Apa yang bisa dilakukan untuk menjamin akuntabilitas daftar pemilih dengan perpanjangan waktu 60 hari penetapan DPT Pemilu 2019?
Rapat Pleno Daftar Pemilih Tetap Hasil Perbaikan (DPTHP) yang dilaksanakan KPU RI, Minggu (16/9/2018), memutuskan melakukan perpanjangan waktu penetapan daftar pemilih Pemilu 2019 dalam 60 hari atau dua bulan ke depan.Â
Perpanjangan waktu ini dilakukan untuk dua tujuan, selain menyisir DPT ganda, KPU juga akan memperbaiki sistem lainnya, seperti pencatatan pemilih yang belum masuk daftar pemilih, mencoret pemilih meninggal dunia, pemilih pindah alamat, hingga perbaikan sistem daftar pemilih yang dimiliki KPU.
Mencermati DPT Sumatera SelatanÂ
Angka pemilih ini naik 2,9 % jika dibandingkan dengan DPT Pilkada Sumsel 2018 yang berjumlah 5.656.633 pemilih. Sederhananya, selama kurun waktu lima (5) bulan sejak penetapan DPT Pilkada 2018 hingga penetapan DPT Pemilu 2019 (April-September 2018), angka Pemilih di Sumsel bertambah 164.527 Pemilih. Â
Yang patut menjadi perhatian bersama adalah, apakah hanya terjadi penambahan jumlah pemilih di Sumsel dalam lima bulan terakhir. Apakah tidak ada pemilih yang di coret dari DPT karena telah meninggal dunia?. Apakah tidak ada penduduk yang berganti status jadi TNI/Polri? Apakah data pemilih ganda memang sudah bersih di DPT Pemilu 2019 yang sumber datanya dari pilkada 2018?.
Forum Rapat Pleno DPT Hasil Perbaikan yang dilakukan KPU RI menjawab pertanyaan ini. Terjadi pengurangan jumlah pemilih di Sumsel sebanyak 47.768 pemilih. Dari sebelumnya 5.821.160 pemilih menjadi 5.773.392 pemilih. Pengurangan jumlah pemilih ini setelah jajaran  KPU melakukan pencermatan pemilih ganda pasca temuan satu juta pemilih ganda oleh Bawaslu RI.Â
Apa yang bisa dilakukan untuk menjamin akuntabilitas daftar pemilih dengan perpanjangan waktu penetapan DPT Pemilu 2019?
Pertama, waktu 60 hari bisa digunakan jajaran KPU untuk menurunkan data DPTHP by name by address kepada Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk dilakukan pemutakhiran kembali. Kembali mendatangi pemilih dilakukan untuk memastikan akurasi dan akuntabilitas daftar pemilih memang bukan pekerjaan gampang dan butuh biaya.Â
Akan tetapi hasil pemutakhiran jilid dua yang dilakukan PPS pasca DPTHP bisa menjadi dasar untuk mencoret atau menambahkan pemilih dalam DPT. Kalaupun ada kekurangan personel, bisa dilapis dari Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) hingga KPU Kabupaten/Kota.
Mendatangi pemilih secara langsung inilah yang menjadi kunci akuntabilitas DPT. Â Sebab, ada sebelas (11) langkah penting yang dilakukan, yakni (1) mencatat pemilih yang telah memenuhi syarat, tetapi belum terdaftar dalam daftar pemilih, (2) memperbaiki data pemilih apabila terdapat kesalahan, (3) mencoret pemilih yang telah meninggal, (4) mencoret pemilih yang telah pindah domisili ke daerah lain, dan (5) mencoret pemilih yang telah berubah status sipil menjadi status TNI atau POLRI.
Kemudian, (6) mencoret pemilih yang belum genap berumur 17 tahun dan belum kawin/menikah pada hari pemungutan suara, (7) Â mencoret data pemilih yang dipastikan tidak ada keberadaannya, (8) mencoret pemilih yang terganggu jiwa/ingatannya berdasarkan surat keterangan dokter, (9) Â mencoret pemilih yang sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, (10) mencatat pemilih berkebutuhan khusus pada kolom jenis disabilitas, serta (11) mencoret pemilih yang berdasarkan identitas kependudukan bukan merupakan penduduk pada daerah yang menyelenggarakan pemilihan.
Dengan sebelas langkah ini, mestinya identifikasi pemilih ganda dan pemilih yang tidak memenuhi syarat sudah tuntas saat pelaksanaan pilkada 2018. Bila kemudian muncul persoalan pemilih ganda di DPT 2019, maka patut diduga ini bukan temuan baru, melainkan persoalan lama yang selama ini tidak tuntas dan muncul lagi saat kepentingan akurasi daftar pemilih benar-benar dibutuhkan di pentas Pemilihan Presiden dan perebutan kursi Parlemen.
Pemikiran ini bukan tanpa alasan. Merujuk pasal 57 (ayat 1-6) Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2018, KPU/KIP Kab dan Kota yang melaksanakan Pilkada 2018 tidak melakukan coklit, melainkan menggunakan DPT Pilkada serentak 2018 ditambah pemilih pemula berusia 17 tahun pada April 2019 sebagai daftar pemilih sementara (DPS) Pemilu 2019. Singkat kata, bila DPT Pilkada 2018 tidak bersih, wajar jika pemilih ganda masih ditemukan di DPT Pemilu 2019.
Mengapa hal ini diperlukan? Mengutip harian Kompas edisi 7 September 2018 di halaman 2 dengan judul "Selesaikan Dugaan Pemilih Ganda", Ketua Bawaslu Abhan mengatakan, pihaknya menemukan data ganda tersebut dari salinan digital sistem informasi data pemilih (sidalih) yang terdapat di portal dalam jaringan KPU. Hasil analisis kegandaan tersebut diteliti berdasarkan pada elemen dasar yaitu, nomor induk kependudukan, nama dan tanggal lahir yang diketahui identik.
Bagi sebuah badan negara sekelas Bawaslu, meneliti elemen dasar daftar pemilih tentu pekerjaan mudah, apalagi mendapatkan akses salinan digital sidalih yang memuat informasi data pemilih.Â
Dengan menggunakan program aplikasi Microsoft Exel secara sederhana misalnya, tentu pemilih ganda identik dengan mudah ditemukan. Dalam terminologi pengawasan, bentuk pengawasan seperti ini disebut dengan pengawasan layar, sebuah tata laksana pengawasan dengan cara memeriksa dan meneliti dokumen yang menjadi objek pengawasan. Â
Persoalannya kemudian, data pemilih ganda bukan satu-satunya elemen akuntabilitas data pemilih yang wajib jadi perhatian Bawaslu. Pengawasan layar memiliki kekurangan yang harus dilengkapi dengan pengawasan aktif, melekat pada objek pengawasan. Pengawasan layar tidak bisa mengidentifikasi pemilih yang sudah meninggal, pemilih yang pindah alamat, pemilih yang tidak ditemukan keberadaannya, atau pemilih yang berubah status dari warga sipil menjadi TNI/Polri.Â
Pemilih ganda identik pun harus dipastikan apakah memang secara faktual datanya ganda, atau di lapangan memang ada dua orang atau lebih yang memiliki NIK ganda. Kehati-hatian penyelenggara pemilu menyikapi persoalan ini menjadi sebuah keharusan, karena keputusan mencoret atau tidak mencoret pemilih dari DPT harus dapat dipertanggungjawabkan.
Merujuk Peraturan Bawaslu Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pengawasan Pemutakhiran Data dan Penyusunan Daftar Pemilih Dalam Pemilu, tugas pengawasan di emban Bawaslu hingga Panwaslu Kelurahan/Desa.Â
Proses pengawasan di tahapan maha penting inipun dimulai dari menyusun peta kerawanan; menentukan fokus pengawasan tahapan pemutakhiran data dan penyusunan daftar Pemilih; melakukan pengawasan melekat; melakukan analisis data; termasuk di dalamnya melakukan audit dan investigasi.Â
Agar gerakan pengawasan coklit ini makin efektif, Bawaslu juga bisa melibatkan masyarakat lewat pengawasan partisipatif, serta melakukan koordinasi dan konsolidasi kepada stakeholder terkait untuk memaksimalkan hasil pengawasan.
Semua aktifitas pengawasan ini dilakukan dalam rangka memastikan apakah Pantarlih melakukan coklit dengan mendatangi rumah Pemilih, mencoret Pemilih yang telah meninggal, mencoret Pemilih yang telah pindah domisili ke daerah lain, mencoret Pemilih yang telah berubah status dari status sipil menjadi TNI/Polri, mencoret Pemilih yang belum genap berumur 17 (tujuh belas) tahun dan belum kawin/menikah pada hari pemungutan suara.Â
Bawaslu juga diberi kewenangan untuk memberikan rekomendasi terhadap temuan atau hasil pengawasan guna dilakukan perbaikan. Bahkan dalam hal saran perbaikan yang disampaikan oleh Pengawas Pemilu sesuai dengan tingkatannya tidak ditindaklanjuti jajaran KPU, Pengawas Pemilu menindaklanjuti sebagai temuan dugaan pelanggaran.
Melalui tata laksana pengawasan yang termaktub dalam Perbawaslu 24 Tahun 2018 sebagaimana diurai di atas, maka daftar pemilih ganda yang muncul dalam Rekapitulasi DPT Nasional sesungguhnya sudah bisa dicegah sejak proses awal pengawasan pemutakhiran daftar pemilih.Â
Daftar pemilih sesungguhnya bukan hanya tanggung jawab KPU, melainkan juga tanggung jawab Bawaslu. Masyarakat sebagai pemilih pun punya tanggung jawab untuk ikut berperan serta sesuai kapasitas dan otoritas yang dimiliki guna membantu penyelenggara pemilu menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya.
Â
Andika Pranata Jaya, S.Sos., M.Si
*Ketua Bawaslu Sumsel 2012-2017
*Direktur Eksekutif Musi Institute for Democracy and Electoral
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI