Mohon tunggu...
Andika NugrahaFirmansyah
Andika NugrahaFirmansyah Mohon Tunggu... Guru - Aktif di Sokola Sogan, Komunitas Belajar berbasis minat dan bakat.

Seorang pembelajar yang berteman dengan anak-anak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kalau Nabi Muhammad Punya Sekolah Gimana Ya?

1 Oktober 2024   00:40 Diperbarui: 1 Oktober 2024   03:45 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Menjelang akhir tahun menjadi saat dimana sekolah, siswa, orang tua dan industri terkait pendidikan sedang sibuk mempersiapkan penerimaan peserta didik baru. Suasananya harap-harap cemas. 

Bagaimana tidak, orang tua cemas kalau anaknya tidak bisa masuk ke sekolah negeri. Si anak cemas kalau tidak bisa diterima di sekolah impiannya. Penjaja LKS, buku paket, seragam sekolah, sepatu alat tulis, tas, tentu kejar target supaya bisa balik modal atau minimal bisa untuk menutupi ongkos produksi dan membayar gaji karyawan. 

Sekolah, utamanya yang swasta cemas kalau siswa yang diterima sedikit. Maklum saja, karena jumlah siswa yang sedikit akan mempengaruhi jumlah pemasukan sekolah dari dana BOS dan spp. Alhasil semuanya sibuk kejar target.

Di sekolah, untuk sementara waktu guru-guru berganti peran menjadi SPG atau SPB yang ditugaskan untuk mencari murid, menyebar brosur, sosialisasi ke sekolah-sekolah hingga door to door ke rumah siswa. Memaparkan visi misi yang aduhai indahnya dan luar biasa mantap. Kemudian menyampaikan keunggulan sekolahan: mulai dari fasilitas, program unggulan, kelas khusus, ekstrakurikuler sampai prestasi siswa dalam beberapa tahun terakhir.

Kalau ditanya apakah guru-guru ini lelah? Tentu saja iya. Tapi, guru sudah terlatih untuk mengambil hikmah kehidupan apalagi guru honorer. Dalam benak mereka mungkin terbersit "Bukankah dibalik kesulitan pasti ada kemudahan?" Walaupun mungkin belum ketemu kemudahan seperti apa yang akan didapatkan.

Suatu waktu, saat saya mengendarai motor supra untuk melaksanakan tugas sosialisasi, tiba-tiba terlintas dipikiran, "Kalau Nabi Muhammad masih sehat, kalau beliau punya sekolahan, kira-kira bagaimana PPDB di sekolah Beliau ya?" di atas motor pikiran saya melayang-layang. Karena penasaran ingin menemukan jawabannya. Belum juga mendapat jawaban, pertanyaan-pertanyaan baru malah bermunculan dan memberondong pikiran.

Untuk iklan PPDB, kira-kira apa Beliau akan minta seseorang untuk bagi-bagi brosur PPDB dan minta sosialisasi ke sekolah-sekolah tidak ya? Atau beliau akan menyewa orang untuk membuat video profil sekolahan yang nantinya dibuat short youtube, reels IG atau supaya FYP di TikTok? Atau mungkin iklan di koran, talkshow di radio? Atau melakukan campaign dengan menggunakan google ads dan facebook ads?

Terus kalau iklan itu efektif, sehingga sudah banyak pendaftarnya. Apakah hukum ekonomi supply and demand berlaku? Karena peminatnya banyak, ya harus disaring demi menjaga kualitas sekolah dari input siswanya. 

Kalau disaring, kira-kira di sekolahan Beliau kira-kira apa tes masuknya? Punya hafalan sekian juz kah? Punya syahadah BTQ kah? Atau demi menjaga panji-panji Islam dalam persaingan global perlu kemampuan ilmu eksak seperti matematika dan IPA dan Bahasa Inggris yang baik? Atau harus punya piagam kejuaraan juga? Terus apa siswa yang tidak lolos saringan itu tidak bisa masuk ke sekolah Beliau?

Tiba-tiba sesuatu dipikiran saya protes. "Lhoh, masak Nabi Muhammad milih-milih murid sih?!"

Terus untuk mereka yang lolos saringan dan dinyatakan diterima. Kemudian mereka registrasi. Apakah hukum supply and demand masih berlaku juga? Jadi, untuk meningkatkan kualitas sarana dan prasarana, tentunya kesejahteraan guru juga karena guru merupakan pekerjaan yang mulia. 

Maka berapa uang gedungnya? Atau apakah sekolahannya sudah punya gedung yang megah? Jangan-jangan belum punya gedung? Atau mungkin tidak perlu gedung megah magrong-magrong? Kalau seumpama memang ada uang gedung? 

Apakah akan tetap dinamai uang gedung atau dinamai infaq pembangunan supaya lebih Islami sehingga tidak ada yang protes mengenai biayanya? Maklum saja, lha wong namanya saja infaq, ya diusahakan harus ikhlas. Terus kalau namanya infaq, apa boleh infaq itu pakai uang dari hutang? Saya pikir agak aneh, masak mau infaq harus hutang dulu? terus kalau memang ada infaq pembangunan itu, bagaimana nasib orang miskin yang tidak bisa membayar atau bahkan mencicil? Apakah tidak bisa masuk ke sekolah Beliau?

Tiba-tiba sesuatu dipikiran saya protes. "Lhoh, masak Nabi Muhammad milih-milih murid sih?!"

Kemudian siswa yang sudah masuk, ikut kegiatan pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) dan sebulan kemudian bayar spp. Nah ini, kira-kira di sekolah beliau SPP-nya berapa ya? Terus kalau anak yang nunggak SPP sampai saat ulangan tiba? Apa juga akan diminta menggunakan kartu sementara? Kalau anak ini nunggak terus dan kemudian lulus tapi belum lunas SPP-nya, apa bisa ambil ijazah?

Kemudian saat KBM, kalau ada siswa yang nakal dan jadi langganan penunggu ruang BK apakah akan diberi poin dan kelak kalau melebihi poin akan dikeluarkan? Atau seperti apa model guru BK-nya? Seperti sahabat Abu Bakar? Sahabat Ali? Atau sahabat Umar? A

tau mungkin siapapun guru BK yang direkrut tetap saja harus menerapkan disiplin positif dan tidak boleh plak-plek sama siswa? Maklum saja, jaman sekarang banyak guru yang plak-plek akhirnya dilaporkan ke komnas HAM dan kemudian klarifikasi minta maaf. 

Apalagi kan sudah ada program sekolah ramah anak? Semua aturannya harus patuh pada konvensi hak-hak anak. Guru dan TUnya juga harus dilatih mengenai hak-hak anak. Tapi kalau memang terpaksa sampai ada yang dikeluarkan, karena anak ini memang nakal puol, guru-guru sampai angkat tangan sehingga dinilai oleh sekolah bahwa anak ini pantas dikeluarkan. Apakah keputusannya akan dikeluarkan karena kenakalannya?

Tiba-tiba sesuatu dipikiran saya protes. "Lhoh, masak Nabi Muhammad milih-milih murid sih?!" Masak Nabi Muhammad milih-milih murid yang sudah sopan-sopan. Bukannya Beliau diutus untuk memperbaiki akhlak?

Terus demi menjaga nama baik dan citra sekolah, serta menjaga hubungan baik dengan dinas pendidikan setempat, apa sekolah beliau akan mengikuti yang sedang diterapkan baru-baru ini, misalnya menggunakan kurikulum merdeka, sekolah penggerak, guru penggerak, sekolah adiwiyata, sehingga siswanya memiliki profil pelajar Pancasila? 

Apakah Nabi Muhammad akan ikut program itu semua demi menunjang mutu, akreditasi dan citra sekolah? Atau justru semua itu tidak perlu? Karena yang namanya lembaga pendidikan atau sekolah, itu ya secara otomatis harus begitu itu.

 Merdeka dan bahagia siswa dan gurunya. Asri dan lestari lingkungannya. Terus berinovasi, bergerak dan menggerakkan. Menjadi rahmatan lil 'alamin. Atau kalau ketinggian ya bermanfaat bagi lingkungan dan orang-orang disekitarnya.

Aish.. pertanyaan-pertanyaan lanjutannya mengalir deras. Dan tiba-tiba saya teringat sebuah kisah Nabi Muhammad, saat ada seorang tunanetra datang kepada Beliau untuk meminta diajari mengenai Islam. 

Namun wajah Beliau terlihat masam, karena saat itu Beliau sedang berdakwah di hadapan pembesar Quraisy. Namun, karena ceritanya lamat-lamat saya ingat, jadi saya putuskan untuk mencari tahu, pertama saya googling dulu ternyata kisah itu ada di Al Quran surat 'Abasa 1-10. Silahkan bisa dibuka dan dibaca. Tidak perlu saya tuliskan di sini. Karena kemungkinan besar kertas ini akan tercecer.

Mungkin ada beberapa pembaca yang tidak terima dengan tulisan ini karena membawa-bawa Nabi Muhammad SAW. Mungkin juga gelisah sama seperti saya. Saya sarankan Anda untuk santai saja, tidak usah terlalu dipikirkan. 

Lha wong pertanyaan ini kan misalnya saja. Kalau misal berarti belum terjadi atau bahkan tidak terjadi. Jadi cuma ada di alam imajinasi saja. Maka biasa saja, tidak usah dipikir ruwet-ruwet apalagi sampai ndaki-ndaki dan mirgain. Karena kalau pun sudah ruwet berpikir hingga akhirnya menemukan jawabannya pun, lantas mau apa?

Pekalongan, sedang sebar brosur PPDB 2023,

Andika Nugraha Firmansyah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun