Mohon tunggu...
Andi Hermawan
Andi Hermawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa fakultas ekonomi, penjual buku dan biasa menulis

Selanjutnya

Tutup

Pulih Bersama Pilihan

Komitmen G20: PLTA Poso (Bukan) Energi Hijau?

26 Agustus 2022   15:21 Diperbarui: 26 Agustus 2022   15:56 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penolakan ini bukan tanpa sebab, ada banyak kerugian moril maupun materiil yang tidak hanya berdampak pada segelintir orang, tapi hampir keseluruhan masyarakat bahkan desa-desa yang sudah sejak turun-temurun menggantungkan hidup di danau poso jauh sebelum kehadiran PLTA.

Pemaknaan secara serampangan mengenai green energy lah yang banyak memicu kesalahan dalam penerapannya. Kalau hanya dimaknai sekadar pemanfaatan sumber daya alam berupa air, angin, matahari, panas bumi dan lain-lain. Jelas akan berujung pada tafsir yang keliru, di saat negara-negara lain mempertimbangkan matang-matang dan secara bertahap merealisasikan energi hijau. 

Indonesia malah kelihatan buru-buru karena tidak ingin ketinggalan dari negara lain, padahal untuk mencapai pada penerapannya butuh kajian lebih, dari berbagai aspek. Itu mengapa PLTA yang ada di Poso saat ini banyak menerima penolakan dari masyarakat sekitar. 

Pemerintah Indonesia mungkin lupa mengenai definisi selanjutnya soal penerapan energi hijau yang bunyinya "sumber energi yang berasal dari bahan-bahan yang relatif aman dan tidak menimbulkan dampak negatif bagi LINGKUNGAN". 

PLTA Poso memanfaatkan air danau Poso untuk menjalankan turbin dan bukan batu bara yang terbatas dan merusak itu, ya memang benar. Namun, PLTA tidak mempertimbangkan dampak negatif bagi lingkungan.

Tercatat, sejak dua tahun terakhir bendungan PLTA Poso menahan tinggi air yang mengakibatkan desa dan lahan masyarakat sekitar terendam air. 

Bisa dibayangkan, kalau dalam setahun masyarakat bisa panen padi dua kali, itu berarti sejak bendungan beroperasi, ada empat kali gagal panen yang diderita masyarakat. Belum lagi hewan-hewan ternak mati yang jumlahnya juga tidak sedikit, akibat pakannya busuk terendam luapan air danau. 

Dampak kehadiran PLTA terhadap masyarakat sekitar danau Poso belum berhenti sampai di situ. Situs arkeologi yang ada di sekitaran danau Poso, fauna endemik, serta ritus masyarakat Poso terancam punah. 

Dan, sampai saat ini perusahaan hanya mau mengganti rugi materiil berupa beras 10kg/are ditambah dengan persyaratan-persyaratan yang membuat masyarakat yang terdampak aktivitas perusahaan, serupa objek belaka. Sungguh definisi yang tepat dari ganti "rugi".

Kehadiran PLTA Poso berbanding terbalik dari apa yang diharapkan presiden Joko Widodo dalam pembukaannya di peresmian bendungan tersebut. 

Saat negara-negara lain berlomba-lomba ingin mempertahankan semua hal tadi, sebagai bentuk kepedulian, kebanggaan dan kekayaan sebuah bangsa, Indonesia malah ingin mengesampingkannya demi ingin diakui sebagai negara maju. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pulih Bersama Selengkapnya
Lihat Pulih Bersama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun