Mohon tunggu...
Andi Harianto
Andi Harianto Mohon Tunggu... Freelancer - Kesederhanaan adalah kekuatan

Tinggal di Kota Kecil Bantaeng, 120 Kilometer, arah Selatan Kota Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dari Masjid New Normal Dimulai

2 Juni 2020   09:00 Diperbarui: 4 Juni 2020   01:42 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi protokol kesehatan di Masjid (sumber: alinea.id)

Bahwa Masjid adalah tempat suci. Tempat yang harusnya bebas dari mudarat. Bebas dari sumber penyakit.

"Kebersihan sebagian dari iman", tidak seharusnya hanya menjadi pesan yang tertulis dalam kumpulan hadits tetapi inheren dalam kehidupan masyarakat muslim.

Masjid adalah komunitas umat. Memulai prilaku baik di Masjid tentu akan mudah menular ke masyarakat- menjadi prilaku sosial.

Masjid dalam fungsinya tidak hanya untuk ibadah yang berorientasi akhirat (ukhrawi) tetapi juga untuk ibadah-ibadah sosial (duniawi).

Bergerak bersama untuk peduli bagi yang terdampak serta mengambil peran nyata dalam mencegah penularan, sungguh adalah ibadah sosial.

****

Masih dalam suasana lebaran, pembahasan kami malam itu bersemangat. Kami bersembilan, mendiskusikan tema hangat New Normal.

Protokol kesehatan di tempat kerja dan pertokoan sudah lumrah dibicarakan. Menjadi hangat ketika seorang rekan memunculkan Masjid sebagai yang seharusnya tempat dimulainya penormalan hidup baru.

Pola hidup dengan kebiasaan baru, relevan dimulai dari Masjid. Sebab, masjid dalam sejarahnya adalah awal terciptanya peradaban besar.

Masjid, dapat pula menjadi awal terciptanya kebiasaan baru dalam kondisi tidak normal seperti saat ini.

Pasar dibuka, masjid ditutup, adalah debat yang belum usai. Belum ada penjelasan yang terpuaskan dalam perdebatan itu. Setidaknya bagi sebagian umat.

Jika sebelumnya masjid menutup pintunya karena maksud mulia mencegah pandemi, saatnya sekarang semua akan dibuka dalam pola hidup baru, masjid dapat menjadi yang pertama.

Jika dari Masjid kita mulai New Normal, stigma masjid sebagai sumber yang rawan dan tidak dapat menangkal penularan akan tertutup selamanya.

Aspirasi umat yang tersembunyi dan cenderung ada yang merasa dianaktirikan menjadi bangkit. Mereka sebelumnya "melawan" secara gerilya, berjamaah sembunyi-sembunyi.

Kita tidak ingin konflik itu terbuka jika masjid tetap dibatasi sementara yang lain dibuka, sebab yang kita ingin hindari bersama dalam posisi bertahan adalah virus yang tak nyata mata telanjang.

Covid 19 adalah virus berbahaya, mudah penyebarannya tetapi bukan berarti tak dapat ditangkal. Dibeberapa tempat penularannya terhenti tidak mencipta klaster baru.

Di kota kami Bantaeng, Sulsel, update terkini terdapat 1 positif terjangkit. Statusnya, Orang Tanpa Gejala (OTG). Klasternya,  Temboro, Magetan.

Gugus tugas percepatan covid 19 di daerah kami cukup sukses menghambat penularan. Semoga kewaspadaan itu tidak longgar saat new normal resmi diterapkan.

Alhamdulillah, kasus positif tidak bertambah hingga 25 hari lebih sejak pertama dideteksi, sementara yang bersangkutan melaksanakan shalat jamaah di kampungnya. Kontak erat dengan keluarganya.

Hadir didiskusi kami itu seorang dokter. Saya bertanya, terkait informasi penularan setelah Idul Fitri. Sekitar 90% di kota kami shalat Id di Masjid . Beliau menjawab belum ada laporan, setelah 6 hari lebaran.

Sesuai informasi, gejala infeksi akan muncul 4-5 hari setelah kontak.

Fenomena ini bukan berarti saya hendak mengatakan masjid tidak rawan menjadi sumber penularan, semua tempat berkumpul bisa.  Walau penularannya bisa terjadi, tetapi dapat pula dicegah tidak meluas.

Dibeberapa tempat yang tetap melaksanakan jamaah, minim dilaporkan terjangkit, walau mungkin ada juga yang terpapar.

Bahkan, Dewan Masjid Indonesia (DMI), yang diketuai mantan Wapres JK itu mengkonfirmasi, bahwa tidak ada penularan di masjid. Pernyataan ini dirilis detik.com tanggal 29 Mei 2020.

Tentu kita semua tidak ingin masjid menjadi klaster penularan, karenanya musti dijaga dengan protokol kesehatan serta menjalankan adab-adabnya sepenuh iman.

Masjid haruslah menjadi benteng pertahanan menangkal penularan penyakit. Spirit berjamaah adalah kekuatan gotong royong yang potensinya besar mencegah virus ini menyebar.

Bahwa benar, Menteri Agama telah mengeluarkan Surat Edaran terkait pedoman beribadah di tempat ibadah. Termasuk Masjid tentunya.

Surat Pak Menteri ini keluar sehari setelah kami mendiskusikannya. Alhamdulillah.

Surat edaran ini akan diabaikan begitu saja jika tidak dikawal, difasilitasi. Tidak sekadar memenuhi harapan umat kemudian membiarkannya menyelesaikan masalahnya sendiri.

Jikapun tidak, mengawasinya berlebihan dipandang tidak perlu. Pendekatan dan edukasi yang beradab akan lebih baik. Jama'ah di Masjid, akan lebih teratur dibanding pengunjung pasar dan tempat wisata.

Saf terbaris rapi, tepat waktu dan tertib, demikian adabnya. Kebersihan adalah mutlak, sebab menjadi sebagian dari iman. Adab itu semacam protokol berlaku.

"Disodorkan padaku amal yang umatku yang baiknya dan yang buruknya.  Maka aku dapatkan yang sebaik-baiknya adalah (membuang) gangguan dari jalan dan kau dapatkan sejelek-jeleknya adalah mendahak di masjid” (HR. Al-Tahabrani).

Banyak hadits sebagai panduan berprilaku umat Islam terkait kebersihan. Bahkan orang dengan bau mulut karena makan bawang pun dilarang memasuki masjid.

Pakaian bersih dan indah, mensucikan diri sebelum ke masjid, tertib dalam langkah menjadi adab (protokol) jamaah ketika hendak masuk rumah ibadah umat muslim ini.

Baitullah atau rumah Allah adalah sebutan lain dari masjid. Tidaklah berlebihan ketika masjid betul-betul dijaga kebersihan, keindahan dan kemuliaannya.

Demikian sekian keutamaan yang menjadi alasan pembicaraan malam itu, mengapa masjid dapat dijadikan yang pertama menerapkan new normal.

New normal tidak sekadar hanya anjuran. Sekadar konsep untuk membuka industri, perkantoran dan pertokoan. Konsep kebiasaan baru ini perlu menjadi gerakan.

Mengapa? Karena syarat WHO point terakhir terkait new normal adalah melibatkan partisipasi masyarakat. Partisipasi Jama'ah masjid dalam hal ini bisa menjadi sebuah gerakan untuk membangun tatanan baru.

Jadikan masjid adalah yang terbersih dilingkungan kita, sebab masjid adalah gambaran jamaahnya. Prilaku jamaahnya.

"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang menyucikan diri" (Al-Baqarah: 222)

Jadikan masjid sebagai pusat penanganan covid-19, sebab masjid adalah tempat mulia untuk peran-peran sosial, habluminannas.

Masjid dapat menjadi lumbung doa. Disanalah doa-doa keselamatan diri, umat dan bangsa, Insya Allah terijabah.

Masjid juga bisa jadi lumbung pangan. Tempat mengkoordinir donasi untuk sesama saudara disekitar masjid yang terdampak pandemi dan sulit memenuhi kebutuhan hidupnya.

Sebagai lumbung Ilmu, masjid adalah sarana strategis untuk mengedukasi jamaahnya bagaimana menangani dan mencegah covid menyebar.

Speaker masjid adalah corong edukasi. Tempat mensosialisasikan pesan-pesan pemerintah. Disetiap kompleks, dusun bahkan komunitas terkecil pun ada Masjid.

Masjid sebagai pusat informasi akan menjangkau semua lapisan. Tentu ini bakal efektif jika dikomunikasikan baik. Tidak sekadar direncanakan, tapi dipedulikan. Jika perlu menjadi sebuah gerakan seperti saran diawal.

Tentu gerakan ini tidak mudah walau tidak juga sesulit yang dibayangkan, karena stigma-stigma sebelumnya yang memunculkan perasaan kurang berkenan dari jamaah.

Tantangan terbesarnya secara teknis adalah untuk menerapkan jaga jarak, karena masjid tempat berjamaah.

Saf-saf yang dibatasi minimal semeter mungkin memunculkan tantangan, tapi disinilah letak komunikasi itu penting. Pelibatan tokoh agama perlu untuk pemahaman dari sisi syariat.

Pembatasan untuk usia rentan (umur 45 ke atas) juga jadi tantangan. Sebab dalam usia seperti itu, para tetua kita lebih mendekatkan diri di masjid. Takmirnya juga rerata usia seperti itu.

Walau akan berat, tapi mulia.

Adab bagaimana sebelum ke Masjid, saat di Masjid dan ketika pulang dari ibadah telah tertuang dalam sunnah yang akan kembali digali.

Sebenarnya, New Normal bagi masjid tak lebih sebagai revitalisasi. Mengembalikan kaidah yang ada. Konsisten, menjadikan sunnah sebagai kebiasaan terbarukan.

Memang ada yang mungkin harus dimodifikasi dalam pola kebiasaan baru itu tetapi tentu tidaklah menyelisih sunnah. Islam adalah solusi. Ajarannya tidak lekang oleh zaman.

Itulah New Normal bagi masjid yang kami persepsikan dalam diskusi malam itu, walau tetap butuh pandangan ilmu agama untuk menyempurnakannya.

Ikhtiar ini, adalah upaya kebangkitan. Menjadikan Masjid sebagai awal bergerak. Kekuatan jamaah sungguh dahsyat. Pola hidup baru akan berlaku. Masjid, Insya Allah menyambutnya suka cita.

------
Disarikan dari kumpulan HADIS (hasil diskusi) FDB tanggal 27 dan 29 Mei 2020.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun