Mohon tunggu...
Andi Harianto
Andi Harianto Mohon Tunggu... Freelancer - Kesederhanaan adalah kekuatan

Tinggal di Kota Kecil Bantaeng, 120 Kilometer, arah Selatan Kota Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nyanyian Rindu Perantau Bugis dan Bekal Tellu Cappa

21 Agustus 2010   10:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:50 2235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Labu'ni essoE turunni uddanaiE,.................. wettunna ni massenge ri tau mabelaE,............... ( Senja telah tiba, rindu pun datang. Masa untuk mengenang orang yang telah jauh......... )

[caption id="attachment_234287" align="alignleft" width="300" caption="Labu'ni EssoE (Foto: Andi Harianto)"][/caption]

Penggalan bait lagu Bugis ini, sering dulu kami dendangkan, sewaktu bocah  dikampung. Kami tak mengerti apa maknanya, apalagi tahu siapa gerangan penciptanya. Kami senang saja menyanyikan nya, di teras rumah panggung kami,saat senja menjelang. Mendayu-dayu, mengiris kalbu, membekas ingatan, mengenang indahnya sendah gurau di teras ini. Waktu itu......

Oleh nenek, senandung Labu'ni essoe adalah nyanyian mengirim rindu pada keluarga yang telah jauh merantau, nun jauh di negeri orang (pasompe').  Kini, saya tidak lagi berada disana. Ratusan kilometer, jarak, ruang dan waktu telah memisahkan ku dengan kampung halaman,dimana kami se-keluarga Bugis lahir menemukan identitas.

Saya sebenarnya bukanlah kategori seorang asli pasompe'. Tak ada laut yang aku seberangi, dan tak ada alasan malu(siri') karena dilecehkan ataupun ditindas yang membuat kami meninggalkan tanahkelahiran. Saya pergi menuntut ilmu, kuliah, kemudian menikah bukan se sukusekampung dan akhirnya menetap di sebuah kota, dimana pekerjaan mengharuskannyademikian. Walau demikian, tetap kami jauh, kangen dengan handai taulan dan selalusaja ingin mendendangkan nyanyian Labu'ni Essoe.

*****

Somppe ku bukan untuk mencari teripang dan sirip ikan hiu, seperti nenek moyang orang Bugis, Makassar dan Bajo yang sudah berdagang dengan orang Aborijin di pantai utara Australia, jauh sebelum James Cook menginjakkan kakinya di daratan benua itu, Tulis George Junus Aditjondro,antropolog itu [1]. Sama halnya diriku, somppe 'kecilku' ini lebih pada untuk mempertahankan harkat keluarga, bahwa lebih baik pergi, daripada harus bermukim tanpa pekerjaan layak. Minimal, pekerjaaan yang 'hina' di negeri orang, tidak dilihat orang sekampung. Ini salah satu filosofi perantau Bugis,sehingga disetiap sekitar pelabuhan di nusantara ini, banyak ditemukanorang-orang Bugis bermukim. Walau harus diakui, ada diantaranya menjadi sekedar preman ataupun mungkin kuli angkut pelabuhan.

[caption id="attachment_234290" align="aligncenter" width="500" caption="Pelabuhan Nelayan Bantaeng (Foto: Andi Harianto)"][/caption]

Tidak hanya di wilayah pelabuhan, bahkanorang-orang Bugis banyak berada di pedalaman Kalimantan, Papua dan Sumatraserta daerah lainnya. untuk membuka, mengembangkan atau bekerja di areal perkebunan. Banyak diantaranya sukses sebagai pedagang. Negara seperti Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam, Thailand,bahkan Jazirah Arab, Benua  Australia danTanah Afrika tak lepas menjadi tujuan para pasomppe Bugis ini. Mengejutkan bagi saya, setelah mengetahui paparan Prof Emeritus Dato' Dr Moh. Yusoff bin Haji Hasyim,  tentang sisilah kerajaan di Malaysia. Menurut President Kolej Teknologi Islam Antar bangsa Melaka ini, dari segi silsilah, kesembilan raja dari 14 Propinsi di Malaysia yang memiliki hak otoritas dalam mengatur pemerintahannya itu, berasal dari komunitas Melayu-Bugis, Melayu-Johor dan Melayu-Minangkabau. Sebaga icontoh, lanjutnya, pemangku Kerajaan Selangor saat ini adalah turunan dari Kerajaan Luwu, Sulsel. [2]

Kota Samarinda di Kalimantan Timur dan Kepulaun Pagatan Di Kalimantan Barat dibuka dan dikembang oleh Perantau-Perantau Bugis, yang dirintis La Maddukelleng, bangsawan bugis dari Wajo, yang bermigrasi kesana di abad 17 pasca perang Makassar. Hal ini menurut buku Manusia Bugis, karya Christian Pelras,  yang telah memberiku kesadaran sebagai manusia Bugis, bahwa pasompe adalah bak intan yang tetap harus berkilau walau dinegeri orang. Luar Biasa, Cristian Pelras, Doktor Antropologi dari SorbonnePerancis ini, yang bahkan menggeluti dinamisnya kebudayaan Bugis selama 40 tahun, masa penelitiannya telah memberiku identitas yang lengkap kini.[3]

George Junus Aditjondro, seorang antropolog. Penulis buku kontroversial Gurita Cikeas, dalam makalahnya [4], juga memberiku pemahaman akademis tentang filosofi pasomppe' (perantau). Menurutnya, orang-orang Bugis yang sangat disiplin bekerja, dansangat menjunjung tinggi kehormatan mereka menganut falsafah hidup yangmenjunjung tinggi tiga kebebasan: kebebasan berpendapat, kebebasan berusaha,dan kebebasan bermukim. Kalau satu, dua, atau bahkan ketiga kebebasan itu dirongrong oleh penguasa, mereka lebih baik hijrah, ketimbang hidup di bawahpenindasan. Ternyata peneliti gondrong yang telah menimpuk muka Ramadhan Pohan dengan buku ini, mengingatkanku akan petuah almarhum kakekku tentang filosofi Tellu Cappa sebagai bekal di perantauan.

*****

Tellu Cappa atau tiga ujung itu adalah, Cappa Lila atau ujung lidah. Bekal ini diperlukan untuk berdiplomasi dengan baik dan santun untuk menyesuaikan diri di negeri rantau. Orang dihargai dari caranya bertutur kata, demikian sang kakek berpesan kepadaku. Tentu Ujung Lidah ini akan bertuah jikalau disertai akal yang sehat dan hati yang bersih. Ujung Kedua adalah Cappa Kawali atau ujung badik. Badik adalah senjata tajam sejenis keris sebagai pelengkap "kelaki-lakian"orang bugis.  Bukanlah Pria yang tak memiliki badik, kata Kakekku memprovokasi ku ketika itu. Badik adalah simbol tulang rusuk kiri pria yang hilang karena dicipta Hawa untuk Adam. Tanpa badik, pria tidak lengkap sebagai manusia. Wah, kalau yang ini bahaya. Polisi tak bakalan mengijikannya. Makanya kusimpan dirumah sebagai 'penjaga'.

Selain sebagai simbol, badik sebenarnyamemiliki filosofi sebagai alat yang terpaksa harus digunakan  jikalau dipermalukan untuk mempertahankan kehormatan atau Siri',  yang selalu dijunjung tinggi orang Bugis. Tentang siri' yang merupakan inti budaya bugis yang telah banyak terdegradasi ini, akan panjang jikalau dibahas disini. Semoga kali lain saya bisa mengupasnya dengan lebih baik, sepanjang pengetahuan minim saya tentang sukuku sendiri. Adapaun Cappa yang terakhir adalah (maaf), ujung kemaluan atau cappa teme' (cappa la.....). Akh,tidak enak rasanya untuk menjelaskan ini, tapi karena ini memang telah menjadi bahagian dari petuah yang terkandung dalam kearifan lontaraq Bugis,maka tak mengapalah untuk berbagi pengetahuan. Yang pasti ini bukan pornotulis.

Cappa teme' (sekali lagi maaf), adalah bekal pria yang juga sangat penting diperhatikan. Biasanya sebelum merantau bagi anak muda yang belum menikah, akan diajari khusus oleh para tetua kampung berkenaan dengan senjata 'berbahaya' ini. Oleh nenek saya, menasehati agar cappa yang terakhir ini jangan sembarang disarungkan, ataupun berkeliaran di beberapa sarung. Filosofi cappa yang ini, sebenarnya dimaksudkan untuk memberi kualitas generasi di negeri orang ataupun melebur bersama warga dinegeri rantau dengan jalan pernikahan . Saya sebenarnya sukses mempergunakannya, dengan menikahi perempuan dari suku daerah lain. Perempuan ini begitu bersahaja dan sangat cantik, setidaknya  menurutku yang khawatir kalau-kalau tulisanini di baca pula oleh Dia !?.

La Patau Mata'na Tikka, yang bergelar Sultan Alimuddin Idris Raja Bone ke 16, merajut damai dengan pernikahan karena peperangan Kerajaan Gowa dan Bone di Masa Sultan Hasanuddin dan Arung Palakka yang memakan korban yang banyak dan bersisa kebencian yang membatu. Arung Palakka yang menikahkan keponakannya La Patau dengan Putri Raja Gowa dan Raja Luwu telah melahirkan Pernikahan 'politik' dan Perdamaian abadi yang dijamin tak akan rusak karena sudah terikat dalam kekerabatan yang kental. Di negeri rantau, Opu Daeng Manambon seorang perantau bangsawan Luwuk, yang kemudian digelari Pangeran Emas Surya Negara juga menikahi Puteri Kesumba, anak Sultan Zainuddin dengan Utin Indrawati dari Kerajaan Mempawah di Kalimantan Barat [5].

Akhirnya ujung dari semua ini, membawaku rindu untuk kembali pulang. Nyanyian Labu'ni EssoE, sudah setahun ini ternyanyikan tanpa bersambut silaturrahim dengan kawan bermain layang-layang dikampung dulu. Duh, teringat aku dengan Olleng sahabatku, yang sewaktu bocah dulu sukses mencuri telur itik milik ayahnya sendiri. Ibu, Oh Ibu kuingin segera mencium tanganmu di teras rumah panggung kita di hari lebaran nanti.  Kepada Almarhum Kakek yang telah mengajariku tellu cappa, kuingin berziarah ke maqamnya dan mengabarkan bahwa cucunya sangat menjaga kehormatan ketiga ujung nya itu. Kepada Para Pasompe Bugis -Makassar di Negeri Rantau; " Akankan kalian rindu dan kembali kesini, dengan tiga ujung yang masih bertuah".

Bantaeng, 21Agustus 2010

Sekedar catatan dari salah seorang manusia bugis yang lagi rindu dan tak sabar menunggu masa mudik. Jikalau berkenan, mohon tulisan ini dikritik untuk menambah referensi saya sebagai penulis pemula yang kurang paham tentang sejarah, budaya dan dunia sosio-antropologis. Sekali lagi, ini kutulis hanya karena rindu. Jikalau ada bias sejarah dan pemaknaan budaya, mohon di ralat demi pelestarian Budaya Nusantara.

[caption id="attachment_234298" align="alignright" width="175" caption="Salam Tellu Cappa (metal-arch.blogspot.com)"][/caption] Andi Harianto Sumber Link : [1] TERLALU BUGIS-SENTRIS, KURANG'PERANCIS' GeorgeJunusAditjontro.pdf-adobe reader [2] http://www.antaranews.com/view/?i=1182931600&c=SBH&s [3] http://buginese.blogspot.com/2007/04/manusia-bugis-rantau-budayanya.html [4] Sama dengan [1] [5] http://buginese.blogspot.com/2006/12/masuknya-etnis-bugis-di-kalimantan.html

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun