Mohon tunggu...
ANDI FIRMANSYAH
ANDI FIRMANSYAH Mohon Tunggu... Guru - Guru yang Belum Tentu Digugu dan Ditiru

Hanya Seorang Marhaen yang menyenangi bidang Geopolitik, Sejarah dan Ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Keindahan dalam Sebuah Kehancuran

9 Agustus 2024   19:42 Diperbarui: 9 Agustus 2024   19:43 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saat ini, banyak orang yang sedang terluka. Sangat menyakitkan.

Ada sepasang saudara kandung yang kehilangan kedua orang tuanya satu demi satu. Salah satu saudaranya terus-menerus mengomel di media sosial. Mengecam sistem kesehatan, petugas rumah sakit bahkan kerabatnya sendiri. Dia marah. Namun dari postingannya terungkap celah lain dalam keluarga yang telah lama tersembunyi di balik permukaan.

Ada seorang rekan yang terpaksa menutup usaha kecilnya yang nyaris tidak bisa bertahan. Ini adalah keputusan yang menyakitkan karena usaha tersebut adalah sumber pendapatan tetap, kegembiraan dan kebahagiaan baginya. Istrinya meninggal tiga tahun lalu. Kini di usia akhir 60-an, tanpa anak, terisolasi dari kerabat istrinya, dia tinggal sendirian, menyewa sebuah rumah. Tanpa penghasilan tetap, ia memanfaatkan tabungan yang habis karena sewa bulanan. Dia berusaha untuk terlihat tidak terpengaruh tetapi saya dapat mendeteksi retakan kecil di jiwanya.

Ada kerabat keluarga kami di mana mereka tidak berbicara satu sama lain. Mereka bergiliran menghubungi istri saya yang berfungsi sebagai tong sampah untuk mendengarkan kecaman pahit mereka terhadap satu sama lain. Retakan yang memisahkan mereka dimulai bertahun-tahun yang lalu dan mereka membiarkannya semakin melebar selama bertahun-tahun. Kini mereka sudah tua dan harusnya lebih bijaksana. Namun mereka menghadapi celah yang mungkin tidak dapat diperbaiki lagi.

Masih banyak lagi keretakan dan kehancuran yang terjadi dalam kehidupan manusia termasuk kehidupan kita sendiri tentunya.

Tapi mari kita ambil pelajaran dari apa yang penulis Ernest Hemingway katakan: "Dunia menghancurkan semua orang dan kemudian banyak orang menjadi kuat di tempat-tempat yang hancur."

Saat saya merasa berat dengan semua perkembangan menyedihkan yang terjadi di sekitar kita, suatu pagi saya mendapat sedikit pencerahan setelah menonton film dokumenter NHK yang menarik tentang seni Jepang yang entah bagaimana menangkap esensi dari apa yang kita semua butuhkan saat ini. Namanya adalah "kintsugi". Ini adalah seni menyatukan kembali pecahan tembikar dengan emas cair atau pernis yang ditaburi bubuk emas. Ide di baliknya adalah Anda dapat menciptakan karya seni yang lebih kuat dan indah dengan menerima kekurangan dan ketidaksempurnaan dengan menonjolkannya ketimbang menyembunyikan bekas luka.

Apa nilai-nilai yang bisa kita ambil dari kintsugi?

Pertama, kita perlu memiliki rasa hormat terhadap benda-benda yang telah kita gunakan atau yang telah lama bermanfaat bagi kita. Karena semua itu telah menjadi bagian dari hidup kita. Mari kita hormati sejarah mereka dan ungkapkan rasa terima kasih kita saat kita membuang atau menyumbangkannya.

Ketika saya menjual motor lama saya, yang telah melayani saya selama lebih dari 20 tahun, tujuan utama saya bukanlah mendapatkan harga terbaik. Setidaknya ada tiga orang yang tertarik. Namun saya memilih seorang mekanik muda. Saya yakin dia akan menghargai dan merawat motor itu seperti saya dan bahkan memberinya kehidupan baru. Memilih orang yang tepat untuk menjadi pemilik baru adalah hal yang paling tidak  bisa saya lakukan untuk mengungkapkan rasa terima kasih saya kepada pelayanannya yang setia. Saat ini motor tersebut berjalan efisien dengan mesin yang disetel secara luar biasa dan dimanjakan dengan penuh kasih sayang oleh pemilik barunya.

Kintsugi memberi tahu kita bahwa sebelum membuangnya, mungkin kita bisa melihat kembali benda-benda lama dan menemukan kegunaan baru dari benda tersebut. Inilah sebabnya mengapa saya sangat senang melihat deretan botol minuman ringan plastik dipotong menjadi dua bagian untuk dijadikan pot tanaman yang kini tergantung di dinding. Sungguh cara yang cerdik dan menyenangkan untuk memberikan kegunaan baru pada benda-benda bekas.

Namun ada pesan yang lebih mendalam yang saya tangkap dari film dokumenter itu. Lebih dari sekedar seni, kintsugi adalah konsep spiritual yang dimaksudkan untuk mengajarkan kita menerima dan merayakan keaslian dan ketidaksempurnaan serta hidup sederhana.

Poin utama yang saya pahami dari kintsugi bukanlah untuk menyembunyikan retakan, namun untuk benar-benar menonjolkan "retak" atau "bekas luka" sebagai bagian dari desain.

Seperti yang dikatakan oleh salah satu mahasiswa seni ini: "Kintsugi menunjukkan kepada Anda bahwa Anda lebih baik dengan retakan emas Anda."

Bekas luka emas sebenarnya merupakan penghormatan kepada Anda. Lalu bagaimana jika Anda pernah rusak atau patah? Kintsugi bertujuan memperkaya Anda sebagai pribadi.

Jadi jangan menyembunyikan bekas luka, tapi terimalah ketidaksempurnaan sebagai bagian dari diri kita.

Ada tetangga kami. Keluarga itu dulunya sombong dan tidak malu memamerkan kekayaan mereka. Namun ketika putri mereka yang belum menikah menghasilkan seorang cucu yang didiagnosis menderita sejenis distrofi otot, kehidupan mereka berubah secara tak terduga. Mereka menjadi lebih rentan. Tapi mereka mencintai "anak istimewa" ini. Mereka tidak menyembunyikannya. Sebaliknya, mereka bangga dan menunjukkannya di lingkungan kami dan di postingan media sosial mereka. Jelaslah, mereka menerima ketidaksempurnaannya. Pada akhirnya, anak tersebut telah mengubah mereka  sedikit demi sedikit. Mereka mulai mengurangi sifat pamernya dan lebih bertetangga serta menghormati orang  lain yang memiliki anak.

Saya berdoa agar, meskipun kita sedang patah hati, kita akan dibimbing menuju suatu tempat di mana kita dapat melampaui penderitaan hari ini untuk menciptakan kisah baru dalam hidup kita dan menjadi sumber kekuatan bagi orang lain.

Yang terpenting, saya sangat berharap agar negara kita yang terpecah belah ini dapat dijiwai dengan semangat kintsugi. Biarkan sejarah bersama dan aspirasi kolektif kita menjadi pernis emas untuk memperbaiki kehancuran kita dan menutup kesenjangan di banyak celah yang terus-menerus memecah belah dan memisahkan kita. Kemudian, dari kehancuran yang telah kita perbaiki, marilah kita muncul sebagai komunitas yang lebih indah, tangguh, dan kuat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun