Mohon tunggu...
Andi Saputra
Andi Saputra Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hati yang Terbelenggu

1 Oktober 2016   18:07 Diperbarui: 1 Oktober 2016   18:14 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Senja yang indah di ufuk barat, berwarna merah dan semburat jingga disertai burung burung yang terbang kembali ke sarang setelah seharian mencari makan.
 Aku duduk disini, di atas motor bututku memandangi luasnya lahan persawahan yang ditanami padi sudah mulai menguning dan juga memandangi karya sang Pencipta yang selalu membuat aku kagum atas cipataanNya, namun bukan itu saja, saat ini aku sedang memikirkan sesuatu ehh… seseorang lebih tepatnya, yaa.. dia adalah seorang gadis yang aku lihat waktu acara gathering kampus satu bulan yang lalu sebelum liburan tiba, gadis itu sudah membuat jantung ini bergedup lebih cepat seperti putaran mesin 1000 rpm. Entah apa yang membuatku begitu. Sudah satu bulan lebih aku meninggalkan kampusku untuk berlibur dan liburannya kini hanya tinggal tiga hari.

Malam yang terasa dingin menusuk kulitku,tak biasanya malam ini begitu dingin. Dengan secangkir kopi hitam panas buatan ibuku aku duduk di teras rumah sembari memandangi lingkungan pedesaan yang tenang, damai dan indah. Dalam suasana itu aku teringat seorang gadis, seorang gadis yang sangat cantik, tidak hanya cantik wajahnya tapi juga cantik iman dan perasaannya. Aku tak tahu namanya, memang waktu itu ketika aku hendak berkenalan dengannya setelah acara gathering tiba-tiba seorang laki-laki tua berambut dan berjenggot putih langsung menjemputnya dan membawanya untuk langsung menaiki mobil Toyota camry warna putih. Aku pun tak tahu siapa laki-laki tua berjenggot dan berambut putih itu, mungkin bapaknya atau kakeknya atau pamannya.

Aku masih saja memikirkan gadis itu, sudah kucoba untuk melupakannya tapi masih belum bisa. Bayangan wajahnya masih tersirat jelas didepan mataku. Pulpen dan selembar kertas yang ada di samping kopi hitam panasku kuambil lalu kutulis sebuah puisi untuk menggambarkan rasa cintaku kepadanya

                                                            Hati Yang Terbelenggu

Saat rindu menyesak di dada

Terbungkus derita menyayat hati

Aku seperti kehabisan nafas

Habis oksigen karna merindukanmu

                                    Aku takut terbiasa dengan rasa ini

                                    Membuat hati jadi kebal rasa

                                    Aku takut terbiasa dengan rindu ini

                                    Membuat hati jadi mati rasa

Adakah cinta tanpa mata?

Walau sesaat ingin bertemu

Bebaskan hati dari belenggu

Belenggu rindu karna dirimu

            Tiga bait puisi telah kuselesaikan, puisi tersebut menggambarkan perasaanku saat ini. Kulipat kertas dan kumasukan kedalam dompet untuk suatu saat nanti akan kuberikan kepada seoarang gadis yang setiap pagi dan malam terbayang akan wajahnya yang indah.

Tak terasa malam sudah semakin larut, lampu-lampu rumah pedesaan yang tadinya masih hidup kini sudah mulai banyak yang dimatikan, Pemduduk desa mungkin segera bergegas untuk istirahat dan tidur, hanya terlihat beberapa orang di pos ronda yang sedang main catur untuk menghilangkan rasa ngantuk nya. Aku pun bergegas masuk ke rumah dan langsung mengambil air wudhu sebelum tidur. Sebelum tidur aku berdoa kepada Sang Maha Pencipta supaya aku besok masih diberi kesempatan untuk hidup agar bisa melaksanakan dan menunaikan amalan-amalan yang baik sebagai bekal di dunia dan di akhirat kelak.

                                                                                    Semarang, 21 Agustus 2016

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun