Mohon tunggu...
Andin Cholid
Andin Cholid Mohon Tunggu... Buruh - Karyawan

Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Money

Melepas Beras kepada Pasar

22 Januari 2019   15:03 Diperbarui: 23 Januari 2019   09:07 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Definisi swasembada pangan sendiri adalah pemahaman yang harusnya diluruskan, swasembada pangan tidak harus diartikan mampu memenuhi kebutuhan pangan tanpa mendatangkan dari luar negeri. Yang perlu ditekankan adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi masyarakat, walaupun mungkin harus mendatangkan dari luar negeri akibat kondisi tertentu. Jika Pemerintah berasumsi bahwa swasembada pangan sama dengan tidak impor, maka terdapat sedikitnya dua kemungkinan yang akan terjadi. 

Pertama, pada saat produksi dalam negeri tidak mencukupi maka Pemerintah tetap harus berupaya memenuhi kebutuhan masyarakat. Kedua, pada saat kebutuhan masyarakat melebihi kemampuan produksi dalam negeri makan Pemerintah pun tetap harus berupaya memenuhi pasokan pangan. Sebaliknya, jika pasokan lebih besar daripada jumlah yang dibutuhkan maka Pemerintah juga tidak akan terlepas dari permasalahan lain, terutama terkait dengan pengendalian harga.

Tarik menarik antara pasokan dan kebutuhan, hal ini adalah dua hal berbeda yang harus dikonsepkan secara utuh. Pada kejadian pertama mengindikasikan permasalahan di sisi hulu, sedangkan kejadian kedua mengindikasikan permasalahan di sisi hilir. Dari sini perlu diluruskan seberapa besar proporsi sumber pasokan untuk mendefinisikan swasembada pangan. 

FAO menyatakan bahwa suatu negara dinyatakan swasembada pangan jika dapat memenuhi 90% kebutuhannya yang dipasok dari dalam negeri. Maka dari itu, Pemerintah tidak perlu ngotot dengan asumsi bahwa swasembada pangan sama dengan tidak impor. Toh juga pada akhirnya di awal tahun 2018 ini Pemerintah akhirnya memutuskan melakukan impor beras sebanyak 1,78 juta ton.

Lalu bagaimana dengan kondisi pasokan beras dalam negeri yang selama ini dikelola oleh Pemerintah, sudahkah tercapai swasembada yang sebenarnya? FAO pernah memberikan apresiasi swasembada kepada Indonesia ketika Presiden Soeharto menyampaikan pidatonya di pertemuan FAO waktu itu, meskipun pada sat itu Indonesia masih impor beras sebanyak 414 ribu ton. 

Banyak ulasan mengenai hal ini di berbagai media yang menyatakan bahwa Indonesia belum mampu swasembada beras yang disebabkan oleh berbagai hal terkait produksi dan produktivitas. Pun jika ada yang mengulas keberhasilan swasembada namun  bukan swasembada yang riil karena hanya bersifat sementara. Hal ini dikarenakan, produktivitasnya menurun. 

Produktivitas padi tahun 2015 sebesar 5,34 ton per hektar, tahun 2016 turun menjadi 5,24 ton per hektar, dan tahun 2017 hanya mencapai 5,16 ton per hektar. Salah satu penyebanya adalah adanya kerusakan tanah yang terjadi pada area yang luas dan penggunaan pestisida yang tidak bijak.    
Hal lain yang cukup krusial terhadap pasokan beras dalam negeri adalah luas lahan baku sawah yang semakin menurun. 

Berdasarkan data yang dikeluarkan BPS dan BIG dan LAPAN, terjadi penurunan luas lahan baku sawah dari di tahun 2013 dari 7,75 juta hektar menjadi 7,1 juta hektar. Penurunan ini disebabkan maraknya alih fungsi lahan sawah menjadi rumah, jalan, maupun pabrik. Ini mengindikasikan bahwa proteksi terhadap lahan sawah oleh Pemerintah sangat lemah. 

Jika kemudian Pemerintah melalui Kementrian Pertanian gencar meningkatkan produksi untuk mengimbangi berkurangnya lahan sawah dengan mengganti bibit padi unggul dan melakukan tanam 2 kali setahun bahkan 3 kali setahun, juga belum dapat menjamin produksi padi nasional dapat memenuhi kebutuhan beras masyarakat. 

Ketika dipaksakan dengan menggunakan pupuk kimia yang intensif justru kemudian pada akhirnya menyebabkan penurunan produktivitas karena tindakan ini hanya memperhatikan sifat fisika dan kimia, sementara aspek biologi tidak terpikirkan. Langkah lain yang dilakukan Pemerintah adalah mendorong mekanisasi pertanian mulai dari tanam menggunakan mesin planter sampai dengan tahap panen  menggunakan mesin harvester untuk mengurangi kehilangan volume panen akibat menggunakan cara-cara tradisional. 

Namun hal ini juga tidak memberikan hasil maksimal karena penerapannya yang masih secara sporadis. Hanya daerah tertentu saja yang dilakukan mekanisasi dan tersebar dalam kluster kluster kecil yang kemudian menjadi mangkrak karena para petani dan lahan swahnya yang belum disiapkan untuk menerima mekanisasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun