Mohon tunggu...
Andini Namira Oktafiandri
Andini Namira Oktafiandri Mohon Tunggu... Koki - Mahasiswa hukum

Mahasiswa universitas pamulang

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Warga Kuningan Timur Tolak Pembangunan Gedung 18 Lantai Kedubes India karena Dugaan Cacat Prosedur

16 Desember 2024   04:17 Diperbarui: 16 Desember 2024   04:17 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jakarta Selatan -- Penolakan warga RT 02 RW 02 Kuningan Timur terhadap pembangunan gedung apartemen Kedutaan Besar (Kedubes) India setinggi 18 lantai terus berlanjut. Warga memprotes keras karena merasa tidak dilibatkan dalam proses perencanaan dan mengungkapkan adanya dugaan cacat prosedur dalam penerbitan izin pembangunan gedung. Polemik ini bahkan telah bergulir ke ranah hukum, di mana Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memutuskan untuk memenangkan gugatan warga dan memerintahkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menghentikan sementara pembangunan.

Namun, Pemprov DKI Jakarta tidak tinggal diam. Mereka mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) untuk melawan keputusan tersebut. Sementara itu, warga tetap meminta kejelasan dan mengharapkan solusi yang tidak merugikan lingkungan serta menjaga hak-hak mereka sebagai bagian dari masyarakat terdampak.

Kronologi Masalah: Dari Renovasi ke Penolakan

Proyek ini awalnya terdeteksi oleh warga pada tahun 2021, meskipun bangunan sudah lama terbengkalai. Banyak warga awalnya menyambut baik kabar renovasi, karena menganggapnya sebagai langkah positif untuk menghidupkan kembali kawasan tersebut. Namun, pandangan warga berubah ketika mengetahui proyek itu bukan sekadar renovasi, melainkan pembangunan gedung baru setinggi 18 lantai.

"Ketika pertama kali dengar bangunan akan direnovasi, kami senang. Tapi setelah tahu ini proyek pembangunan besar, kami terkejut, apalagi tidak pernah ada sosialisasi langsung," ungkap salah satu warga setempat.

Masalah semakin kompleks ketika warga menemukan dugaan pelanggaran prosedur perizinan. Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) diterbitkan pada 1 September 2023, tetapi dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dari Dinas Lingkungan Hidup baru disahkan pada 20 Oktober 2023. Menurut hukum administrasi negara, Amdal seharusnya diterbitkan lebih dulu sebagai dasar kelayakan pembangunan.

Cacat Prosedur dan Dugaan Malpraktik Administrasi

Pengacara warga, David Tobing, menggarisbawahi bahwa penolakan warga tidak didasari niat buruk terhadap Kedubes India atau rencana pembangunannya. Namun, ia mengungkapkan adanya dugaan pelanggaran serius dalam prosedur administrasi. Selain urutan perizinan yang tidak sesuai, warga menduga terjadi manipulasi data dalam pengajuan izin pembangunan.

"Proses penerbitan PBG dan Amdal saja sudah menunjukkan adanya ketidakwajaran. PBG keluar lebih dulu padahal Amdal belum terbit. Ini melanggar aturan administrasi yang berlaku," ujar David.

Tidak hanya itu, ketinggian gedung juga menjadi polemik. Bangunan setinggi 18 lantai dianggap tidak sesuai dengan karakter lingkungan sekitar, yang mayoritas terdiri dari bangunan lebih rendah. Warga khawatir proyek ini akan mengganggu privasi, menimbulkan kemacetan, serta memicu kecemburuan dengan kedutaan besar lainnya di kawasan tersebut.

Sosialisasi yang Tidak Memadai

Salah satu poin utama keberatan warga adalah kurangnya komunikasi dan sosialisasi dari pihak Kedubes India maupun Pemprov DKI Jakarta. Sejak proyek ini mulai direncanakan pada 2017, warga mengaku tidak pernah diajak berdialog atau diberi informasi yang memadai tentang dampak pembangunan terhadap lingkungan mereka.

"Bayangkan, sejak 2017 kami tidak pernah dilibatkan sama sekali. Baru tahun 2021 kami tahu ada pembangunan besar di sini. Apakah ini adil untuk kami sebagai warga yang akan terdampak langsung?" ujar seorang perwakilan warga.

Kurangnya sosialisasi dianggap melanggar prinsip transparansi dalam hukum administrasi negara, yang mengharuskan pemerintah melibatkan masyarakat terdampak dalam setiap proses perencanaan proyek.

Landasan Hukum: Pelanggaran Administrasi dalam Pembangunan

Kasus ini memperlihatkan pentingnya kepatuhan terhadap hukum administrasi negara dalam pelaksanaan proyek pembangunan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) adalah dokumen wajib yang harus disetujui sebelum izin pembangunan diterbitkan.

Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Cipta Kerja mengatur bahwa penerbitan PBG hanya dapat dilakukan setelah dokumen Amdal dinyatakan lengkap dan disahkan. Dalam kasus ini, urutan perizinan yang salah dapat menjadi dasar untuk membatalkan seluruh proses perizinan pembangunan.

Majelis Hakim PTUN dalam putusannya pada 29 Agustus 2023 menemukan adanya kejanggalan yang merugikan warga, sehingga memerintahkan penghentian sementara proyek tersebut. Putusan ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang menyebutkan bahwa setiap keputusan tata usaha negara yang cacat prosedur dapat dibatalkan demi hukum.

Harapan Warga: Dialog dan Transparansi

Warga berharap pihak Kedubes India dan Pemprov DKI Jakarta segera melakukan dialog terbuka untuk mencari solusi terbaik. Mereka menekankan bahwa pembangunan gedung harus melalui prosedur yang benar, tidak merugikan lingkungan, dan tidak mengabaikan hak-hak masyarakat.

"Kami tidak melarang pembangunan, tetapi prosedur harus benar. Jangan sampai proyek ini menjadi preseden buruk bagi pembangunan lain di Jakarta," ujar seorang warga.

Sebagai jalan keluar, warga meminta agar Pemprov DKI Jakarta mengkaji ulang izin pembangunan dan memastikan semua persyaratan hukum terpenuhi. Selain itu, mereka berharap pihak Kedubes India dapat lebih terbuka dan bersedia mendengarkan aspirasi warga agar tidak terjadi konflik berkepanjangan.

Pentingnya Penegakan Hukum Administrasi

Kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan pemerintah dalam setiap proyek pembangunan, terutama dalam hal transparansi, keterlibatan warga, dan kepatuhan terhadap hukum administrasi negara. Pemerintah daerah harus memastikan semua tahapan prosedur dipenuhi sebelum memberikan izin, termasuk konsultasi dengan masyarakat terdampak.

Jika dikelola dengan baik, pembangunan gedung apartemen ini sebenarnya dapat memberikan manfaat bagi kawasan Kuningan Timur. Namun, tanpa prosedur yang benar dan transparansi, konflik seperti ini akan terus terjadi, menciptakan kerugian bagi semua pihak yang terliba.

Polemik pembangunan gedung Kedubes India setinggi 18 lantai di Kuningan Timur bukan hanya sekadar persoalan teknis, tetapi mencerminkan pentingnya kepatuhan terhadap aturan hukum dalam pembangunan. Pemprov DKI Jakarta, pihak Kedubes India, dan warga harus mencari solusi bersama yang mengedepankan prinsip keadilan, keterbukaan, dan penghormatan terhadap hak masyarakat.

Warga berharap proyek ini tidak hanya ditinjau ulang tetapi juga dijadikan pelajaran untuk mencegah kasus serupa di masa depan. Pemerintah, sebagai pengawas utama, harus memastikan bahwa hukum administrasi negara ditegakkan demi menjaga keadilan dan kepentingan semua pihak. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun