Saiyah kagum dengan cara kerja tim Prabowo dalam memanajemen isu-isu. Ini saiyah simpulkan setelah perbincangan menarik dengan kawan dari Philipina yang dia katakan bahwa dia membaca berita politik Indonesia di koran setempat dengan judul Prabowo Macan Asia.
Tetapi pada pertanyaan tuan Mayor Mato yang mengatakan mengapa Prabowo memilih istilah Macan maka saiyah mulai berpikir dan membuat asumsi-asumsi awal.
Ini karena setelah melihat matrik media analisis bagaimana Prabowo diam saja terhadap berita2 dan isu terkait dirinya, maka macan yang ditanyakan tadi tiba-tiba menjadi suatu representasi simbolis bagi saiyah. Macan adalah hewan pemalu, mereka selalu menghindari keramaian dan bila menyerang pertama-tama betul2 memfokuskan perhatian pada satu sasaran. Mengamatinya pelan-pelan dan saksama lalu sambil mengendap-endap diam-diam ia kemudian melompat menerkam.
Maka sambil saiyah amati di layar matrik berturut-turut muncul aneka tekanan atau offensive terhadap Prabowo yaitu isu;
1. Prabowo Melanggar HAM (penculikan, perang timor-leste, kampung janda dll.)
2. Prabowo Jendral Pecatan (ex jendral berkoalisi anti Prabowo)
3. Prabowo Gagal dalam Rumah Tangga
4. Prabowo Galak (Melempar Handphone, Menuding, menggebrak meja)
5. Prabowo Anti Minoritas (Syiah, Ahmadiyah, aliran2 kristen, kepercayaan dll.)
6. Prabowo Fasis (pandangan kelompok hutan kayu)
7. Prabowo Bermasalah di soal kewarganegaraan ganda
Sampai hari ini tidak satu pun dari offensive issues tadi dibantah, dilawan, diklarifikasi oleh Prabowo. Ini tentu berbeda dengan kejadian tahun 1999, 2003, dimana Prabowo agak kerap memberikan keterangan pers (jumpa pers) dan memberikan klarifikasi terkait kejadian HAM, isu kudeta, pemboman gereja, dan terorisme.
Di sini kemudian saiyah meletakkan satu pendalaman bahwa sikap defensive Prabowo kali ini bukan diam sembarang diam tetapi adalah satu bagian dari prosedur penolakan (avoiding) dengan pendiaman (by silence). Strategi menghindari tarikan atau dorongan lawan dari apa yang dikenal dalam mode negosiasi sebagai teknik negosiasi tiga diam.
Pertama diam yang dimaksud adalah Silence. Atau diam dalam pengertian tidak bersuara.
Pihak yang bertahan (Prabowo) akan mengambil langkah taktik diam dengan urutan diam dan kemudian menolak. Tujuannya adalah membaca subtansi yang diinginkan oleh penyerang (offender), apakah ia akan menawarkan satu bentuk kerja sama atau memang si lawan akan selalu menyerang dengan isu dan kata-kata dalam permainan. Di sini berlaku hukum: "Orang yang banyak berbantah dengan omongan tidak pernah menghunus pedangnya".
Kedua Verbal silence atau diam lewat kata-kata seperti; No Comment, Lanjutkan, kita singkirkan dulu poin itu, dan saya menolak anggapan dll.. Verbal silence ini tidak dikerjakan oleh Prabowo, ini karena meskipun diam, sebuah komentar selalu punya resiko ditanggapi berbeda dan keliru dan ia tidak ingin itu terjadi.
Ketiga, sikap diam dalam pengertian tidak bergerak (not move atau stand still). Di sini terlihat sekali bahwa Prabowo dengan timnya, memainkan strategi seperti film "The Croucing Tiger and Hidden Dragon" seperti membiarkan lawan bergerak blusukan mengungkit aneka isu yang sebetulnya mereka tidak akan tertarik atau terdorong menanggapinya (karena mereka tentu tidak akan bermain dengan alat peraga milik lawan).
Mereka (The Prabowos) sepertinya sedang menunggu permainan di tingkat Meta Level dimana ia menunggu momentum tepat untuk membiarkan lawan menemukan penolakan atas tudingannya sendiri. Lawan akan nantinya akan dipaksa bermain dalam negosiasi prosedural yang dia faham sekali bahwa yang paling penting adalah bagaimana anggota koalisi harus terus disolidkan dan diperjelas posisi mereka dalam persekutuan sepanjang permainan daripada sibuk menyerang lawan.
Di Meta Level ini nantinya akan banyak hal mengejutkan dari Prabowo, seperti mungkin saja ia akan mengajak tokoh minoritas dari Syiah, Ahmadiyah, Kristen minoritas, dalam koalisi besarnya. Atau kita melihat bagaimana ia dalam taktik diamnya membiarkan ex competitornya di tubuh militer malah membesarkan namanya untuk terus muncul di media lewat isu-isu HAM, jendral pecatan, atau indisipliner, yang malah menunjukkan bahwa ia bukan seperti kebanyakan pejabat tentara lainnya adalah orang yang dibenci karena anti-kemapanan.
Serta bukan mustahil di tengah kampanye ia mendeklarasikan rujuknya rumah tangganya dengan Nyonya Titie Soeharto dan kita para pemirsa yang seneng sinetron cinta rumah produksi Tuan Ram Punjadi akan ikut-ikutan menangis terharu dan mewek gembira.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H