Menurut Asosiasi Industri Energi Surya yang berbasis di AS, kecepatan pergantian panel surya melampaui proyeksi awal dan dengan tingginya biaya yang terkait dengan daur ulang saat ini, terdapat risiko nyata bahwa semua panel yang dibuang serta turbin angin yang sulit didaur ulang akan berakhir di tempat pembuangan sampah. Jadi pada dasarnya semua sumber energi pasti ada persoalan sampahnya.
Pertanyaan serupa mengenai netralitas karbon juga berlaku pada produksi dan transportasi bahan-bahan terbarukan. Hal ini juga berdampak pada baterai listrik, mulai dari pembuatan hingga pembuangannya. Pakar lingkungan fokus menyerang dan mencoba menghilangkan sumber energi lain daripada menjawab pertanyaan sederhana ini.
Pertanyaan juga muncul pada tingkat geopolitik, ketika Amerika Serikat dan Tiongkok terombang-ambing antara kompetisi dan konfrontasi. Semakin banyak suara di AS yang menyatakan bahwa energi surya dan angin memperkuat Tiongkok dalam persaingan kekuatan besar.Â
Pasalnya, pada tahun 2022, Tiongkok menyumbang 77,8 persen produksi modul fotovoltaik global. Negara dengan pangsa terbesar kedua adalah Vietnam, yang hanya menyumbang 6,4 persen.Â
Dengan terpusatnya rantai pasokan di Tiongkok, hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai ketergantungan energi. Hal ini pula yang menjadi alasan mengapa banyak orang menyatakan fakta bahwa Bank Dunia tidak mendanai proyek pembangkit listrik tenaga nuklir untuk memberikan keuntungan bagi Tiongkok, sama seperti Bank Dunia yang mendanai proyek energi surya dan energi terbarukan lainnya.
Perdebatan mengenai energi nuklir juga meresap ke dalam politik dalam negeri. Perancis, yang merupakan pionir tenaga nuklir, adalah contoh yang baik. Henri Proglio, mantan CEO EDF beberapa bulan lalu membahas hilangnya kemandirian energi Perancis dalam sebuah seminar.Â
Beliau menyoroti upaya-upaya bersejarah untuk mencapai kemandirian energi dan menyalahkan tantangan-tantangan yang terjadi saat ini karena adanya pergeseran opini publik dan peraturan-peraturan Eropa yang mendukung kompetisi.
Beliau menyoroti keberhasilan historis industri nuklir Perancis yang dilambangkan dengan menjadi eksportir listrik dengan harga bersaing. Proglio juga menganjurkan untuk memperpanjang umur pembangkit listrik tenaga nuklir yang ada dan menganggapnya sebagai basis produksi energi
Namun hal yang mengejutkan adalah bahwa beliau menuduh Jerman menyabotase kemandirian energi Prancis melalui Uni Eropa karena hal itu menimbulkan ancaman industri.Â
Beliau juga mengkritik tantangan yang ditimbulkan oleh peralihan ke energi terbarukan, khususnya mengutip Energiewende Jerman dan investasi besar pada energi angin.Â
Beliau menyatakan bahwa Berlin prihatin karena listriknya sangat bergantung pada batu bara dan terutama lignit yang berdampak buruk bagi lingkungan.Â