Mohon tunggu...
Andi Harianto
Andi Harianto Mohon Tunggu... Freelancer - Kesederhanaan adalah kekuatan

Tinggal di Kota Kecil Bantaeng, 120 Kilometer, arah Selatan Kota Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nyanyian Rindu Perantau Bugis dan Bekal Tellu Cappa

21 Agustus 2010   10:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:50 2235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

*****

Tellu Cappa atau tiga ujung itu adalah, Cappa Lila atau ujung lidah. Bekal ini diperlukan untuk berdiplomasi dengan baik dan santun untuk menyesuaikan diri di negeri rantau. Orang dihargai dari caranya bertutur kata, demikian sang kakek berpesan kepadaku. Tentu Ujung Lidah ini akan bertuah jikalau disertai akal yang sehat dan hati yang bersih. Ujung Kedua adalah Cappa Kawali atau ujung badik. Badik adalah senjata tajam sejenis keris sebagai pelengkap "kelaki-lakian"orang bugis.  Bukanlah Pria yang tak memiliki badik, kata Kakekku memprovokasi ku ketika itu. Badik adalah simbol tulang rusuk kiri pria yang hilang karena dicipta Hawa untuk Adam. Tanpa badik, pria tidak lengkap sebagai manusia. Wah, kalau yang ini bahaya. Polisi tak bakalan mengijikannya. Makanya kusimpan dirumah sebagai 'penjaga'.

Selain sebagai simbol, badik sebenarnyamemiliki filosofi sebagai alat yang terpaksa harus digunakan  jikalau dipermalukan untuk mempertahankan kehormatan atau Siri',  yang selalu dijunjung tinggi orang Bugis. Tentang siri' yang merupakan inti budaya bugis yang telah banyak terdegradasi ini, akan panjang jikalau dibahas disini. Semoga kali lain saya bisa mengupasnya dengan lebih baik, sepanjang pengetahuan minim saya tentang sukuku sendiri. Adapaun Cappa yang terakhir adalah (maaf), ujung kemaluan atau cappa teme' (cappa la.....). Akh,tidak enak rasanya untuk menjelaskan ini, tapi karena ini memang telah menjadi bahagian dari petuah yang terkandung dalam kearifan lontaraq Bugis,maka tak mengapalah untuk berbagi pengetahuan. Yang pasti ini bukan pornotulis.

Cappa teme' (sekali lagi maaf), adalah bekal pria yang juga sangat penting diperhatikan. Biasanya sebelum merantau bagi anak muda yang belum menikah, akan diajari khusus oleh para tetua kampung berkenaan dengan senjata 'berbahaya' ini. Oleh nenek saya, menasehati agar cappa yang terakhir ini jangan sembarang disarungkan, ataupun berkeliaran di beberapa sarung. Filosofi cappa yang ini, sebenarnya dimaksudkan untuk memberi kualitas generasi di negeri orang ataupun melebur bersama warga dinegeri rantau dengan jalan pernikahan . Saya sebenarnya sukses mempergunakannya, dengan menikahi perempuan dari suku daerah lain. Perempuan ini begitu bersahaja dan sangat cantik, setidaknya  menurutku yang khawatir kalau-kalau tulisanini di baca pula oleh Dia !?.

La Patau Mata'na Tikka, yang bergelar Sultan Alimuddin Idris Raja Bone ke 16, merajut damai dengan pernikahan karena peperangan Kerajaan Gowa dan Bone di Masa Sultan Hasanuddin dan Arung Palakka yang memakan korban yang banyak dan bersisa kebencian yang membatu. Arung Palakka yang menikahkan keponakannya La Patau dengan Putri Raja Gowa dan Raja Luwu telah melahirkan Pernikahan 'politik' dan Perdamaian abadi yang dijamin tak akan rusak karena sudah terikat dalam kekerabatan yang kental. Di negeri rantau, Opu Daeng Manambon seorang perantau bangsawan Luwuk, yang kemudian digelari Pangeran Emas Surya Negara juga menikahi Puteri Kesumba, anak Sultan Zainuddin dengan Utin Indrawati dari Kerajaan Mempawah di Kalimantan Barat [5].

Akhirnya ujung dari semua ini, membawaku rindu untuk kembali pulang. Nyanyian Labu'ni EssoE, sudah setahun ini ternyanyikan tanpa bersambut silaturrahim dengan kawan bermain layang-layang dikampung dulu. Duh, teringat aku dengan Olleng sahabatku, yang sewaktu bocah dulu sukses mencuri telur itik milik ayahnya sendiri. Ibu, Oh Ibu kuingin segera mencium tanganmu di teras rumah panggung kita di hari lebaran nanti.  Kepada Almarhum Kakek yang telah mengajariku tellu cappa, kuingin berziarah ke maqamnya dan mengabarkan bahwa cucunya sangat menjaga kehormatan ketiga ujung nya itu. Kepada Para Pasompe Bugis -Makassar di Negeri Rantau; " Akankan kalian rindu dan kembali kesini, dengan tiga ujung yang masih bertuah".

Bantaeng, 21Agustus 2010

Sekedar catatan dari salah seorang manusia bugis yang lagi rindu dan tak sabar menunggu masa mudik. Jikalau berkenan, mohon tulisan ini dikritik untuk menambah referensi saya sebagai penulis pemula yang kurang paham tentang sejarah, budaya dan dunia sosio-antropologis. Sekali lagi, ini kutulis hanya karena rindu. Jikalau ada bias sejarah dan pemaknaan budaya, mohon di ralat demi pelestarian Budaya Nusantara.

[caption id="attachment_234298" align="alignright" width="175" caption="Salam Tellu Cappa (metal-arch.blogspot.com)"][/caption] Andi Harianto Sumber Link : [1] TERLALU BUGIS-SENTRIS, KURANG'PERANCIS' GeorgeJunusAditjontro.pdf-adobe reader [2] http://www.antaranews.com/view/?i=1182931600&c=SBH&s [3] http://buginese.blogspot.com/2007/04/manusia-bugis-rantau-budayanya.html [4] Sama dengan [1] [5] http://buginese.blogspot.com/2006/12/masuknya-etnis-bugis-di-kalimantan.html

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun