“Terima kasih Mela, terima kasih kamu mau datang malam ini. Maafkan aku karena…” kupotong kata-katamu dengan menggeleng. Aku menatapmu dengan lebih berani.
“Aku ikhlas, Mas.”
Dadaku riuh bergemuruh. Ada sakit yang kusembunyikan dengan sebuah senyuman. Aku memutar kursi rodaku dengan pelan. Kecelakaan membuat aku tau, cinta bukan untuk dimiliki tapi cukup dirasakan. Takdir memang telah merenggut segala anganan tapi tidak ingatan. Selalu ada dirimu dalam kenangan. Kuhapus setitik air di ujung mata. Hatiku mulai memainkan irama kesunyian. Tenanglah Mela, selalu ada pelangi selepas hujan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H