Keesokan harinya, ketika tidak ada jam kuliah. Aku pergi sendirian ke warung Pak Lik untuk mencari makan. Warungnya agak sepi. Mungkin karena cuaca saat itu mendung, pertanda turun hujan. Selain itu, angin juga berhembus sangat kencang. Bahkan, orang-orang di dalam warung merasa ketakutan.
“Bruukkkkk…”
Aku dikejutkan oleh suara gemuruh. Kulihat pohon asam besar tumbang menutupi separuh badan jalan raya.
“Ciitttt…. braaakkk….”
Kaki dan tanganku gemetaran, dengan mata kepala sendiri, aku melihat kejadian mengerikan itu. Sebuah motor terlempar dan bergulling-guling akibat menabrak pohon asam yang baru saja tumbang tersebut. Satu orang pengendaranya terpental beberapa meter dan yang satunya lagi terguling ke tengah jalan.
Tak berapa lama warga datang berkerumun. Beberapa orang langsung membopong pengendara yang tergeletak di tengah jalan. Kulihat, wajahnya sangatlah tidak asing. Berkumis tebal dan berambut gondrong. Aku menggeleng-gelengkan kepala seakan tidak percaya. Pengendara itu adalah bapak yang kemarin menancapkan paku di pohon asam tersebut. Dan nafsu makanku pun menghilang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H