Harusnya aku tak pernah melewatkanmu, Mas, lirihku dalam hati. Tak kusangka aku begitu menikmati sorot matanya yang banyak orang bilang tajam, seram, bahkan kejam. Tapi di sana terpancar jelas sebuah keberanian sebagai laki-laki menghadapi apapun yang terjadi di dunia ini. Ya, dengan tegas mata itu mengatakan, "Aku lelaki."
"Sudahlah Mas, ini takdir. Kamu kan teman baikku, kamu akan selalu jadi teman baikku Mas. Bahagiamu bersama keluarga kecilmu sekarang adalah bahagiaku juga. Doakan aku, ikhlaskan aku agar aku bisa mempunyai keluarga yang bahagia juga sepertimu." kurendahkan nada bicaraku, bahkan hampir berbisik.
Kubiarkan dia menatapku tajam dan kubalas tatapan itu. Kubiarkan pula suara-suara gemuruh menghujam jantungku saat ini, dan ternyata baru kusadari, melewatkanmu adalah kesalahan besar dalam hidupku.
"Atas dasar apa kamu begitu yakin bahwa aku bahagia?" tanyamu memecahkan hening.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H