Perda merupakan salah satu produk hukum daerah berbentuk pengaturan, disamping perda terdapat peraturan kepala daerah (perkada) dan peraturan DPRD. Hal tersebut ditegaskan dalam ketentuan Permendagri No. 120 Tahun 2018 tentang Perubahan Permendagri No. 80 Tahun 2015. Dalam pembentukan perda tidak terlepas dari tahapan pembentukan peraturan daerah yang diatur dalam ketentuan UU No. 12 Tahun 2011, UU No. 23 Tahun 2014, PP No. 12 Tahun 2018, dan Permendagri No. 80 Tahun 2015. Disamping itu ketentuan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD merupakan landasan hukum dalam pembentukan perda provinsi dan kabupaten/kota. Serta kewenangan pembentukan perda yang merupakan dasar legalitas ditetapkan perda oleh kepala daerah atas persetujuan bersama DPRD. Dalam menjaga pembentukan perda sesuai dengan tujuan penyeleggaraan otonomi daerah, Menteri Dalam Negeri melaksanakan pembinaan perda provinsi dan Menteri Dalam Negeri dan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah (GWPP) melakukan pembinaan pembentukan perda kabupaten/kota.
Ketentuan Pasal 18 ayat (6) UUDNRI Tahun 1945 menyebutkan bahwa "Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan", selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014 menyebutkan bahwa "Daerah berhak menetapkan kebijakan Daerah untuk menyelenggarakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah", adapun Penjelasan Pasal 17 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014 yaitu "Yang dimaksud dengan "kebijakan Daerah" dalam ketentuan ini adalah Perda, Perkada, dan keputusan kepala daerah".Â
Kepala daerah dan DPRD perlu melakukan analisis terkait dengan propempeda yang akan ditetapkan, karena pemerintahan daerah hanya dapat menetapkan kebijakan daerah berdasarkan ketentuan norma, strandar, prosedur dan kriteria (NSPK) yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Margarito Kamis yang menyebutkan bahwa pemerintahan daerah berhak "menetapkan" perdadan peraturan lainnya untuk melaksankan otonomi daerah dan tugas pembantuan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 18 ayat (6) UUDNRI Tahun 1945. Dalam rumusan ketentuan tersebut tidak mengunakan kata "membentuk" melainkan "menetapkan" hal ini disebabkan oleh salah satu konsekuensi hukum dari sejumlah constitutional consequencies dari bentuk negara Indonesia sebagai NKRI (as a unitary state).
Oleh karena itu sebagai bagian suatu sistem hukum, maka perda tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, hal ini disebutkan oleh Jimly Asshiddiqie bahwa "walaupun peraturan daerah merupakan salah satu jenis peraturan perundang-undangan yang bersifat mandiri sesuai dengan materi muatanya, namun karena merupakan satu kesatuan sistem hukum dan sifatnya yang berlaku umum di daerah tertentu, maka selayaknya memperhatikan asas-asas pembentukan dan materi muatan peraturan perundang-undangan".
Sesuai dengan ketentuan Pasal 176 angka 2 Pasal 250 Perpu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menyebutkan bahwa "Perda dan Perkada sebagaimana dimaksud dalam Pasal 249 ayat (1) dan ayat (3) dilarang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, asas pembentukan peraturan perundangu-ndangan yang baik, asas materi muatan peraturan perundang-undangan, dan putusan pengadilan". Dengan demikian dalam pembentukan perda harus memperhatikan ketentuan tersebut.
Perubahan ketentuan Pasal 250 UU No. 23 Tahun 2014 tersebut diatas berkonsekuensi hukum pada pembentukan perda. Pertama, kesesuaian perda dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Adapun berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah beberpa kali terakhir dengan UU No. 13 Tahun 2022, menyebutkan bahwa :
Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;