Good Corporate Governance mulai muncul ketika banyak negara mengalami krisis moneter pada 1998. Good Corporate Governance hadir sebagai salah satu strategi untuk mengatasi krisis moneter, sehingga perusahaan dapat berangsur pulih dengan pondasi yang lebih kuat.
Akhir tahun 2019 dunia digegerkan dengan masuknya virus baru yang menyebar dengan cepat dan bahkan dapat mengakibatkan kematian bagi terjangkit. Coronavirus disease 2019 biasa dikenal Covid-19 memasuki Indonesia pada awal tahun 2020.Â
Kondisi ini membuat pemerintah harus mengambil langkah besar dengan membatasi segala aktivitas masyarakat dari mulai aktivitas sosial, ekonomi, hingga ibadah masyarakat. Dari awal 2020 hingga akhir 2022 Indonesia sudah berusaha mulai dari memerangi, bertahan, hingga mencoba bangkit dari pandemi Covid-19. Indonesia masih terus mengalami pemulihan khususnya dibidang ekonomi.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam siaran persnya menyampaikan pemerintah menekankan pentingnya penerapan GCG untuk keberlangsungan bisnis dalam upaya pemulihan ekonomi selama dan pasca pandemi Covid-19 hal ini diupayakan bukan tanpa alasan, pasalnya pada krisis moneter 1998 GCG mampu mendorong pemulihan dari krisis sehingga pada krisis akibat  Covid-19 ini GCG juga mampu menjadi pendorong pemulihan ekonomi Indonesia.
Penerapan GCG dipercaya dapat mengatasi permasalahan yang terjadi dalam sebuah perusahaan. GCG mempunyai peran penting dalam pengawasan perusahaan, karena itu peraturan dan ketentuan yang berlaku sudah selayaknya dipatuhi oleh pihak yang berkepentingan. Adanya pemisahan antara kepemilikan dengan pengendalian perusahaan, merupakan salah satu faktor munculnya GCG.
Pemerintah menerapkan prinsip Governance, Risk, and Control dalam melakukan pengendalian pandemi. Hal ini tentunya selalu disertai dengan monitoring dan evaluasi yang bertujuan agar memberikan respon yang cepat terhadap dinamika pandemi.
Selama masa pandemi Covid-19 menuntut adanya penyesuaian terhadap fungsi utama GCG. Penyesuaian ini sangat penting karena dapat mendorong seluruh pihak menjadi organisasi yang agile dalam recovery dan reinvention guna menjaga dan meningkatkan kinerja organisasi, menghadapi tantangan dan memenangkan preferensi konsumen. memiliki fungsi utama sebagai alat bantu mencapai tujuan, mewujudkan kinerja berprinsip, mengatasi ketidakpastian, serta sebagai pedoman organisasi dalam bertindak dengan berlandaskan integritas.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso menyampaikan bahwa OJK sebagai regulator dan pengawas industri jasa keuangan berkomitmen memberi pedoman untuk memperkuat kerangka dan standar tata kelola perusahaan yang sejalan dengan standar internasional, termasuk Prinsip G20/OECD. "The G20/OECD Principles of Corporate Governance yang baik oleh perusahaan menjadi penting karena lembaga keuangan perlu menyesuaikan model bisnis mereka sebagai akibat pandemi Covid-19 yang merubah pola kebiasaan masyarakat yang ingin serba cepat sehingga digitalitasi tidak dapat dihindari.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pembangunan ekonomi berkelanjutan dibutuhkan untuk menghadapi krisis akibat Pandemi Covid-19. Salah satu caranya dengan memperbaiki prinsip tata kelola perusahaan. "Saya tekankan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak harus mengorbankan keberlanjutan ekonomi, begitupun sebaliknya," kata Sri.
Lebih lanjut Sri Mulyani mengapresiasi seluruh organisasi yang bergabung dalam side event G20/OECD Corporate Governance Forum karena walau dalam keadaan yang sulit dari sisi industri, krisis pangan, tekanan politik, seluruh pihak berkolaborasi untuk memperkuat kemitraan dan kerjasama dari berbagai pemangku kepentingan dan terus mempraktikan tata kelola perusahaan yang baik secara sosial dan berkelanjutan
Dengan terlaksananya the G20/OECD Corporate Governance Forum diharapkan dapat memberikan masukan yang komprehensif terhadap perbaikan G20/OECD CG Principles serta menjaga daya saing global dan menghasilkan pertumbuhan berkelanjutan.
Prinsip Tata Kelola Perusahaan G20/OECD sendiri adalah standar internasional untuk tata kelola perusahaan. Prinsip-prinsip tersebut dimaksudkan untuk membantu pembuat kebijakan mengevaluasi dan meningkatkan kerangka hukum, peraturan, dan kelembagaan yang terkait dengan tata kelola perusahaan. Prinsip-prinsip inilah juga yang akan memberikan pedoman bagi investor, korporasi, regulator pasar saham, dan pihak lain yang berperan dalam pengembangan tata kelola perusahaan yang baik. Hal ini bertujuan untuk keberlangsungan pemulihan perekonomian dunia, khususnya Indonesia.
Tinjauan terhadap prinsip-prinsip tersebut dimulai dengan adanya penyesuaian aturan dan praktik tata kelola perusahaan dalam menghadapi tantangan pasca COVID-19, termasuk risiko perubahan iklim dan lingkungan, sosial dan tata kelola (ESG), serta ketidakseimbangan dalam kepemilikan perusahaan, digitalisasi dan pasar modal.
Namun, sejalan dengan masifnya seruan untuk memaksimalkan penerapan GCG yang digaungkan oleh pemerintah, bersamaan dengan itu fenomena yang terjadi di Indonesia terbalik. Indonesia dalam catatan ICW menunjukan kasus Korupsi di Indonesia sepanjang thaun 2022 itu sampai 252 kasus korupsi dengan 612 orang ditetapkan sebagai tersangka serta potensi kerugian negara ditaksir sampai hingga 33,6 Triliun.
Menurut YPPMI (2003), "sedikitnya ada 2 faktor yang menyebabkan permasalahan CG di Indonesia lebih serius dibandingkan negara-negara di Asia Timur lainnya, yaitu: Mekanisme pengendalian perusahaan di indonesia masih, termasuk paling lemah, yaitu rezim kekuasaan yang tidak didasarkan dengan efisiensi dan kinerja finansial tetapi didasarkan oleh jaringan hubungan personal dengan struktur kekuasaan dan Korupsi di indonesia tergolong masih sangat akut "
Atas data yang dipaparkan di atas serta faktor-faktor yang dijelaskan diatas ini sehingga penerapan CGC ini harus didukung dengan nilai-nilai bela negara, yaitu kita harus menanamkan kepada seluruh manajemen cinta kepada tanah air yang dengannya akan bisa mencegah dan menjaga para manajemen maupun pemerintah bisa mengutamakan martabat tanah air dibandingkan kepentingan diri mereka sendiri.
Serta kita harus melakukan sebuah pelatihan untuk menanamkan kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan intelektual dalam rangka mendukung kinerja para pegawai, Â yang dimana disana termuat untuk meningkatkan kecerdasan spiritual, dengan kecerdasan ini manusia tidak akan berani korupsi atau pelanggaran yang lain karena dia merasa bahwa yang dia lakukan itu semua diawasi dan dalam pemantauan yang maha kuasa.
Dan jika kecerdasan emosional bisa tertanam di dalam diri manajemen bahkan sampai pemerintah maka mereka tidak akan mementingkan keinginan mereka sendiri dan mereka akan lebih cenderung mengkontrol emosi mereka sehingga mereka lebih mementingkan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi mereka
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H