“ Enggak kok. Eh tanggal 3 besok aku mau mendaki ke merbabu. Doakan aku yaa”
“ Merbabu? Oh okey, tak perlu kau minta pasti sudah aku doakan”
“ Ikhou van jou, And....”
Hari ini 5 Oktober, aku sangat cemas. Chika harusnya sudah tiba dari merbabu sore ini. Tapi ini hampir tengah malam dan belum ada kabar dari timnya itu. Kami, teman-teman dan orang tua tim pendaki menunggu cemas di depan gerbang sekolah. Tiba-tiba ambulan datang, seorang perawat bertanya keras
“ Siapa kerabat Chika Nur Alfihusna?”
Aku terkejut. Aku dan orang tua Chika mendekat ke ambulan itu. Perawat yang tampak letih itu berjalan membuka pintu ambulan.” Chika jatuh dari tebing, kepalanya terbentur. Maaf putri anda tidak tertolong”. Kulihat tubuh kaku Chika. Dadaku sesak, aku bahkan tidak bisa menangis. Tiba-tiba semua menjadi gelap. Setelah itu aku tak ingat apa-apa.
Aku tersentak kembali ke kehidupanku sekarang. Lima hari setelah kematian Chika dan melupakannya masih tampak begitu mustahil bagiku. Angin hangat tiba-tiba berhembus, membawa wewangian harum, menerbangkan sekuntum bunga liar kepadaku. Iseng kuhitung kelopaknya. Ada 5.” Vijf, Ikhou van jou, Chika”, bisikku pelan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H