Di kampong kami ada seorang petani sayur yang sejak pagi buta sudah menjual sayurnya kepasar. Suatu hari saat menjelang hari terang, samar-samar dilihatnya sebuah benda berkilauan. Ketika dia mendekat, ternyata itu adalah bongkahan 15 batang emas murni.
“Wah.. ini namanya berkah tak terduga. Bawa pulang ah.. Istriku pasti senang.” Ia mengamati sekelling kalau-kalau emas itu ada pemiliknya. Setelah lama ditunggu, ternyata tidak ada yang datang. Maka dibawanya pulang dengan hati riang.
Setibanya dirumah, diserahkannya emas batangan tersebut kepada istrinya. Ketika melihat begitu banyak emas batangan, sang istri memarahinya,” Darimana Abang mendapatkan emas batangan ini?”
Petani sayur itu menjawab,” aku menemukannya di jalan. Aku tidak mencurinya. Aku sudah menunggu kalau-kalau ada yang datang mengambilnya, tetapi tetap saja tidak ada. Itu sebabnya aku membawanya pulang. Mungkin ini yang namanya berkah tak terduga!”
Sang istri berkata,” Mungkin saat ini sang pemilik emas sedang kebingungan. Cepat kembalikan emas-emas itu. Tunggu sampai pemiliknya datang. Pemiliknya pasti kembali. Setelah itu, pastikan kalau benar dialah pemiliknya. Kalau sudah, kembalikan 15 batang emas itu dan jangan satupun dikurangi. Ingat bang, bagi abang mungkin itu berkah, tapi bagi pemilik emas, itu musibah. Berkah yang sesungguhnya tidak datang dari penderitaan orang lain.”
Petani sayur mendengarkan dan menaati semua perkataan istrinya. Ia langsung pergi ketempat dia menemukan emas batangan tersebut.
Setelah tiba dan menunggu cukup lama, tak seorang pun yang lewat di jalan itu. Karena itu ia berniat pulang. Tapi karena masih ingat pesan istrinya, akhirnya dia mengurungkan niatnya.
Diteguhkannya hatinya untuk menunggu pemilik emas tersebut. Setelah dengan sabar menunggu, akhirnya dilihatnya seseorang datang menengok kesana kemari seperti mencari sesuatu. Petani itu bertanya padanya,” Bapak kehilangan sesuatu?”
“Ya… Saya kehilangan emas batangan.” Jawab orang itu.
Petani sayur pun bertanya lagi,” Memangnya, berapa banyak emas batangan Bapak yang hilang itu?”
“Aku kehilangan semua emas batanganku….”
Mendengar penuturan orang tersebut, petani sayur yakin, inilah si pemilik dari emas batanngan itu. Petani sayur segera berkata,” Saya menemukannya di jalan sekitar sini, Pak,” katanya sambil menyerahkan bongkahan emas batangan itu.
Tapi bukanya mengucapkan terima kasih, si pemilik emas malah marah-marah,” Saya kehilangan 30 batang emas, kenapa kamu hanya menyerahkan 15 batang saja? Mana emas yang lainnya? Ayo cepat kembalikan, atau aku laporkan ke Polisi!”
Petani itu dengan bingung berkata,” Sumpah,Pak. Saya hanya menemukan 15 batang saja. Lagian saya sama sekali tidak bermaksud mengambil emas Bapak. Kalau saya berniat, buat apa saya susah payah kembali kemari lagi.”
Namun orang itu tetap ngotot,” mau nipu ya? Hah.. Kamu berusaha mengembalikan setengah biar kasus ini saya tutup. Gitu khan?”
Patenai sayur tersinggung dan marah. Akhirnya keduanya bertengkar hebat. Karena perselisihan tak kunjung berakhir, akhirnya mereka memutuskan untuk menghadap Kepala Desa.
Di balai desa, mereka menceritakan semua kronologisnya kepada Pak KAdes yang mendengarkan dengan seksama. Setelah itu, Pak Kades mengutus petugas Hansip untuk melakukan pengamatan kepada kedua pihak di tempat tinggalnya.
Tetangga – tetangga petani sayur menyatakan bahwa sang petani tiu dikenal sebagai orang jujur dan baik hati. Jadi bukan termasuk orang yang mencari keuntungan sendiri tanpa memperdulikan kebenaran.
Atas laporan pengamatan petugas Hansip, Pak KAdes bertanya kepada pemilik emas,” Apa benar kamu kehilangan 30 bongkah emas batangan?”
Dengan gaya yang meyakinkan si pemilik emas itu menjawab,” Benar, Pak Kades. Saya kehilangan 30 bongkah emas batangan. Tapi yang dikembalikan Cuma 15. Pasti yang 15 lagi disembunyikan oleh petani sialan ini!”
Pak Kades akhirnya memutuskan,” Karena menurutmu yang hilang 30 batang, sementara yang ada di tangan si petani Cuma 15 batang berarti yang 15 lagi dinyatakan tanpa pemilik!”
RENUNGAN KITA HARI INI :
Apa pengertian jujur ? Dalam bahasa Arab, kata jujur sama maknanya dengan “ash-shidqu” atau “shiddiq” yang berarti nyata, benar, atau berkata benar. Lawan kata ini adalah dusta, atau dalam bahasa Arab ”al-kadzibu”. Secara istilah, jujur atau ash-shidqu bermakna:
(1) kesesuaian antara ucapan dan perbuatan;
(2) kesesuaian antara informasi dan kenyataan;
(3) ketegasan dan kemantapan hati; dan
(4) sesuatu yang baik yang tidak dicampuri dengan kedustaan.
Dalam bahasa Indonesia, jujur merupakan kata dasar dari kejujuran, menurut jenis katanya, jujur merupakan kata sifat sedangkan kejujuran merupakan kata benda. Menurut KBBI, kata "jujur" berarti lurus hati; tidak berbohong (misal dengan berkata apa adanya); 2 tidak curang (misal dalam permainan, dng mengikuti aturan yg berlaku): mereka itulah orang-orang ygjujur dan disegani; 3 tulus; ikhlas;
Sedangkan "kejujuran" berarti sifat (keadaan) jujur; ketulusan (hati); kelurusan (hati): ia meragukan kejujuran anak muda itu.
Imam al-Gazali membagi sifat jujur atau benar (shiddiq) sebagai berikut.
- Jujur dalam niat atau berkehendak maksudnya adalah tiada dorongan bagi seseorang dalam segala tindakan dan gerakannya selain karena dorongan dari Allah Swt.
- Jujur dalam perkataan (lisan), yaitu sesuainya berita yang diterima dengan berita yang disampaikan. Setiap orang harus bisa memelihara perkataannya. Ia tidak berkata kecuali kata-kata yang jujur. Barangsiapa yang menjaga lidahnya dengan selalu menyampaikan berita yang sesuai dengan fakta yang sebenarnya, ia termasuk jujur jenis ini. Menepati janji juga termasuk jujur jenis ini.
- Jujur dalam perbuatan/amaliah, yaitu beramal dengan sungguh-sungguh sehingga perbuatan akhirnya tidak menunjukkan sesuatu yang ada dalam batinnya dan menjadi tabiat bagi dirinya.
Kejujuran merupakan pondasi utama atas tegaknya nilai-nilai kebenaran karena jujur itu identik dengan kebenaran. Allah Swt. berfirman dala al-Qur'an yang Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah Swt. dan ucapkanlah perkataan yang benar.” (Q.S. al-Ahzāb/33:70) Orang yang beriman perkataannya harus sesuai dengan perbuatannya (jujur) karena sangat berdosa besar bagi orang-orang yang tidak mampu menyesuaikan perkataannya dengan perbuatan, atau berbeda apa yang di lidah dan apa yang diperbuat. Allah Swt. berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (Q.S. ash-¤aff/61:2-3)
Pesan moral dari ayat tersebut tidak lain adalah untuk memerintahkan satunya perkataan dengan perbuatan, atau dengan kata lain berkata dan berbuat jujur. Dosa besar di sisi Allah Swt., jika mengucapkan sesuatu yang tidak disertai dengan perbuatannya. Perilaku jujur dapat menghantarkan manusia yang melakukannya menuju kesuksesan dunia dan akhirat. Bahkan, sifat jujur adalah sifat yang wajib dimiliki oleh setiap nabi dan rasul Allah. Orang-orang yang selalu istiqamah atau konsisten mempertahankan kejujuran, sesungguhnya ia telah mamiliki separuh dari sifat kenabian.
Jujur merupakan sikap yang tulus dalam melaksanakan sesuatu yang diamanatkan, baik itu berupa harta maupun tanggung jawab. Orang yang melaksanakan amanah disebut al-Amin, yakni orang yang terpercaya, jujur, dan setia. Dinamai al-Amin karena segala sesuatu yang diamanatkan kepadanya menjadi aman dan terjamin dari segala bentuk gangguan, baik gangguan yang datang dari dirinya sendiri maupun dari orang lain. Sifat jujur dan terpercaya merupakan sesuatu hal yang sangat penting dalam segala aspek kehidupan, seperti dalam kehidupan rumah tangga, perusahaan, perniagaan, dan hidup bermasyarakat. Sifat-sifat dan akhlaknya yang sangat terpuji merupakan salah satu faktor yang menyebabkan Nabi Muhammad saw. berhasil dalam membangun masyarakat Islam. Salah satu sifatnya yang menonjol adalah kejujurannya sejak masa kecil sampai akhir hayat beliau sehingga ia mendapat gelar al-Amin (orang yang dapat dipercaya atau jujur).
Kejujuran akan membuat seseorang mendapatkan cinta kasih dan keridhaan Allah Swt. Sedangkan kebohongan adalah kejahatan yang tiada tara, yang merupakan faktor terkuat yang dapat mendorong seseorang berbuat kemunkaran dan menjerumuskannya ke jurang api neraka.
Kejujuran sebagai sumber keberhasilan, kebahagian, serta ketenteraman, yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Bahkan, seorang muslim wajib menanamkan nilai kejujuran tersebut kepada anak-anaknya sejak dini hingga diharapkan mereka dapat menjadi generasi yang meraih sukses dalam mengarungi kehidupan. Adapun kebohongan adalah sumber dari segala keburukan dan muara dari segala kecaman karena akibat yang ditimbulkannya adalah kejelekan, dan hasil akhirnya adalah kekejian. Akibat yang ditimbulkan oleh kebohongan adalah namimah (mengadu domba), dan namimah dapat melahirkan kebencian, sedangkan kebencian adalah awal dari permusuhan. Dalam permusuhan tidak ada keamanan, kenyamanan, dan kedamaian. Dapat dikatakan bahwa, “orang yang tidak jujur niscaya akan sedikit temannya dan lebih dekat kepada kesengsaraan.”
MARI SEBARKAN KEPADA SESAMA MUSLIM SEBAGAI SEDEKAH RUHANIYAH KITA DAN SEMOGA MENAMBAH AMAL JARIYAH KITA SEMUA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H