Pengambilan Keputusan Yang Memihak Murid
Muara segala keputusan yang diambil oleh guru berorientasi terhadap semua hal yang berpihak kepada murid. Dalam pada itu, usaha guru dalam menerapkan budaya positif di lingkungan sekolah, praktik pembelajaran berdiferensiasi demi memenuhi kebutuhan belajar setiap individu, pentingnya penerapan dan pembiasan kompetensi sosial emosional pada setiap tahapan pembelajaran, bahkan keterampilan guru dalam menghadapi persoalan murid menggunakan paradigma coaching, adalah aspek-aspek penting demi tercapaianya prioritas pembelajaran yang membahagiakan dan memerdekakan murid.
Dalam menjalankan tugasnya, guru sebagai pemimpin pembelajaran hendaknya berjiwa kepemimpinan serta dapat mengembangkan ekosistem sekolah dengan baik yaitu dengan menciptakan lingkungan yang positif sehingga terwujud suatu budaya positif. Demikian juga dengan warga sekolahnya; setiap guru dan tenaga kependidikan memiliki kompetensi standar minimal di mana mereka memiliki kesamaan visi serta nilai-nilai kebajikan yang dituju, serta berupaya mewujudkannya dalam pembelajaran yang aplikatif yang mengupayakan pemberdayaan murid agar dapat menjadi pemelajar sepanjang hayat.
Banyak hasil penelitian akdemis yang menuturkan secara nyata manfaat penerapan pembelajaran sosial emosional (PSE), dan niai pentingnya adalah terciptanya lingkungan belajar yang lebih positif, peningkatan sikap positif dan toleransi murid terhadap dirinya, orang lain dan lingkungan sekolah. Selain itu, PSE di kelas terbukti dapat menghasilkan pencapaian akademik yang lebih baik. PSE memberikan pondasi yang kuat bagi murid untuk dapat sukses dalam berbagai area kehidupan mereka di luar akademik, termasuk kesejahteraan psikologis (well-being) secara optimal.
Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional agar dapat:
- Memahami, menghayati, dan mengelola emosi (kesadaran diri).
- Menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri).
- Merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial).
- Membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan berelasi).
- Membuat keputusan yang bertanggung jawab. (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab).
Upaya berikutnya adalah memenuhi kebutuhan belajar setiap individu murid melalui penerapan pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi akan memungkinkan guru memaksimalkan potensi peserta didik dengan meminimalisir kesenjangan belajar (learning gap) melalui proses identifikasi kebutuhan belajar murid yang tepat. Lewat pembelajaran berdiferensiasi, tidak hanya murid berkembang potensinya secara maksimal, namun proses pembelajaran juga akan lebih memberikan banyak ruang bagi murid untuk membuat dan menentukan pilihan dan memberikan suara, sehingga proses belajar akan menjadi lebih menyenangkan.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, pemimpin pembelajaran seperti apakah yang dapat mendorong kita sebagai warga sekolah untuk selalu mengembangkan kompetensi diri dan senantiasa memiliki growth mindset, serta keberpihakan pada murid? Jawabannya adalah pemimpin sekolah yang dapat mengidentifikasi kebutuhan pengembangan kompetensi diri dan orang lain dengan menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan tersebut.
Dalam hal ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yang diawali dengan paradigma berpikir yang memberdayakan. Pendekatan dengan paradigma berpikir yang memberdayakan mutlak diperlukan agar pengembangan diri dapat berjalan secara berkelanjutan dan terarah. Salah satu pendekatan yang memberdayakan adalah coaching sebagaimana Whitmore (2003) ungkapkan bahwa coaching adalah kunci pembuka potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerjanya.
Memutuskan Prioritas Pendidikan