Mohon tunggu...
Andie Hazairin S
Andie Hazairin S Mohon Tunggu... -

Seorang yang ingin menambah kawan dan saling bertukar cerita.

Selanjutnya

Tutup

Money

Strategi Membentuk Perusahaan Joint Venture yang Menguntungkan (1)

11 Agustus 2015   17:07 Diperbarui: 4 April 2017   17:47 9458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam contoh kasus PT Astra International, Tbk, maka posisi Astra sebelumnya adalah konsumen dari Toyota Motor Corporation, Jepang di mana awalnya Astra mendistribusikan mobil-mobil buatan Toyota di Indonesia pada tahun 1969. Melihat potensi pasar yang prospektif ke depannya, maka pada tahun 1971 didirikanlah perusahaan joint venture antara Astra dan Toyota dengan nama PT Toyota Astra Motor (TAM) dan menjadi Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) Toyota. Semula TAM hanya berfungsi sebagai perusahaan importir mobil Toyota. Namun tak lama kemudian, TAM berfungsi sebagai distribusi mobil Toyota di Indonesia, hingga pada hari ini kita bisa melihat PT Astra International, Tbk sebagai pemimpin pasar otomotif di Indonesia. Bahkan tidak hanya itu, PT. Astra International, Tbk berkembang sedemikian rupa hingga memiliki ratusan anak perusahaan, sendiri maupun joint venture.

Cara lainnya adalah melalui mediator. Ada perusahaan joint venture yang tidak bisa disebutkan namanya didirikan melalui mediasi. Salah satu produsen ban papan atas dunia mencari partner untuk membuat perusahaan joint venture di Indonesia. Mediasi dilakukan dengan mempertemukan perwakilan perusahaan ban asing tersebut dengan CEO perusahaan komponen di Indonesia. Setelah dilakukan sejumlah pertemuan dan diskusi, maka didirikanlah perusahaan joint venture yang memproduksi ban kelas dunia itu di Indonesia.

Ada juga cerita di mana sebuah perusahaan di Amerika Serikat mengirim email ke CEO sebuah group perusahaan di Indonesia. Mereka berkenalan via email, lalu janjian untuk bertemu. Hasilnya saat ini mereka mempunyai perusahaan joint venture tipe joint control dengan kepemilikan 50 : 50.

Selain itu, bank-bank Jepang yang ada di Indonesia biasanya dengan senang hati memperkenalkan perusahaan-perusahaan Jepang yang akan berekspansi untuk membuat perusahaan joint venture di Indonesia. Selebihnya ilustrasi-ilustrasi tersebut hanyalah contoh bagaimana sebuah perusahaan joint venture dimulai. Pada prakteknya, pasti ada banyak cara untuk memulai suatu joint venture.

Membuat Parameter Joint Venture

Membuat parameter joint venture adalah suatu hal yang harus dilakukan sebelum melakukan apa pun dalam pembentukan perusahaan joint venture. Parameter tersebut antara lain adalah :

  1. Apakah bisnis yang akan dimasuki mendukung bisnis utama yang sudah ada atau tidak? Untuk tahap awal, sebaiknya bisnis yang akan dimasuki adalah bisnis yang mendukung bisnis utama perusahaan. Mengapa? Karena perusahaan telah mempunyai core competency yang terkait dengan bisnis tersebut, sehingga learning curve untuk bisnis tersebut bisa dipersingkat.
  2. Berapa besaran nilai investasi yang akan dimasukkan? Harus diperhitungkan masak-masak agar tidak mengganggu cashflow perusahaan induk. Misalnya maksimal Rp 250 milyar, Rp 500 milyar, atau Rp 1 trilyun. Lebih dari besaran angka aman, tinggalkan.
  3. Berapa Internal Rate of Return (IRR) minimal yang harus didapat? IRR adalah tingkat pengembalian dari investasi yang dilakukan. Besaran angka IRR ini harus lebih besar daripada bila menginvestasikan dana ke deposito di bank ataupun reksadana. Bila investasi tersebut dibiayai dengan pinjaman, maka IRR harus lebih besar dari suku bunga pinjaman. Investasi baru bisa disebut layak bila IRR-nya berada di atas batas IRR yang telah ditetapkan. Misalnya di atas 15%.
  4. Berapa lama Pay Back Period (PBP) dari investasi tersebut? Pay back period adalah jangka waktu pengembalian dari investasi yang telah dilakukan. Semakin pendek PBP, maka semakin bagus. Semakin panjang PBP, semakin berisiko investasi tersebut. Angka moderat PBP adalah 5 tahun. Sebab kita tidak bisa memprediksi apa yang akan terjadi lebih dari 5 tahun yang akan datang.
  5. Net Present Value (NPV) harus positif. NPV adalah selisih antara uang yang dikeluarkan dan uang yang diterima pada suatu periode waktu tertentu dengan memperhatikan time value of money. NPV ini harus positif. Sebab bila dalam perhitungannya NPV sudah negatif, maka dalam implementasinya besar kemungkinan akan lebih dalam negatifnya. Artinya, investasi yang dilakukan akan tekor.

Contoh dari pembuatan parameter joint venture tersebut adalah sebagai berikut :

Perusahaan A adalah perusahaan yang bergerak di bidang penjualan mobil. Perusahaan tersebut akan membentuk sebuah perusahaan joint venture dengan partner asing untuk memproduksi aki mobil. Dari parameter nomer 1, maka jelas bahwa aki mobil adalah bisnis yang terkait dengan bisnis utamanya.

Besaran investasi maksimal yang bisa dilakukan oleh Perusahaan A adalah sebesar Rp 250 milyar. IRR minimal adalah 15%, PBP maksimal 5 tahun, dan NPV positif. Kelima parameter tersebut sudah disetujui oleh para pemegang sahamnya.

Parameter-parameter tersebut adalah patokan-patokan dasar yang harus diperhatikan. Tanpa ditetapkan parameter-parameter seperti itu, bisa jadi perusahan joint venture yang dibentuk bisa jadi hanya akan menjadi kerja bakti, atau bahkan kerja rodi tanpa hasil. Selamat membentuk perusahaan joint venture.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun