Hak Koperasi :
1.Mendapatkan pasokan susu segar dan kotinu
2.Mendapatkan keuntungan dari hasil pengolahan susu
3.Partisipasi dalam pengambilan keputusan
4.Hak untuk mendapatkan Informas
Identifikasi Pola Kemitraan
Menurut Haeruman (2001) dalam Panyuluh & Zebua (2022) pola kemitraan adalah suatu strategi untuk meningkatkan kinerja pelaku usaha agribisnis baik petani, peternak dan pengusaha. Pola kemitraan terdiri dari 5 bagian yaitu pola inti plasma, pola subkontrak, pola dagang umum, pola keagenan dan pola kerjasama operasional agribisnis (KOA). Pola kemitraan yang terjalin diantara kelompok ternak, koperasi dan Industri Pengolahan Susu (IPS) adalah contract farming atau pola sistem pertanian kontrak. Dalam sistem kemitraan ini, plasma (peternak) berkewajiban untuk menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan perusahaan mitra (koperasi) dan menerima pembayaran sesuai dengan yang disepakati dalam kontrak dan perusahaan besar (industri pengolahan susu) wajib membeli seluruh atau sebagian produk dari kelompok mitra sesuai dengan standar dan harga yang telah disepakati dalam kontrak (Suryani, 2018).
Adverse selection adalah sebuah kondisi ketidakseimbangan informasi yang dapat menyebabkan kerugian atau ketidakseimbangan dalam kemitraan. Pihak yang memiliki informasi lebih banyak cenderung membuat keputusan yang lebih menguntungkan bagi dirinya, tetapi merugikan pihak yang kurang informasi. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi principal agent yang kurang bahkan tidak efektif (Fikri & Aminullah, 2024). Pada kemitraan ini koperasi bertindak sebagai agent yang mengumpulkan susu dari peternak sapi perah dari peternak, sementara Industri Pengolahan Susu (IPS) bertindak sebagai principal yang membeli dan mengolah susu dari koperasi menjadi produk jadi seperti susu cair, keju, atau yogurt. Principal maupun agent harus melakukan adverse selection untuk menghindari adanya kecurangan atau moral hazard yang bisa saja terjadi. Pada kemitraan ini, principal  menetapkan beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh agent mengenai standar kualitas susu seperti batasan kandungan bakteri yang terdapat dalam susu (Total Place Count) sebesar 1 juta, tidak terkena antibiotik, tidak pecah dan batasan berat jenis adalah 21 (Suryani, 2018). Apabila susu yang disetor oleh agent tidak memenuhi standar tersebut maka pihak principal akan menolak pasokan susu tersebut.Â
Moral hazard adalah tindakan yang tidak sesuai dengan kesepakatan kontrak. Moral hazard ini biasanya terjadi pada theory agency antara pihak agent dan principal mereka menetapkan batasan yakni agent harus berpartisipasi untuk mengurangi kecurangan sehingga tidak ada kerugian yang signifikan, principal melarang agent untuk melakukan bisnis dengan resiko yang tinggi dan agent tidak boleh melakukan tindakan yang tidak menguntungkan (Zulkarnaen et al., 2022 dalam Paramata et al., 2024). Artinya baik principal maupun agent bisa saja melakukan hal-hal yang menyimpang dari kontrak sehingga dapat merugikan salah satu pihak. Moral hazard dilakukan atas unsur kesengajaan untuk memperoleh keuntungan seperti pada peternak yang bermitra dengan  Koperasi Andini Luhur di Kecamatan Getasan yang melakukan kecurangan dengan menambah air untuk menambah volume susu. Selain itu, ada peternak yang menambahkan garam atau urea untuk menaikkan total solid (TS) supaya sesuai dengan standar koperasi. Pihak koperasi mengetahui hal tersebut dari ciri fisik susu dan setelah dipindah positif terdapat garam atau urea sehingga pihak koperasi mendatangi peternak tersebut dan memberi toleransi sekali saja dan bahkan tidak segan memberikan sanksi berupa pemutus hubungan mitra apabila melakukan kecurangan kembali (Maulida et al., 2021). Selain itu, moral hazard dari sisi perusahaan mitra seperti pelatihan atau bimbingan teknis kepada peternak yang dijanjikan perusahaan mitra hanya dilakukan diawal kontrak saja dengan waktu yang tidak rutin dan tidak ditentukan (Suryani, 2018). Â
Dampak Kemitraan
Kemitraan peternakan sapi menjadi salah satu strategi untuk meningkatkan produktivitas peternak kecil sekaligus memenuhi kebutuhan pasar (AL HAKIM, 2022). Pola ini melibatkan kerjasama antara peternak rakyat dan mitra inti, seperti perusahaan besar atau koperasi, yang menyediakan berbagai dukungan, mulai dari pakan, teknologi, hingga pemasaran hasil ternak. Kemitraan ini memiliki dampak yang beragam, baik positif maupun negatif, terhadap kehidupan peternak dan keberlanjutan sektor peternakan. Dampak positif dari kemitraan ini terlihat pada peningkatan produktivitas peternak. Dukungan teknologi modern, bibit unggul, dan pakan berkualitas dari mitra inti memungkinkan peternak menghasilkan ternak dengan kualitas yang lebih baik. Pendapatan peternak juga lebih stabil karena adanya jaminan pembelian hasil ternak dengan harga yang sudah disepakati.Â
Pelatihan manajemen usaha yang diberikan mitra inti membantu peternak mengelola usaha mereka dengan lebih efisien. Akses pembiayaan menjadi lebih mudah, sering kali melalui skema kredit yang difasilitasi mitra inti. Risiko usaha, seperti fluktuasi harga atau wabah penyakit, dapat diminimalkan melalui kontrak yang melindungi kedua belah pihak. Kemitraan ini juga memiliki dampak negatif. Ketergantungan peternak pada mitra inti menjadi salah satu tantangan utama (Supriyadi, 2023). Peternak sering kesulitan untuk mandiri karena terlalu bergantung pada pakan, teknologi, atau akses pasar yang disediakan mitra inti. Ketidakseimbangan dalam perjanjian kontrak dapat merugikan peternak, terutama jika klausul lebih menguntungkan mitra inti. Pola intensifikasi peternakan yang diterapkan sering menyebabkan pencemaran lingkungan, seperti polusi air atau tanah akibat limbah ternak yang tidak dikelola dengan baik.Â
Konflik antara peternak dan mitra inti sering muncul, terutama terkait interpretasi kontrak atau pembagian hasil. Kecemburuan sosial juga terjadi di antara peternak jika distribusi sumber daya dirasa tidak adil. Kemitraan peternakan sapi memberikan peluang besar untuk mengembangkan sektor peternakan, namun perlu manajemen yang baik agar dampak negatif dapat diminimalkan (Taryono et al., 2022). Transparansi dalam kontrak dan pendampingan yang berkelanjutan sangat diperlukan untuk memastikan peternak tidak hanya bergantung pada mitra inti. Teknologi pengelolaan limbah ramah lingkungan harus diterapkan untuk mengurangi dampak pada ekosistem. Pemerintah memiliki peran penting dalam mengawasi jalannya kemitraan agar adil dan berkelanjutan, dengan pendekatan yang tepat, kemitraan ini dapat menjadi langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan peternak dan memenuhi kebutuhan pangan nasional.
Kesimpulan
Stakeholder utama dalam kemitraan peternakan sapi perah, yaitu peternak, koperasi, dan industri susu, memiliki hak dan kewajiban yang saling terkait. Hubungan yang baik antara pihak-pihak ini penting untuk keberhasilan kemitraan.