan
Kelembagaan peternakan sebagai wadah organisasi peternak yang berperan penting dalam proses usaha ternak, yang mampu berorientasi pada agribisnis peternakan dari hulu (upstream) hingga hilir (downstream), serta membangun jejaring (network) dengan para pemangku kepentingan (stakeholder) terkait (Amam & Rusdiana 2022). Stakeholder merupakan individu, kelompok, atau organisasi yang memiliki kepentingan dalam suatu perusahaan dan dapat dipengaruhi atau mempengaruhi keputusan serta aktivitas bisnis perusahaan tersebut. Stakeholder memainkan peran penting dalam kemitraan bisnis, terutama dalam konteks pengembangan inovasi dan keberlanjutan, peran stakeholder sangat krusial karena mereka memiliki kepentingan yang saling terkait dan dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu kemitraan. Stakeholder dalam kemitraan pertanian umumnya terdiri dari pihak peternak, pihak koperasi dan pihak industry susu. Para pihak stakeholder tersebut tentunya memiliki hak dan kewajian yang harus dipenuhi dalam suatu kontrak kemitraan yang telah disepakati.
Adapun hak dan kewajiban para stakeholder yang harus dipenuhi sebagai berukut:
Hak peternak :
1.Hak untuk mendapatkan segala informasi yang transparan
2.Hak mendapatkan harga susu yang adil dan transparan
3.Mendapatkan akses terhadap input produksi yang berkualitas (pakan, obat-obatan & suplemen) dan pakan yang berkualitas serta bernutrisi (konsentrat)
4.Hak untuk mendapat bimbingan teknis dalam pengelolaan ternak dan produksi susu
4.Hak mendapatkan perlindungan hukum
Kewajiban peternak :
1.Menghasilkan dan memberikan susu dengan kualitas yang memenuhi standar yang telah sitetapkan
2.Melakukan praktik peternakan yang benar
3.Mematuhi segala peraturan yang telah disepakati
4.Menjaga kesehatan dan kesejahteraan ternak
Hak Koperasi :
1.Mendapatkan pasokan susu segar dan kotinu
2.Mendapatkan keuntungan dari hasil pengolahan susu
3.Partisipasi dalam pengambilan keputusan
4.Hak untuk mendapatkan Informas
Identifikasi Pola Kemitraan
Menurut Haeruman (2001) dalam Panyuluh & Zebua (2022) pola kemitraan adalah suatu strategi untuk meningkatkan kinerja pelaku usaha agribisnis baik petani, peternak dan pengusaha. Pola kemitraan terdiri dari 5 bagian yaitu pola inti plasma, pola subkontrak, pola dagang umum, pola keagenan dan pola kerjasama operasional agribisnis (KOA). Pola kemitraan yang terjalin diantara kelompok ternak, koperasi dan Industri Pengolahan Susu (IPS) adalah contract farming atau pola sistem pertanian kontrak. Dalam sistem kemitraan ini, plasma (peternak) berkewajiban untuk menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan perusahaan mitra (koperasi) dan menerima pembayaran sesuai dengan yang disepakati dalam kontrak dan perusahaan besar (industri pengolahan susu) wajib membeli seluruh atau sebagian produk dari kelompok mitra sesuai dengan standar dan harga yang telah disepakati dalam kontrak (Suryani, 2018).
Adverse selection adalah sebuah kondisi ketidakseimbangan informasi yang dapat menyebabkan kerugian atau ketidakseimbangan dalam kemitraan. Pihak yang memiliki informasi lebih banyak cenderung membuat keputusan yang lebih menguntungkan bagi dirinya, tetapi merugikan pihak yang kurang informasi. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi principal agent yang kurang bahkan tidak efektif (Fikri & Aminullah, 2024). Pada kemitraan ini koperasi bertindak sebagai agent yang mengumpulkan susu dari peternak sapi perah dari peternak, sementara Industri Pengolahan Susu (IPS) bertindak sebagai principal yang membeli dan mengolah susu dari koperasi menjadi produk jadi seperti susu cair, keju, atau yogurt. Principal maupun agent harus melakukan adverse selection untuk menghindari adanya kecurangan atau moral hazard yang bisa saja terjadi. Pada kemitraan ini, principal menetapkan beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh agent mengenai standar kualitas susu seperti batasan kandungan bakteri yang terdapat dalam susu (Total Place Count) sebesar 1 juta, tidak terkena antibiotik, tidak pecah dan batasan berat jenis adalah 21 (Suryani, 2018). Apabila susu yang disetor oleh agent tidak memenuhi standar tersebut maka pihak principal akan menolak pasokan susu tersebut.
Moral hazard adalah tindakan yang tidak sesuai dengan kesepakatan kontrak. Moral hazard ini biasanya terjadi pada theory agency antara pihak agent dan principal mereka menetapkan batasan yakni agent harus berpartisipasi untuk mengurangi kecurangan sehingga tidak ada kerugian yang signifikan, principal melarang agent untuk melakukan bisnis dengan resiko yang tinggi dan agent tidak boleh melakukan tindakan yang tidak menguntungkan (Zulkarnaen et al., 2022 dalam Paramata et al., 2024). Artinya baik principal maupun agent bisa saja melakukan hal-hal yang menyimpang dari kontrak sehingga dapat merugikan salah satu pihak. Moral hazard dilakukan atas unsur kesengajaan untuk memperoleh keuntungan seperti pada peternak yang bermitra dengan Koperasi Andini Luhur di Kecamatan Getasan yang melakukan kecurangan dengan menambah air untuk menambah volume susu. Selain itu, ada peternak yang menambahkan garam atau urea untuk menaikkan total solid (TS) supaya sesuai dengan standar koperasi. Pihak koperasi mengetahui hal tersebut dari ciri fisik susu dan setelah dipindah positif terdapat garam atau urea sehingga pihak koperasi mendatangi peternak tersebut dan memberi toleransi sekali saja dan bahkan tidak segan memberikan sanksi berupa pemutus hubungan mitra apabila melakukan kecurangan kembali (Maulida et al., 2021). Selain itu, moral hazard dari sisi perusahaan mitra seperti pelatihan atau bimbingan teknis kepada peternak yang dijanjikan perusahaan mitra hanya dilakukan diawal kontrak saja dengan waktu yang tidak rutin dan tidak ditentukan (Suryani, 2018).
Dampak Kemitraan
Kemitraan peternakan sapi menjadi salah satu strategi untuk meningkatkan produktivitas peternak kecil sekaligus memenuhi kebutuhan pasar (AL HAKIM, 2022). Pola ini melibatkan kerjasama antara peternak rakyat dan mitra inti, seperti perusahaan besar atau koperasi, yang menyediakan berbagai dukungan, mulai dari pakan, teknologi, hingga pemasaran hasil ternak. Kemitraan ini memiliki dampak yang beragam, baik positif maupun negatif, terhadap kehidupan peternak dan keberlanjutan sektor peternakan. Dampak positif dari kemitraan ini terlihat pada peningkatan produktivitas peternak. Dukungan teknologi modern, bibit unggul, dan pakan berkualitas dari mitra inti memungkinkan peternak menghasilkan ternak dengan kualitas yang lebih baik. Pendapatan peternak juga lebih stabil karena adanya jaminan pembelian hasil ternak dengan harga yang sudah disepakati.
Pelatihan manajemen usaha yang diberikan mitra inti membantu peternak mengelola usaha mereka dengan lebih efisien. Akses pembiayaan menjadi lebih mudah, sering kali melalui skema kredit yang difasilitasi mitra inti. Risiko usaha, seperti fluktuasi harga atau wabah penyakit, dapat diminimalkan melalui kontrak yang melindungi kedua belah pihak. Kemitraan ini juga memiliki dampak negatif. Ketergantungan peternak pada mitra inti menjadi salah satu tantangan utama (Supriyadi, 2023). Peternak sering kesulitan untuk mandiri karena terlalu bergantung pada pakan, teknologi, atau akses pasar yang disediakan mitra inti. Ketidakseimbangan dalam perjanjian kontrak dapat merugikan peternak, terutama jika klausul lebih menguntungkan mitra inti. Pola intensifikasi peternakan yang diterapkan sering menyebabkan pencemaran lingkungan, seperti polusi air atau tanah akibat limbah ternak yang tidak dikelola dengan baik.
Konflik antara peternak dan mitra inti sering muncul, terutama terkait interpretasi kontrak atau pembagian hasil. Kecemburuan sosial juga terjadi di antara peternak jika distribusi sumber daya dirasa tidak adil. Kemitraan peternakan sapi memberikan peluang besar untuk mengembangkan sektor peternakan, namun perlu manajemen yang baik agar dampak negatif dapat diminimalkan (Taryono et al., 2022). Transparansi dalam kontrak dan pendampingan yang berkelanjutan sangat diperlukan untuk memastikan peternak tidak hanya bergantung pada mitra inti. Teknologi pengelolaan limbah ramah lingkungan harus diterapkan untuk mengurangi dampak pada ekosistem. Pemerintah memiliki peran penting dalam mengawasi jalannya kemitraan agar adil dan berkelanjutan, dengan pendekatan yang tepat, kemitraan ini dapat menjadi langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan peternak dan memenuhi kebutuhan pangan nasional.
Kesimpulan
Stakeholder utama dalam kemitraan peternakan sapi perah, yaitu peternak, koperasi, dan industri susu, memiliki hak dan kewajiban yang saling terkait. Hubungan yang baik antara pihak-pihak ini penting untuk keberhasilan kemitraan.
Pola kemitraan yang diterapkan adalah contract farming, di mana peternak memproduksi susu sesuai standar yang ditetapkan oleh mitra. Tantangan utama termasuk adverse selection dan moral hazard, yang memerlukan pengawasan dan transparansi.
Kemitraan meningkatkan produktivitas peternak, namun juga menimbulkan dampak negatif seperti ketergantungan pada mitra dan dampak lingkungan. Pengelolaan yang baik dan transparansi kontrak diperlukan untuk meminimalkan risiko.
Opini Kelompok
Opini kami, kemitraan dalam sektor peternakan sapi perah memiliki potensi besar untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan peternak, asalkan dikelola dengan baik, bahwa meskipun kemitraan ini dapat memberikan akses terhadap teknologi, pelatihan, dan pasar yang lebih luas, ketergantungan pada mitra inti (seperti koperasi atau perusahaan industri susu) dapat menimbulkan risiko, seperti ketidakseimbangan dalam perjanjian kontrak yang merugikan peternak. Oleh karena itu, transparansi dalam kontrak dan pengawasan yang ketat sangat diperlukan untuk memastikan bahwa kemitraan ini berkelanjutan dan memberikan manfaat yang adil bagi semua pihak. Selain itu, dampak lingkungan dari intensifikasi peternakan harus diperhatikan, dengan mendorong penerapan teknologi yang ramah lingkungan untuk meminimalkan polusi dan kerusakan ekosistem. Pemerintah juga berperan penting dalam menciptakan regulasi yang mendukung keberlanjutan kemitraan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H