Mohon tunggu...
Andi Hermawan
Andi Hermawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa fakultas ekonomi, penjual buku dan biasa menulis

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Senandung Bunga dari Bulukadia: Stigma, Ungkapan dan Zaman

10 Februari 2023   15:52 Diperbarui: 10 Februari 2023   15:58 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Screen shot footage film dokumenter Senandung Bunga dari Bulukadia 

Foto: Moh. Syukran A
Foto: Moh. Syukran A
Belum lagi ditambah stigma negatif, yang mungkin buat para calon pelaku atau penerus muda berpikir dua kali untuk terlibat, karena tidak ingin jadi bahan pembicaraan yang mengurangi rasa percaya diri mereka. Selain itu, penyebab kekurangan penerus akibat minimnya diskursus yang dibangun dan ruang-ruang untuk berdialog secara terbuka akan hal-hal yang menyangkut tradisi. Seolah para pelaku tradisi menganggap yang hadir adalah mereka yang paham dan mengerti, padahal nyatanya tidak demikian. Bahkan di beberapa upacara adat yang dilaksanakan terbuka, dihadiri oleh mereka-mereka yang penasaran  dan pulang tanpa membawa jawaban atas apa yang telah disaksikan. Dan di sinilah bola liar bekerja, stigma negatif  yang mengisi jawaban atas pertanyaan para generasi saat ini.

Seputar Film

Film dokumenter berdurasi 20 menit ini bertema kebudayaan, program kerja sama dengan Kemendikbud melalui pendanaan Indosiana, sebagai upaya merekam maestro tradisi lisan. Yayasan Tana Sanggamu Sindue sebagai penerima fasilitasi dana hibah, menggandeng Eldiansyah atau akrab disapa Ancha, untuk menyutradarai proyek tradisi lisan/tutur, serta melibatkan Iksam Djahidin Djorimi yang merupakan arkeolog dan kurator museum Sulawesi Tengah sebagai tim peneliti. Secara keseluruhan, film dokumenter ini hadir dengan percaya diri di tengah badai stigma negatif terhadap Balia.

kelihatan bahwa sang sutradara mencari metode dan cara pengemasan yang tepat untuk film yang mengangkat unsur budaya dalam durasi waktu yang terbilang singkat. Hingga tidak begitu membahas tuntas tentang apa itu Balia, mungkin juga diakibatkan karena terkungkung dalam satu tema "merekam maestro" yang membatasinya. Hal ini juga yang sedikit memperlihatkan kebingungan atas pesan apa yang akan disampaikan, disisi lain ada topik Balia yang dibahas, tapi disisi lainnya sang maestro patut ditonjolkan. Dua hal ini yang menjadi kebingungan yang samar dalam film dokumenter ini.

Itu mengapa film dokumenter ini tidak bisa berjalan sendirian, baiknya selalu ditemani sang sutradara (orangtua). Karena kalau sewaktu-waktu ada orang-orang yang bertanya selepas pemutaran tentang apa-apa saja menyoal isi film, kiranya butuh jawaban mendalam dan penuh tanggung jawab. Sebelum pertanyaan itu disusupi lagi oleh jawaban negatif tanpa dasar. Terakhir, untuk menutup tulisan ini, barangkali untuk mereka yang masih dalam proses dialog tentang Balia mungkin tidak akan puas akan tulisan ini. Itu sudah barang tentu karena seperti tulisan di atas, Untuk menilai atau menyimpulkan serta memberi komentar atas suatu tradisi. bijaknya, membutuhkan proses pencarian yang cukup lama serta metode yang tepat, sebab semuanya menyangkut soal peradaban yang sudah barang tentu jauh diyakini dan dilaksanakan dalam satu lingkup masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun