Mohon tunggu...
Andini Rahmawati
Andini Rahmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Surabaya

Berbagi ilmu itu menyenangkan^^

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apa Itu Pentigraf? Pengertian, Ciri-ciri, dan Contoh Pentigraf

31 Desember 2023   09:00 Diperbarui: 31 Desember 2023   09:01 1028
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kata pentigraf mungkin kurang familiar di telinga masyarakat awam. Pentigraf atau cerpen tiga paragraf akan sering kita jumpai apabila kita berkecimpung di dunia menulis kreatif dan Sastra. Namun, hal itu tidak membuat pentigraf hanya bisa dipelajari oleh orang Sastra saja. Justru setelah kita telah memasuki era globalisai, pentigraf menjadi populer di internet dan mendapat banyak apresiasi.

Lalu, apa itu pentigraf?


Mari, kita simak bersama!

PENGERTIAN

Pentigraf merupakan cerpen berisi tiga paragraf yang dapat dibaca sekali duduk dan merupakan jenis cerpen Short- Short Story. Pentigraf dipopulerkan oleh sastrawan Indonesia sekaligus dosen dari Universitas Negeri Surabaya (UNESA) yaitu Dr. Tengsoe Tjahjono, M.Pd. Pentigraf dikenalkan oleh beliau sejak tahun 1999-an hingga 2000-an awal. Lalu, penulisan ini mulai mendapat perhatian sekitar tahun 2012 hingga sekarang. Latar belakang Dr. Tengsoe Tjahjono, M.Pd. atau kerap disapa Pak Tengsoe membuat pentigraf ini karena melihat dunia yang bergerak sangat cepat dan pesat sehingga dunia Sastra perlu terobosan baru untuk membaca sebuah cerpen. Dengan adanya teknik penulisan pentigraf, para pengarang dan pembaca bisa lebih menikmati tulisan dalam cerpen secara maksimal dan saksama tanpa harus memikirkan panjang cerita.

CIRI-CIRI PENTIGRAF

  • Terdiri atas tiga paragraf

Sama seperti namanya, pentigraf memiliki ciri pertama yaitu terdiri atas tiga paragraf, tidak lebih dan tidak kurang. Hal ini sebenarnya bukan tanpa alasan, karena sang pelopor menegaskan bahwa di setiap paragraf tersebut pasti memiliki inti cerita yang berbeda, tapi masih saling berkaitan dengan paragraf sebelumnya.

  • Berisi Kurang Lebih 210 Kata

Ciri kedua adalah jumlah kata yang dibatasi. Dalam satu pentigraf, normal kata yang digunakan yakni maksimal 210 kata. Hal ini berhubungan dengan efektivitas pembaca dan pengarang dalam membaca serta membuat pentigraf. Pembatasan kata dalam pentigraf juga dipengaruhi oleh ciri-ciri lainnya.

  • Memiliki Tokoh Yang Terbatas

Berkaitan dengan ciri-ciri sebelumnya, dalam sebuah pentigraf, akan lebih baik jika pengarang memberikan 1-3 tokoh saja dalam satu cerita. Karena semakin banyak tokoh yang dimunculkan, maka semakin banyak pula konflik dan alur yang harus diselesaikan. Oleh karena itu, perlu adanya batasan dalam pemunculan tokoh dalam pentigraf.

  • Ketakdugaan/Plot Twist

Dalam pentigraf, alur yang tidak terduga atau plot twist sangat diperlukan untuk sebuah epilog. Dari sinilah pentigraf menjadi menarik. Ketakdugaan pada paragraf ketiga membuat pembaca bertanya-tanya dengan akhir dari cerita tersebut. Oleh karena itu, paragraf terakhir dalam pentigraf perlu dikemas dengan rapi dan tidak terduga agar memberikan akhir yang mengesankan.

  • Tidak Memiliki Dialog

Ciri terakhir dan biasanya sering terlewat adalah pentigraf tidak memiliki dialog. Dialog yang dimaksud di sini merupakan dialog yang membutuhkan percakapan dua arah sehingga perlu adanya paragraf khusus dalam penyelesaiannya. Namun, yang perlu ditekankan adalah penempatan sudut pandang cerita yang tepat. Dalam pentigraf, hanya menggunakan satu sudut pandang saja. Hal ini juga berlaku untuk penulisan kutipan atau dialog dalam pentigraf. Supaya tidak kebingungan, mari kita simak bersama contoh pentigraf di bawah ini!

CONTOH PENTIGRAF

Masih Belum Berharga

Karya: Andini Rahmawati

“Di mana kamu simpan benda itu?” tanya Burhan kepada bocah kecil yang tampak ketakutan. Kakinya gemetar. Tangannya berair mengepal kuat. Badannya basah diguyur keringat dan hujan. Suara badai hujan dan petir tipis berhasil menembus rumah Burhan dan adiknya.

Diulangnya pertanyaan itu, “Di mana benda itu?”. Keadaan tetap sama. Burhan dan adiknya hanya tertegun. Saling menatap mata masing-masing. Pandangan mereka sayu. Lalu, langkah kaki Burhan memecahkan keheningan, ia mencari ke seluruh sudut rumah, tapi tak ada hasilnya.

Benda itu berharga bagi Burhan. Ia mencintai benda itu lebih dari ia mencintai dirinya sendiri. Kelak mungkin juga berharga bagi adiknya. Tapi adiknya masih tiga tahun. Masih terlalu dini untuk tahu apa itu ‘berharga’. Ia belum tahu benda berharga. Belum tahu yang ia hilangkan adalah abu ibunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun