Namun ada pesan yang lebih mendalam yang saya tangkap dari film dokumenter itu. Lebih dari sekedar seni, kintsugi adalah konsep spiritual yang dimaksudkan untuk mengajarkan kita menerima dan merayakan keaslian dan ketidaksempurnaan serta hidup sederhana.
Poin utama yang saya pahami dari kintsugi bukanlah untuk menyembunyikan retakan, namun untuk benar-benar menonjolkan "retak" atau "bekas luka" sebagai bagian dari desain.
Seperti yang dikatakan oleh salah satu mahasiswa seni ini: "Kintsugi menunjukkan kepada Anda bahwa Anda lebih baik dengan retakan emas Anda."
Bekas luka emas sebenarnya merupakan penghormatan kepada Anda. Lalu bagaimana jika Anda pernah rusak atau patah? Kintsugi bertujuan memperkaya Anda sebagai pribadi.
Jadi jangan menyembunyikan bekas luka, tapi terimalah ketidaksempurnaan sebagai bagian dari diri kita.
Ada tetangga kami. Keluarga itu dulunya sombong dan tidak malu memamerkan kekayaan mereka. Namun ketika putri mereka yang belum menikah menghasilkan seorang cucu yang didiagnosis menderita sejenis distrofi otot, kehidupan mereka berubah secara tak terduga. Mereka menjadi lebih rentan. Tapi mereka mencintai "anak istimewa" ini. Mereka tidak menyembunyikannya. Sebaliknya, mereka bangga dan menunjukkannya di lingkungan kami dan di postingan media sosial mereka. Jelaslah, mereka menerima ketidaksempurnaannya. Pada akhirnya, anak tersebut telah mengubah mereka  sedikit demi sedikit. Mereka mulai mengurangi sifat pamernya dan lebih bertetangga serta menghormati orang  lain yang memiliki anak.
Saya berdoa agar, meskipun kita sedang patah hati, kita akan dibimbing menuju suatu tempat di mana kita dapat melampaui penderitaan hari ini untuk menciptakan kisah baru dalam hidup kita dan menjadi sumber kekuatan bagi orang lain.
Yang terpenting, saya sangat berharap agar negara kita yang terpecah belah ini dapat dijiwai dengan semangat kintsugi. Biarkan sejarah bersama dan aspirasi kolektif kita menjadi pernis emas untuk memperbaiki kehancuran kita dan menutup kesenjangan di banyak celah yang terus-menerus memecah belah dan memisahkan kita. Kemudian, dari kehancuran yang telah kita perbaiki, marilah kita muncul sebagai komunitas yang lebih indah, tangguh, dan kuat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H