Mohon tunggu...
ANDI FIRMANSYAH
ANDI FIRMANSYAH Mohon Tunggu... Guru - Guru yang Belum Tentu Digugu dan Ditiru

Hanya Seorang Marhaen yang menyenangi bidang Geopolitik, Sejarah dan Ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menjadikan Media Sosial Tempat Bersosialisasi

4 Januari 2024   06:32 Diperbarui: 4 Januari 2024   06:44 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Media sosial telah mengalami pertumbuhan luar biasa selama 20 tahun terakhir. Facebook yang mulai populer hampir dua dekade yang lalu  memberikan kita tempat untuk tetap berhubungan dan berkomunikasi.

Microblogging berkembang seiring dengan munculnya Twitter dimana orang-orang memposting tentang apa saja yang terjadi dalam kehidupan dan pikiran mereka. Kemudian Instagram menyediakan album foto online yang apik untuk mendokumentasikan kehidupan pengguna.

Kini, sekitar 20 tahun kemudian, media sosial terpuruk akibat kapitalisme yang semakin menyebar.

Instagram dan Facebook sekarang menampilkan iklan di antara foto-foto dari teman kita yang dipromosikan oleh platform. TikTok dan Snapchat isinya hanyalah kumpulan influencer yang mencoba menjual produk dan layanan. Twitter atau X malah meningkatkan postingan dari pelanggan yang membayar. Mengikis fenomena 'viral' yang organik.

Media sosial dalam banyak hal, menjadi kurang sosial. Jenis postingan di mana orang-orang memberi kabar terbaru kepada teman dan keluarga tentang kehidupan mereka semakin sulit dilihat karena platform-platform tersebut semakin "terkorporatisasi".

Pengguna jarang sekali melihat pesan dan foto dari teman dan kerabat tentang liburan atau makan malam mewah mereka. Pengguna Instagram, Facebook, TikTok, Twitter dan Snapchat kini hanya sering melihat konten profesional dari para influencer dan pihak lain yang membayar untuk itu.

Perubahan ini berdampak pada perusahaan jejaring sosial dan cara orang berinteraksi satu sama lain secara digital.

Hal ini juga menimbulkan pertanyaan tentang ide inti Platform online.

Selama bertahun-tahun, gagasan tentang platform online yaitu sebuah situs all-in-one yang dapat dilihat oleh publik, tempat orang-orang menghabiskan sebagian besar waktunya kini menjadi jejaring sosial besar yang menghubungkan orang dengan merek sebagai prioritas dibandingkan menghubungkan mereka dengan orang lain. Makanya kini ada beberapa pengguna mulai mencari situs dan aplikasi berorientasi komunitas yang dikhususkan untuk hobi dan masalah tertentu.

"Platform yang kita tahu sudah berakhir," kata profesor komunikasi di Universitas Illinois-Chicago Zizi Papacharissi yang mengajar kursus media sosial. "Mereka telah melampaui kegunaannya."

Pergeseran ini turut membantu menjelaskan mengapa beberapa perusahaan jejaring sosial yang terus memiliki miliaran pengguna dan menghasilkan pendapatan miliaran dolar kini menjajaki jalur bisnis baru.

Baca juga: Cryptocurrency

Twitter, yang dimiliki oleh Elon Musk, telah mendorong orang dan merek untuk membayar USD8 hingga USD1.000 per bulan untuk menjadi pelanggan.

Meta, perusahaan induk dari Facebook dan Instagram beralih ke dunia online imersif yang disebut metaverse.

Bagi pengguna, ini berarti bahwa mereka harus beralih dari yang tadinya menghabiskan seluruh waktunya di satu atau beberapa jejaring sosial besar, kini lebih memilih situs yang lebih kecil dan lebih fokus.

Termasuklah Mastodon, yang pada dasarnya adalah tiruan Twitter yang dipecah menjadi beberapa komunitas,  jaringan sosial bagi para tetangga untuk bersimpati terhadap permasalahan sehari-hari dan aplikasi seperti Truth Social yang awalnya sering dipakai oleh mantan presiden Amerika Serikat Donald Trump dan dipandang sebagai jaringan sosial untuk kaum konservatif.

"Ini bukan soal memilih satu jaringan untuk mengatur semuanya -- ini adalah logika gila Silicon Valley," kata Ethan Zuckerman, profesor kebijakan publik di Universitas Massachusetts Amherst. "Masa depan adalah Anda menjadi anggota dari lusinan komunitas yang berbeda, karena sebagai manusia, kita juga seperti itu."

Twitter tidak memberikan komentar tentang evolusi jejaring sosial ini.

Meta menolak berkomentar dan TikTok tidak menanggapi saat diminta berkomentar. Snap, pembuat Snapchat, mengatakan meskipun aplikasinya telah berkembang, namun menghubungkan orang dengan teman dan keluarga tetap menjadi fungsi utama katanya.

Peralihan ke jejaring sosial yang lebih kecil dan lebih fokus telah diprediksi beberapa tahun lalu oleh beberapa nama besar media sosial termasuk CEO Meta Mark Zuckerberg dan pendiri Twitter Jack Dorsey.

Pada tahun 2019, Zuckerberg menulis di postingan Facebook bahwa pesan pribadi dan grup kecil adalah area komunikasi online yang tumbuh paling cepat.

Dorsey, yang mengundurkan diri sebagai CEO Twitter pada tahun 2021, telah mendorong apa yang disebut jaringan sosial terdesentralisasi yang memberi orang kendali atas konten yang mereka lihat dan komunitas tempat mereka berinteraksi. Beliau baru-baru ini memposting di Nostr, sebuah situs media sosial berdasarkan prinsip ini.

Bagian yang sulit bagi pengguna adalah menemukan jaringan kecil yang lebih baru karena kadang tidak jelas.

Namun jejaring sosial yang lebih luas, seperti Mastodon atau Reddit, sering kali bertindak sebagai pintu gerbang ke komunitas yang lebih kecil. Saat mendaftar ke Mastodon misalnya, orang dapat memilih server dari banyak daftar. Termasuk server yang terkait dengan game, makanan, dan aktivisme.

Kepala eksekutif Mastodon Eugen Rochko mengatakan pengguna mempublikasikan lebih dari satu miliar postingan setiap bulan di komunitasnya dan tidak ada algoritma atau iklan yang muncul di postingan tersebut.

Salah satu manfaat utama dari jaringan kecil adalah jaringan ini menciptakan forum untuk komunitas tertentu, termasuk masyarakat yang terpinggirkan. Jaringan kecil lainnya seperti Letterboxd, sebuah aplikasi bagi para penggemar film untuk berbagi pendapat mereka tentang film, berfokus pada minat khusus.

Komunitas yang lebih kecil juga dapat meringankan tekanan sosial dalam penggunaan media sosial terutama bagi generasi muda.

Selama beberapa dekade terakhir, berbagai cerita bermunculan.  Termasuk  tentang bahaya media sosial. Tentang remaja yang mengalami gangguan makan setelah mencoba menampilkan foto di Instagram dan menonton video di TikTok.

Gagasan bahwa situs media sosial baru bisa menjadi satu-satunya aplikasi untuk semua orang tampaknya tidak realistis, kata para ahli.

Ketika generasi muda sudah selesai bereksperimen dengan jaringan baru  seperti BeReal contohnya, yaitu aplikasi berbagi foto yang populer di kalangan remaja tahun lalu dan sempat menyedot jutaan pengguna aktif, kini mereka beralih ke jaringan berikutnya.

"Mereka tidak akan terpengaruh oleh platform cemerlang pertama yang hadir," kata Papacharissi.

Identitas online masyarakat akan semakin terfragmentasi di berbagai situs, tambahnya. Untuk berbicara tentang pencapaian profesional, ada LinkedIn. Untuk bermain video game dengan sesama gamer, ada Discord. Untuk berdiskusi tentang berita, ada Artifact.

"Yang kami minati adalah kelompok-kelompok kecil orang yang berkomunikasi satu sama lain mengenai hal-hal tertentu," kata Papacharissi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun