Dulu pada saat sekolah dasar, saya termasuk anak yang suka menonton atraksi penjual obat. Biasanya di hari pekan, semisal hari Minggu di pasar Lueng Putu, Bandar Baru, Pidie Jaya.
Untuk menarik penonton, ragam cara dilakukan. Cara yang sederhanya misalnya menampilkan foto-foto atau gambar yang aneh-aneh.
Manusia bersisik ular, manusia berkepala anjing atau manusia berbadan ular dan lain sebagainya. Sambil sesekali menjelaskan melalui mic tentang gambar tersebut.
Atau dengan cara yang lain, seperti menampilkan hal-hal yang unik seperti akar kayu, batu cincin dan aneka keunikan lainnya. Setiap pedagang memiliki strategi tersendiri.
Kemudian, pada saat kecil saya kerap menonton atraksi sulap. Meski sederhana tapi membuat penonton terhibur. Contohnya menghilangkan dadu di dalam dua gelas.
Ada juga mamasukkan besi runcing ke dalam balon, tapi balonnya tidak meletus. Lalu menghilangkan sebutir koin di dalam genggaman tangan.
Semua pedagang obat kali lima mempunyai seni tersendiri memikat penonton. Dengan gaya bahasa yang lucu, tegas dan intonasi bahasa yang enak menjadi modal penting menghadirkan penonton.
Meski pada ujung ceritanya, tanpa disadari oleh penonton, kemudian berlanjut pada jual obat. Inilah yang saya anggap sebagai keahlian menggiring penonton dari menyaksikan atraksi ke jual obat.
Dulu seniman terkenal yang juga pedagang obat kaki lima. Namanya Udin Pelor. Kemampuan monolog Udin mampu membuat penonton terhipnotis. Udin juga lucu.
Namanya Udin, pelor didapatkan karena suaranya yang khas layaknya bunyi tembakan pistol saat mengeluarkan pelor. Adegan inilah yang sering dilakukan Udin, baik saat jual obat atau berada di atas panggung hiburan.