Mohon tunggu...
Andini Okka W.
Andini Okka W. Mohon Tunggu... Guru - -Work for a cause not for an applause-

- a teacher, a humanist, and a lifetime learner -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Biarkan Kebaikanmu Bermutasi dengan Pay It Forward

19 Februari 2023   22:02 Diperbarui: 19 Februari 2023   22:24 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pernahkah Anda mengalami rentetan kejadian yang membuat Anda berpikir bahwa mereka terkoneksi satu sama lain dan memberikan satu pesan khusus kepada Anda? Beberapa minggu ini saya mengalaminya.

Pikiran saya mengerucut pada satu makna bahwa pada setiap kebaikan yang saya terima, saya harus melanjutkannya pada orang lain atau pay it forward. Pay It Forward sendiri juga merupakan sebuah judul film rilisan tahun 2000 yang dibintangi oleh Kevin Spacey, Haley Joel Osment dan rocker gaek Jon Bon Jovi. 

Konsep pay it forward pertama kali mulai dikenal melalui sebuah drama yang ditulis dan dipentaskan di Athena kuno pada 317 SM bertajuk "Dyskolos" atau jika diterjemahkan berarti "Si Penggerutu". Sama seperti inti cerita dari film Pay it Forward, konsep ini menggambarkan manfaat dari tindakan kebaikan yang diteruskan agar melahirkan kebaikan secara beruntun. Semisal kita membantu dua orang lain dalam hidup kita, masing-masing dari dua orang tersebut perlu membantu dua orang lainnya yang sedang mengalami kesulitan. Melalui mekanisme demikian, dunia akan semakin dipenuhi dengan kebaikan.

Walaupun tidak sepopuler dulu, saya masih aktif di aplikasi sosial media burung biru, yaitu Twitter. Di Twitter saya mengikuti sebuah akun dimana sender (pengirim) dapat mengirimkan cerita permasalahan untuk mendapatkan solusi dari para pengguna akun Twitter lainnya. Secara kebetulan, saya membaca sebuah cerita mengenai seorang gadis usia SMA yang meminta masukan untuk mendapatkan penghasilan tambahan karena perekonomian keluarganya sedang sulit. Dia bercerita bahwa ayahnya adalah seorang tukang pasir, yang dua minggu ini sudah tidak bekerja karena tidak ada tetangga yang membutuhkan jasanya. 

Ayahnya kebingungan karena ternyata keluarganya berhutang Rp 25.000,00 untuk membeli token listrik di warung, dan ibu pemilik warung terus menerus menagih uang token listrik tersebut kepada si bapak. Singkat cerita, si anak perempuan ini dibelikan kuota oleh teman sekolahnya dan meminta bantuan kami untuk mendapatkan informasi kerja atau masukan agar dia bisa mendapatkan pemasukan guna membantu keluarga.

Saya lihat sudah ada beberapa readers lain yang memberikan masukan. Segera saya juga membalas twit dan menuliskan saya akan membantu membayarkan token listrik sehingga membutuhkan nomer akun Go xxx si anak perempuan ini bila berkenan. Pun saya memberikan masukan agar anak perempuan ini menjadi reseller barang milik tetangga atau teman dengan selisih harga jual,   sehingga dia bisa mendapatkan sedikit keuntugan dengan menjual barang tanpa modal. Dengan pesan penyemangat dan salam untuk bapak, saya mengakhiri twit balasan saya.

 Seharian saya menunggu pesan dari si anak perempuan ini. Saya betul-betul berharap dia berkenan untuk dibantu, namun nihil. Saya berpikir positif, mungkin dia sudah mendapatkan pencerahan atas pergumulan yang sedang dialami. 

Keesokan harinya, saya malah terkejut saat tiba-tiba ada notifikasi akun bank saya menerima transfer sejumlah Rp 250.000,00. Uang kaget, saya bilang seperti itu. Namun yang menjadi pemikiran, nominal angkanya seperti dilipatgandakan dari apa yang sebetulnya ingin saya niatkan untuk si bapak kemarin. Buat saya, itu merupakan kebetulan yang tidak kebetulan dari Tuhan. Tuhan lewat orang lain, menunjukkan perpanjangan kasihNya. Luar biasa.

Selain kejadian pinjaman token listrik, ada satu peristiwa lagi yang tidak bisa saya lupakan dalam satu minggu tersebut. Sore itu saya masih bekerja, di luar hujan deras dan saya merasa sangat lapar. Saya berkata dalam hati bahwa saya lapar sekali, namun saya tidak bisa kemana-mana karena masih bekerja dan hujan deras. Segera saya lupakan dan kembali bekerja. 

Beberapa menit kemudian saya ditelpon oleh salah satu kolega. Beliau menyampaikan bahwa ada salah satu kurir yang mengirimkan makanan dan kue untuk saya sudah menunggu di depan. Bergegas saya menuju keluar untuk menemui kurir dan menerima kiriman kolega saya. Saya tertegun beberapa saat sambil menatap pemberian tersebut. Lagi, Dia menunjukkan perpanjangan kasihNya lewat orang lain.

Sore itu, saya merenung dan mengaitkan dua peristiwa "ajaib" dalam satu minggu tersebut. Saya kemudian teringat dengan konsep "pay it forward". Saya yang berusaha membantu bapak untuk membayar token listrik, merupakan bentuk "pay it forward" saya atas kebaikan Tuhan selama ini. 

Orang-orang yang dalam seminggu ini membantu saya, pun juga melakukan "pay it forward" atas berkat Tuhan dalam hidup mereka. Saya menjadi salah satu dari sekian yang mereka kasihi waktu itu. Indah dan damai sekali dunia, pikir saya. Bila setiap orang punya pemikiran yang sama. Saat menerima kebaikan, diteruskan kepada orang lain. Begitu seterusnya, sehingga kebaikan menjadi lingkaran yang tidak putus. Kebaikan yang bermutasi.  

Kebaikan selalu menemui jalannya. Begitu kata pepatah. Setelah perenungan sore itu saya kembali teringat peristiwa beberapa tahun silam, sekitar tahun 2016. Pagi itu, saat perjalanan ke kantor, saya berhenti sejenak di tempat penjual berbagai makanan kecil. Tempat itu sudah riuh dengan suara para ibu yang memilih panganan bekal sekolah anak mereka. Sambil memilih, dari kejauhan saya melihat seorang ibu tua memakai "tenggok" (keranjang anyaman untuk menaruh barang di punggung menggunakan selendang) menjentik-jentikkan jarinya dan melihat ke arah jarinya terus. 

Entah mengapa, ibu itu begitu menarik bagi saya. Saat mendekat, ibu itu melihat terus ke arah panganan lalu berbalik ke jarinya. Melihat ke panganan lalu berbalik ke jarinya yang dijentikkan, begitu seterusnya. Sampai saat saya bisa melihat dengan dekat, ternyata yang dijentikkan adalah dua keping uang pecahan lima ratusan. Saya tertegun sambil terus mengamati si ibu melakukan tindakan yang sama: melihat ke panganan lalu uang koin yang dijentikkan. Hingga beberapa saat saya sadar dan berpikir apa ibu itu sebetulnya lapar namun tidak cukup punya uang. Terlambat. Ibu itu sudah berjalan jauh saat ingin saya panggil. 

Dalam perjalanan ke kantor, saya merasakan emosi yang luar biasa. Merutuki betapa lambatnya saya tidak segera berbuat sesuatu untuk ibu tersebut. Di kantor saya pun menceritakan hal itu pada beberapa rekan kerja sambil sedikit berlinang air mata (terdengar berlebihan, tapi saya betul-betul menyesal kenapa saya terlambat bertindak menolong ibu tua yang mungkin sedang kelaparan). Salah satu rekan saya menenangkan dan berkata bahwa besok saya pasti akan bertemu lagi dengan si ibu karena niat kebaikan pasti akan selalu menemui jalannya.

Keesokan harinya, saya kembali ke tempat panganan kecil di kurun waktu yang sama. Sambil harap-harap cemas, takut bila si ibu tak kembali muncul. Sembari memilih, ah, betapa senangnya saya melihat sosok ibu. Masih dengan gestur yang sama : menjentikkan uang koin dan melihat terus ke arah panganan. Saat hampir dekat, segera saya gamit lengannya dan berkata, "Ibu, ngersakke menapa? Dalem tumbaske, nggih." (Ibu ingin apa?  Saya belikan ya). 

Awalnya ibu itu menolak malu-malu, namun saya terus berusaha meyakinkannya. Akhirnya ibu itu mau, dan pandangan serta tangannya langsung mengambil dua buah mentho. "Niki mbak." (Ini, Mbak) kata beliau sambil agak malu dan sedikit berkaca-kaca. 

Sebagai informasi, mentho adalah salah satu makanan gorengan Jawa Tengah yang terbuat dari singkong. Rasanya gurih karena perpaduan antara singkong, kacang tolo, dan kelapa. Mentho yang diambil si Ibu ternyata harganya hanya Rp 500, 00 per satuannya. Sesuai dengan jumlah dua keping uang koin lima ratusan yang tiap hari dibawanya, namun tidak pernah ditukar dengan dua buah mentho gurih hangat karena sisa uangnya yang tak seberapa.

Tak hanya mentho, saya pun memperlengkapi ibu tersebut dengan berbagai panganan lain agar beliau tidak merasa kelaparan di hari itu. Ibu itu mengucapkan terima kasih dan kami pun berpisah. Tahukah bagaimana perasaan saya saat itu? Membuncah bahagia.

Serasa misi saya berhasil. Entah kebetulan atau bagaimana, sejak itu saya tidak pernah bertemu kembali dengan ibu tersebut setiap kali saya mampir membeli panganan kecil di waktu yang sama. Namun demikian, saya bahagia pernah melakukan sesuatu untuk beliau walaupun tak seberapa. Poin yang paling penting adalah beliau memberikan pelajaran hidup ke saya, bahwa uang receh yang untuk sebagian besar orang adalah sepele. Ternyata sangat berharga bagi orang lain, seperti ibu itu. Sudah sepatutnya kita sesama manusia, lebih peka,  berempati, dan menolong sesama yang membutuhkan.  

Bukan tujuan saya untuk memamerkan kebaikan apa yang pernah saya lakukan lewat artikel ini. Namun, lebih kepada pesan moral dan pelajarannya untuk hidup yang ingin saya bagikan. Tentu tak terhingga bila berkat Tuhan yang datang ke hidup itu kita hitung. Konsep pay it forward merupakan manifestasi dari perpanjangan kasih Tuhan yang nyata. Meneruskan kebaikan Tuhan kepada ciptaanNya yang lain. Kebaikan yang terus bermutasi. Menjadi never ending goodness cycle untuk kehidupan bersama dunia yang lebih baik.

Apakah bentuk pay it forward ini hanya berupa materi? Tentu tidak. Kebaikan menolong berupa waktu dan tenaga untuk orang lain, menyapa, menjadi pribadi yang hangat dan menghargai semua orang tanpa membedakan pun menjadi cara untuk menularkan kebaikan. Saya jadi teringat quote isi twit Jerome Polin, "Salah satu cara untuk menjadi bahagia adalah dengan membahagiakan orang lain. Bahagianya mereka akan nular ke kita. Apa yang kita tabur itu yang kita tuai. 

Orang yang kita tolong mungkin tidak akan langsung membalas kebaikan kita. Tapi kebaikan yang kita tabur, akan kita tuai di tempat dan waktu yang lain." Percayalah, hal itu benar adanya. Mari tak jemu-jemu kita sebarkan kasih dimanapun dan kapanpun berada. Untuk mempermudah gambaran mengenai mekanisme pay it forward, ilustrasinya telah digambar oleh putri saya, Sefin. Akhir kata, semoga artikel ini bermanfaat ya. Salam sayang dan hangat dari saya untuk pembaca semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun