Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken telah melakukan kunjungan ke Tonga, Selandia Baru, dan Australia. Sedangkan  Menteri Pertahanan Lloyd Austin melakukan perjalanan beberapa hari ke kawasan Indo-Pasifik, termasuk Papua Nugini. Â
Tur dua pejabat tinggi AS di Pasifik Selatan itu bertepatan dengan "Talisman Sabre 2023", latihan militer bersama yang dilakukan AS dan Australia bersama 11 negara mitra lainnya.
 Beberapa tahun terakhir ini Washington telah memberikan perhatian yang luar biasa dan belum pernah terjadi sebelumnya di kawasan Pasifik.  Bersamaan dengan kunjungan tingkat tinggi, AS juga telah menjanjikan bantuan keuangan dalam jumlah yang luar biasa kepada negara-negara di kawasan yang dulu mereka abaikan. Â
Misi diplomatik yang sebelumnya terbengkalai dibuka kembali sementara yang baru telah diresmikan secara berurutan.
Rupanya AS ingin memberikan peran strategis baru kepada Negara-negara Kepulauan Pasifik serta mitra loyalisnya di kawasan tersebut yaitu Australia dan Selandia Baru. Â
Dua pejabat AS tersebut kesannya terlalu terburu-buru dalam mengajukan "strategi Indo-Pasifik" mereka. Â
Mengingat kekuatan ekonomi mereka sedang menurun. Sehingga Washington terkesan menggunakan taktik putus asa dalam mengumpulkan sekutu dan loyalisnya untuk bertindak sebagai pion mereka. Â
AS jelas berencana untuk membujuk dan memaksa negara-negara di Asia Pasifik bersekutu dengan mereka di bawah panji ideologis mereka.
 Apa yang salah dari kebijakan AS ini adalah fakta bahwa untuk semua rayuan dan bujukan politik dan ekonomi kepada negara-negara di kawasan ini harusnya AS menyadari bahwa mereka juga memiliki kebijaksanaan dan penilaian politik nasional mereka sendiri ketika membuat keputusan strategis.
 Australia, Selandia Baru, dan negara-negara Kepulauan Pasifik pasti juga punya kewaspadaan tersendiri untuk melihat manuver AS dalam membujuk mereka melayani kepentingan AS di kawasan tersebut dan enggan ditarik ke papan catur Washington dari permainan kekuasaan yang mementingkan diri sendiri.
 Washington seakan dengan percaya diri memandang bahwa Canberra pasti akan selalu patuh mengikuti perintah dan tuntutan mereka. Padahal itu semua salah besar. Sebagai negara yang berdaulat dan merdeka tentunya Australia pasti mengutamakan kepentingan nasionalnya sendiri.  Khususnya sejak pemerintah Partai Buruh di bawah Anthony Albanese mulai menjabat pada Mei tahun lalu. Australia terlihat mulai tidak lagi patuh pada keinginan Washington seperti pemerintahan Morrison sebelumnya.
Meskipun Selandia Baru adalah anggota aliansi Lima Mata, Wellington belum tentu berpihak pada AS jika mengacu pada sejarah. Misalnya pada 1980-an Selandia Baru sebagai anggota Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir menolak mengizinkan kapal perang AS yang mungkin membawa senjata nuklir untuk berlabuh di pelabuhannya yang mengakibatkan AS memberlakukan penangguhan atas penyertaan Selandia Baru dalam pakta ANZUS. Jelas Wellington ternyata berpegang teguh pada kedaulatan dan otonomi strategisnya saat menangani masalah diplomatik dan keamanan.
 AS dan sekutunya telah lama terlibat dalam manipulasi politik di wilayah ini dengan tujuan untuk memaksakan kehendak politik dan ekonominya sendiri.  Apalagi program bantuan AS adalah instrumen pengaruh politik yang disamarkan untuk membentuk kembali lanskap politik lokal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H