Sebelumnya ide ini hanya menjadi benda mati di kepalaku. Aku gak tahu siapa yang bisa membantuku. Ternyata orangnya kamu Dee. Terima kasih. Kamu telah membuatku hidup kembali." kali ini dia tampak serius merangkai kata-kata. Sorot matanya yang tajam tidak lepas dari mataku.
Ah gila, aku tidak bisa menantang matanya. Tajam, menyorotkan harapan besar, terkadang terkesan egois, namun, hmm ya, aku bisa merasakannya.
Bukan hanya kamu saja Mas yang merasa hidup kembali, aku juga. Setelah 10 tahun kita tidak berjumpa bahkan selama itu pula banyak hal yang aku tidak tahu. Entah takdir menuliskan apa. Tiba-tiba enam bulan yang lalu kita bertemu lagi dan menjalin komunikasi berbuah pekerjaan bersama.
Entah apa yang sedang direncanakan Tuhan. Lagi-lagi soal perasaan, lagi-lagi soal hati yang tak mampu melihat dengan jernih. Lagi-lagi. Enam bulan ini aku menemukan diriku kembali setelah perjalanan panjang yang aku lewati.
Aku pernah terperangkap pada pikiranku sendiri sehingga melakukan beberapa tindakan bodoh dan berakhir penyesalan. Aku menyalahkan diriku sendiri dan dia menyadarkanku tentang sebuah perjalanan hidup, tentang sebuah pendewasaan dan tentang takdir. Ya, lagi-lagi.
"Hmm bisa aja. Aku hanya membantu sebisaku. Aku juga ingin kamu menikmati hidupmu Mas. Selama ini aku perhatikan kamu sibuk kerja, kerja dan kerja. Bahkan aku jarang melihatmu jalan-jalan bareng keluargamu. Sesekali lakukanlah." kalimat demi kalimat kususun rapi agar dia tidak bisa menebak gemuruh hatiku saat menatap matanya.
"Iya akan aku lakukan setelah program kita berjalan lancar." ucapnya sambil tersenyum menunduk.
"Tuh kan, kerja lagi. Sudahlah Mas masih ada waktu untuk menjalankan program itu. Weekend inilah ajak jalan mereka ke mana kek gitu. Puncak, Bogor, Sukabumi atau Cianjur. Oya aku ada teman di Sukabumi nanti bisa diantar kalian ke perbatasan Cianjur. Jadi Nadia bisa main-main sama sapi, kerbau juga kelinci di sana. Pasti dia suka." Lagi-lagi matanya tidak lepas dari mataku.
"Kamu Ibu yang baik Dee."
"What? Aku belum jadi Ibu. Hmm iya sih keponakan banyak hehe." candaku.
"Harusnya kamu yang menjadi Ibu dari anak-anakku. Sepuluh tahun berjalan begitu cepat Dee, sampai aku gak menyadari bahwa hidup kita sudah berbeda." dia kembali menundukkan kepalanya melihat cangkir kopi hitam toraja yang telah dihabiskan setengahnya.