Menurut Permana (2017), pola kemitraan pada pertanian dapat dipahami melalui teori agensi, di mana lembaga berperan sebagai principal dan petani mitra berperan sebagai agent. Pada kemitraan antara petani edamame dan perusahaan, terdapat berbagai perusahaan yang berperan sebagai principal maupun petani edamame yang berperan sebagai agent. Hubungan ini tercipta supaya keduanya bisa mendapatkan keuntungan bersama, dengan masing-masing pihak memiliki peran yang jelas.
PT. Mitra Tani Dua Tujuh, sebuah perusahaan yang berfokus pada produksi sayuran beku dengan edamame sebagai komoditas utama, berperan sebagai principal. Perusahaan ini bertanggung jawab dalam menyediakan input produksi seperti benih, pupuk, dan pestisida. Selain itu, perusahaan ini juga memberikan bimbingan teknis melalui penyuluh pertanian, memberikan jaminan pasar dan menentukan harga jual hasil panen edamame sesuai dengan kualitas yang telah disepakati. Kemudian petani edamame sebagai agent, menyediakan lahan minimal 1,5 Ha, menjalankan kegiatan budidaya sesuai pedoman teknis, dan memastikan hasil panen sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan.
Kemitraan antara masyarakat Kampung Edamame yang terletak di Desa Curah Kates, Kabupaten Jember dengan PT. Gading Mas Teguh (GMIT) menunjukkan pola kerja sama yang saling menguntungkan. GMIT yang berperan sebagai principal, menyediakan pelatihan, bahan baku edamame, serta sarana dan peralatan produksi. Perusahaan ini juga memberikan bantuan dalam memasarkan produk olahan melalui media sosial serta platform e-commerce. Sebagai agent, masyarakat kampung edamame memiliki tugas untuk mengolah edamame menjadi produk siap konsumsi, seperto edamame krispi, kemudian memasarkan hasil produksi. Kemitraan ini tidak hanya meningkatkan kapasitas produksi dan pemasaran masyarakat tetapi juga mendukung program tanggung jawab sosial perusahaan (Oktavia et al., 2023).
Kemitraan yang serupa juga dilakukan oleh UD. Freshco dan petani edamame. Sebagai principal, UD. Freshco bertugas mengelola standar kualitas serta kuantitas edamame yang diproduksi, sehingga produk dapat memenuhi permintaan pasar. Kemudian petani yang berperan sebagai agent memiliki kewajiban untuk menghasilkan edamame sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan. Selain petani, supplier dan distributor juga berperan penting sebagai agent untuk memastikan produk sampai ke konsumen dengan kualitas bagus, tepat waktu dan sesuai kebutuhan pasar (Rosendi, 2017).
PT. Saung Mirwan dan petani edamame juga memiliki kemitraan yang memiliki peran masing-masing. Di mana PT. Saung Mirwan, sebagai principal menyediakan modal, sumber daya, dan jaminan pasar. Perusahaan ini juga berperan dalam penetapan standar kualitas dan harga produk yang dijual, memberikan bimbingan teknis, serta dukungan pemasaran. Petani yang berperan sebagai agent, bertugas dalam mengelola lahan, tenaga kerja, maupun sarana produksi guna menghasilkan produk sesuai standar yang telah ditetapkan. Adanya kerja sama ini memungkinkan kedua belah pihal untuk saling mendukung dalam mencapai tujuan bersama, menciptakan kemitraan yang kuat dan berkelanjutan (Zein, 2011).Â
Terjadinya pola kemitraan principal-agent ini antara perusahaan dan petani edamame ini mampu menciptakan sinergi yang efektif dalam menopang keberlanjutan agribisnis edamame di Indonesia. Peran dan tanggung jawab yang jelas dari masing-masing pihak menjadi kunci utama keberhasilan kemitraan ini. Kolaborasi yang baik tidak hanya meningkatkan produktivitas serta efisiensi, namun juga memperkuat hubungan ekonomi yang saling menguntungkan di sektor agribisnis.
2. Mekanisme Kemitraan
Adverse selection adalah situasi di mana principal tidak dapat memastikan apakah keputusan yang dibuat oleh agent benar-benar didasarkan pada informasi yang dimilikinya atau merupakan akibat dari kelalaian dalam melaksanakan tugas (Anggraeni, 2011). Terdapat potensi adverse selection yang terjadi dalam proses seleksi petani mitra dengan perusahaan. Hal ini terutama terkait dengan kriteria yang ditetapkan oleh PT. Mitra Tani Dua Tujuh bagi calon petani mitra. Proses kemitraan ini melibatkan pengajuan oleh petani untuk menjadi mitra, diikuti oleh pemeriksaan lokasi lahan untuk memastikan kesesuaian dengan komoditas edamame dan kecukupan luas lahan. Sebagai syarat, petani harus memiliki lahan minimal 1,5 hektar, yang dapat menjadi gabungan dari beberapa petani yang diwakili oleh satu orang. Begitu pula dalam proses kemitraan antara PT Saung Mirwan dan petani mitra, terdapat potensi adverse selection yang muncul akibat kriteria seleksi yang ditetapkan. PT Saung Mirwan mensyaratkan calon petani mitra untuk menyerahkan fotokopi KTP, luas lahan, dan alamat lahan, serta mengisi formulir data diri dan menyetujui perjanjian yang mengatur hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Kemitraan PT. Gading Mas Indonesia Teguh (GMIT) dan UD. Freshco dengan petani, tidak terdapat seleksi atau kriteria khusus yang diterapkan kepada petani mitra dalam kemitraannya dengan Kampung Edamame. Meskipun pendekatan ini berfokus pada pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan, pemberian bahan baku, sarana produksi, dan pendampingan pemasaran, ketiadaan kriteria yang jelas dapat menjadi tantangan dalam memastikan bahwa petani mitra memiliki kapasitas yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Â Oleh karena itu, GMIT dan UD. Freshco perlu mulai menerapkan sistem seleksi yang lebih terstruktur, misalnya menilai pengalaman bertani, kesesuaian lahan, dan kemampuan produksi petani mitra.Â
Kemitraan tidak selalu berjalan dengan baik, hal ini dapat dilihat dari berbagai kenakalan dari pelaku-pelaku mitra itu sendiri. Kenakalan tersebut disebut Moral Hazard. Moral Hazard merupakan terjadinya kecurangan dan kebohongan yang mengakibatkan kerugian yang besar. Berdasarkan penelitian yang kami lakukan, terdapat moral hazard yang terjadi pada kemitraan yang dilakukan berbagai perusahaan dengan petani edamame. Moral hazard yang pernah terjadi adalah terjadinya kecurangan dari petani yang menjual input produksi yang telah disuplai perusahaan dengan menggantinya dengan input produksi yang lebih murah dan kulitas yang lebih rendah, tidak jarang juga akibat gagal panen petani menyebabkan petani mogok dalam pembayaran kredit.Â