Mohon tunggu...
Andi Metta
Andi Metta Mohon Tunggu... wiraswasta -

sesederhana tulisanku seperti itulah aku ingin kau mengenalku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Untaian Melati

14 Agustus 2012   20:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:46 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kau hanya tersenyum memandangku. Tak ada kata yang keluar dari bibirmu. Kau hanya terus memandangiku dengan tatapan telaga.

“Kamu ngga suka yah sayang? kalau ngga suka ngga apa-apa, kita bi…” belum lagi menyelesaikan kata-kataku, tiba-tiba rengkuhanmu menarikku masuk ke dalam pelukanmu. Kehangatan merasuk hingga ke jiwa. Degup jantung kita menyatu dalam irama terindah yang pernah tercipta. Kita terdiam cukup lama untuk menikmati alunannya. Hela napasmu begitu dekat di telingaku dan kau berbisik dengan mesra.

“Di mana saja boleh sayang, selama kau yang menjadi pengantin wanitanya, di neraka pun aku bersedia.”

Kata-katamu yang sedikit berlebihan membuatku tertawa. Kau selalu tau, bagaimana membuatku bahagia. Aku semakin menenggelamkan diri dalam pelukanmu. Kala itu, kita membahasakan cinta tanpa kata-kata. Pelukan dan kecupan-kecupan ringan di bibir menjadi cara kita berbicara tentang rasa.

********

Aku berdiri di bawah bunga-bunga yang terangkai indah, di payungi oleh gelisah. Tak ada lagi jalan untuk kembali. Aku telah sampai di sini---tempat kita pernah mengukir janji. Jarak kita dan masa lalu hanya tinggal sedepa. Lalu semua ini akan menjadi sejarah di kehidupan kita selanjutnya.

Sepanjang selasar dilapisi karpet berwarna merah. Lampu-lampu taman sudah menyala dengan cahaya yang berbeda. Semua terhias indah seperti mimpi-mimpi yang pernah kita lukiskan bersama. Dan dirimu ada di sana, terlihat sangat tampan melebihi hari-hari biasa.

Tiba-tiba semua mata tertuju kearahku. Kedatanganku membuat ruangan ini berubah jadi bisu. Hanya mata mereka yang berbicara, mungkin dengan tatapan haru. Begitu juga dirimu, yang terdiam kaku. Jantungku berdetak semakin tak beraturan. Mulutku hanya mampu memberikan senyuman. Kita saling terdiam dalam kegugupan.

“Kamu, cantik sekali malam ini,” sapamu memecah keheningan.

“Kamu juga terlihat tampan dengan jas putih ini,” ujarku gugup sambil berusaha tetap tersenyum. Kutahan mataku yang berembun. Aku takut kaca-kaca di mataku pecah dan meluruh jatuh. Kutarik napas dalam-dalam. “Inilah saatnya,” bisikku pada hati.

“Selamat ya mas, semoga kau bahagia dengan pilihanmu,” ucapku pelan dan tertahan. Kau terdiam, namun matamu menatapku penuh dengan penyesalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun