Dalam ilmu politik ada empat perilaku pemilih (voter behavior), yaitu : pertama; pemilih rasional, yakni mereka yang menjatuhkan pilihan terhadap program kerja partai politik atau kontestan pemilihan umum. Kedua; pemilih pragmatis, yakni mereka yang mau memilih berdasarkan pertimbangan kepentingan seperti materi atau tercukupinya kebutuhannya. Pemilih seperti ini tidak memiliki ’sense of civic competence’.
Ketiga; pemilih berdasarkan ikatan emosi. Pemilih dengan kategori ini adalah mereka yang menjatuhkan pilihannya berdasarkan ikatan primordial dan kepartaian. Keempat; pemilih tradisional, yakni mereka yang mendasarkan pilihan terhadap kharismatik seorang figur, seperti pilihan terhadap figur keturunan pemuka agama, tokoh adat atau keturunan bangsawan
Lalu bagaimana menjadi pemilih cerdas?, Beberapa indikator pemilih cerdas yakni ; Pertama, Saat memilih bebas dari segala bentuk pengaruh orang/pihak luar. Kedua, Memilih parpol berdasarkan program kerja yang menekankan pada perjuangan mencapai kesejahteraan rakyat, bukan berdasarkan figur yang ada di dalamnya. Ketigaa, Memilih pemimpin yang memang benar-benar bisa dipercaya tingkat moralitasnya. Keempat, Memilih pemimpin tidak berdasarkan pertimbangan besarnya nama figur semata. Kelima, Menggunakan pengalaman Pilkada di masa lalu sebagai bahan perbandingan untuk menentukan pilihan pada Pilkada mendatang. Hal ini sudah pastinya akan menjadi indikator politik bagi pemilih cerdas di provinsi Riau dalam menentukan pilihan politiknya. Maka pemilih cerdas Adalah pemilih rasional, pemilih yang melalui hati nurani dan tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang mempengaruhinya.
Namun penulis mengamati realita hari ini, secara general menjadikan rakyat indonesia sebagai pemilih rasional tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan. Terjebak dalam pilihan-pilihan yang sifatnya irasional masih mudah terjadi, karena ketundukan atas budaya di sekelilingnya sangat besar. Di samping itu, masyarakat yang cenderung pragmatis materialistis makin menyulitkan upaya pencerdasan.
Kalau kita menganggap bahwa proses pemilihan cuma salah satu cara untuk mendapatkan pemimpin yang paling kompeten dan berkualitas, seyogyanya pemisahan dalam berbagai kelompok kepentingan cuma terjadi saat pemilihan. Setelah pemilihan seluruh kelompok lebur lagi dalam satu kesatuan. Dengan demikian pemimpin yang terpilih adalah pemimpin semua umat. Sebaliknya bila proses pemilihan dianggap sebagai proses perebutan kekuasaan, maka kita tidak akan pernah bekerja dengan baik untuk mencapai visi dan misi Provinsi Riau untuk lima tahun Kedepan.
Oleh karena itu, Pilgubri mendatang mestinya menjadi semacam "proyek percontohan" bagi pilkada di berbagai daerah di Tanah Air. Itulah sebabnya, dengan momentum ini sangat diharapkan proses pilkada mencerminkan sebuah proses pemilihan yang cerdas, bersih, terbuka,dan demokratis.
Selamat berdemokrasi yang cerdas dan selamat berkompetisi bagi calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Riau yang bertarung, bagi masyarkat riau yang memiliki hak suara untuk itu gunakan hak politik dengan akal sehat dan hati nurani dengan baik dan benar, hindari politik uang yang menyesatkan, semoga Riau tetap aman, damai dan sejahtera guna menyonsong Riau yang lebih baik di masa depan. Selamat berdemokrasi…***
Penulis, adalah Andi Roni Saputra
Peminat Politik / Mahasiswa STIA Lancang Kuning Dumai dan Ketua Komisariat HMI STIA – AMIK Dumai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H