Kenapa hanya aku yang tidak mengerti situasi ini? Papa juga tidak berkata-kata lagi setelah sore itu. Malam ini aku memutuskan untuk mendesak Papa agar berbicara.
"Pa... sebenernya apa yang Dika udah lewatin?" tanyaku saat menemukan Papa sedang duduk membaca koran di halaman belakang rumah.
"Dika, Papa mau nanya. Terakhir yang kamu ingat apa, Nak?" Papa bertanya balik.
"Dika hanya ingat Dika dan Abang pergi ke acara naik mobil, Abang yang menyetir. Dika pakai baju rapi. Udara sangat sejuk. Abang berkendara santai kemudian Dika pegang tangan Abang. Abang tersenyum dengan damai," jawabku panjang lebar.
"Dika... Kamu tau Abang kemana saja selama ini?"
"Abang ada proyek dan harus bertemu klien kan? Kata Abang, Abang akan naik pangkat," itulah kata-kata Abang yang aku ingat hari itu.
"Tidak, Nak... Abangmu telah tiada. Kalian ditabrak oleh mobil dari samping. Pelakunya sudah berhasil ditangkap. Abangmu sudah tenang disana,"
Aku tidak percaya apa yang Papa katakan malam itu. Apa? Abang sudah tiada? Jelas-jelas tadi pagi sebelum ke sekolah aku berbincang dengan Abang.
"Tidak mungkin, tadi aku melihat Abang, aku juga sempat mengobrol banyak sama Abang... Pantai, Abang bilang Abang sering melihat ombak dan pasir yang sangat indah!" ketusku. Aku hanya tidak percaya dengan semua kebohongan ini. Papa hanya terdiam.
"Setelah kalian mengalami kecelakaan hari itu, Abang tiada dan kamu mengalami trauma, Dik. Dokter melarang Mama dan Papa menceritakannya padamu. Papa pikir, ini waktu yang tepat untuk memberi taumu. Sudah 5 bulan sejak kau pulih. Mama juga sudah sangat terpuruk dengan Abang. Jadi, janganlah kau tambah rumit keadaan ini, ya?" bujuk Papa.
Aku masih tidak mengerti apa yang Papa bicarakan. Aku langsung pergi ke kamar. Perasaanku tidak jelas. Aku masih percaya Abang masih ada. Jelas sekali aku melihatnya dan menggenggam tanganku. Aku marah pada semua orang. Kenapa tidak ada yang memercayaiku dan malah memberi tau kebohongan seperti ini. Jelas-jelas aku mengobrol dengan Abang.